[35]

23.2K 1.7K 266
                                    

ELRA TIDAK BISA MENAHAN diri untuk tidak cemas. Keringat dingin mengalir di sepanjang punggungnya. Tangannya tidak bisa berhenti bergetar. Degup jantungnya semakin menggila dan sesekali ada rasa sakit yang menyengat di dadanya.

Sejak dia mengawasi pertarungan antara Raziel dan Xavierra, dirinya yang bahkan tidak pernah berada dalam medan perang pun tahu Raziel bukan lawan sepadan untuk iblis itu. Sekarang, pria itu tersudutkan. Elra tentu saja merasa bersalah karena dirinya, Raziel harus menerima banyak luka dan kesakitan.

"Sekarang kau mengetahuinya," ucap Meredith. Perempuan penyihir ini memberi tahunya hal yang mungkin untuk membuat Xavierra lenyap untuk selamanya. "Kaulah yang harus membuat pilihanmu sendiri."

Bimbang memenuhi diri Elra. Ia tidak takut mati. Elra tidak masalah jika ia kehilangan nyawanya, asalkan semua orang yang baru ia temui ini selamat. Terutama Raziel. Hal yang membuat Elra bimbang adalah bagaimana Raziel nantinya? Mereka sama-sama sudah mengakui perasaan masing-masing. Apakah Raziel akan baik-baik saja? Tidak, itu adalah pertanyaan bodoh. Tentu saja Raziel tidak akan baik. Pertanyaan yang benar adalah, bisakah Raziel bertahan?

Raziel sudah pernah kehilangan pasangannya sendiri. Rasseila. Elra sendiri pun tahu rasa sakitnya. Carius menolaknya. Elra paham, baik dia maupun Raziel, mereka sama-sama mengobati diri mereka dengan keberadaaan satu sama lain.

Tiap kali mendengar suara erangan Raziel, ada sesuatu yang merobek hatinya. Elra tidak ingin membiarkan Raziel mengalami kesakitan ini lagi.

'Mare ...'

Mare tahu apa yang akan Elra katakana padanya. Oleh sebab itu, dia langsung menjawab, 'Aku tahu apa yang akan kau putuskan, Elra. Kau tenang saja karena aku memiliki pendapat yang sama. Raziel tidak pantas mendapatkan semua ini.'

Sejak awal, mungkin memang seharusnya dia mati. Kedua orangtuanya pun meregang nyawa karena dirinya juga. Sudah sepantasnya Elra tidak lagi hidup di dunia ini.

"-Akh!" Sekali lagi, indera pendengarannya menangkap erangan Raziel.

Elra terbelalak ketika mendapati ada sebuah anak panah menusuk bahu Raziel. Bagaimana kalau dia mati? Raziel tidak boleh mati! Isi kepalanya detik itu juga kacau balau. Dadanya semakin sesak dan kedua kakinya memaksa dirinya untuk berlari ke Raziel.

Namun, lagi-lagi pria itu melarangnya.

Seluruh tubuh Elra bergetar hebat. Melihat Raziel yang bermandikan darah dan luka, semakin membuat tekad Elra menguat.

"Meredith," ucap Elra. "Aku akan melakukannya."

Suaranya bahkan tidak terdengar meyakinkan. Meredith bahkan tidak yakin Elra mampu berlari ke sana. Akan tetapi, begitu melihat tekad kuat yang memancar dari sepasang iris violet itu, Meredith tahu Elra benar-benar membulatkan tekadnya.

Tiba-tiba, ada perasaan sedih melintas di hati Meredith. Dia sendiri tahu bagaimana masa Raziel yang frustasi atas kematian pasangannya. Kali ini, ketika hati itu telah terobati dan perlahan-lahan mulai membangun kasih sayang, betapa hancurnya hati itu nanti?

Meredith menjulurkan tangannya. "Aku sudah menghilangkan pelindung sihir yang kubuat."

"Bisakah kau memastikan Raziel akan hidup dengan baik?" Elra bertanya. Suaranya bahkan sudah serak walaupun belum ada air mata yang mengalir.

"Aku tidak bisa berjanji, tetapi aku akan berusaha."

Elra ingin berkata lebih banyak lagi sampai dia melihat Xavierra yang membawa pedang Raziel dan bersiap untuk menusuk pria itu dengan senjatanya sendiri.

"Raziel!"

Tanpa aba-aba, Elra meraih belati yang ada di pinggang Meredith begitu saja dan berlari ke arah pria itu. Meredith yang turut menyadari keaadan menjadi lebih genting menembakkan sihirnya pada Xavierra.

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang