[8]

41K 3.9K 177
                                    

SETELAH TUJUH MINGGU LAMANYA menutup mata, lelap dalam bunga tidur yang menyenangkan dan menjebak, Elra kembali membuka matanya.

Hal pertama yang ia lihat adalah warna merah. Elra mengedipkan matanya beberapa kali, menormalkan penglihatannya setelah lama tidak ia gunakan.

Saat semuanya sudah tampak jelas dan tidak kabur, ia menggerakkan lehernya-melihat ke sekeliling dan menemukan bahwa hampir seluruh benda didominasi oleh warna merah dan hitam.

Gerakan Elra terhenti saat ia terpaku pada sesuatu. Bukan sebuah benda yang terlihat aneh maupun mengagumkan.

Sesuatu itu ialah manik mata sewarna dengan darah, menatapnya menyala-nyala layaknya sebuah bara api.

Tatapannya begitu dalam, misterius, sekaligus membuat Elra merasa sedikit ketakutan.

"Kau sadar." Kalimat itulah yang terlontar dari bibir Raziel.

Dengan cepat ia melesat dan berdiri di samping Elra. Tangannya meraih gelas di atas nakas yang selalu terisi air-berjaga-jaga jika keadaan ini akan terjadi-dan diberikannya gelas itu pada Elra.

Elra beralih posisi menjadi duduk dengan bersandar, menerima gelas tersebut dengan tangan yang bergetar, dan meneguknya.

"Terima kasih," ucapnya setelah seluruh air di dalam gelas tandas ia minum dalam beberapa kali tegukan.

"Tenanglah," ucap Raziel saat melihat pancaran ketakutan dari kedua netra violet itu. "Aku hanya ingin menolongmu. Bagaimana perasaanmu?

"B-baik, kurasa," jawab Elra dengan canggung, rasa takutnya masih belum sepenuhnya hilang.

Ia mengendus. Kedua alisnya mengerut saat mencium aroma asing yang berasal dari makhluk di depannya. Aromanya sama sekali tidak seperti bangsa serigala. Ia penasaran dan bingung. "Bolehkah aku bertanya?"

Raziel mengangguk.

"M-maaf, sebelumnya. Aku tahu tidak sopan menanyakan pertanyaan seperti ini, tetapi aku harus mengetahuinya. Kau makhluk apa? Kau tidak tercium seperti bangsaku. Aromamu asing."

Senyum tipis terukir di bibir yang jarang sekali tersenyum itu. "Kau tidak pernah meninggalkan pack-mu, ya?" Raziel balik bertanya meski ia tahu jawabannya. "Aku memang bukan werewolf. Aku seorang vampir, sang Penghisap Darah. Tapi tenang saja, aku tidak akan menghisapmu karena darahmu akan menjadi racun paling berbahaya bagiku-dan kaumku tentu saja."

Vampir? Elra langsung terdiam. Bayangan buruk langsung mengambil alih benaknya. Apakah ia akan berakhir menjadi santapan laki-laki di sampingnya ini?

"Apa bangunan ini milikmu?" Elra bertanya lagi.

"Ya." Raziel menarik kursi yang tak jauh darinya dan menggunakannya untuk duduk. "Aku tidak terlalu menyukai mengumbar status sosialku terhadap bangsa immortal lainnya, tapi untukmu yang tampak tak memiliki pengetahuan apapun kurasa aku harus memberi tahumu. Aku seorang bangsawan. Ah bukan, lebih tepatnya seorang pangeran."

"Pangeran, ya ..."

"Sama seperti putra dari Alpha jika dibandingkan dengan bangsa serigala."

Elra mengangguk-angguk paham. "Kau yang menolongku, bukan begitu?" Elra bertanya dengan nada nyaris berbisik.

Perasaan kecewa dan marah mengumpul di dalam dadanya, menggerogoti hatinya, dan membuat panas benaknya.

Pertanyaannya ialah: kenapa masih ada yang menolongnya? Kenapa laki-laki ini menampakkan dirinya dan membantunya di saat ia tak ingin seorang pun membantunya?

Meski di sisi lain-dengan berat hati ia akui-ada sebersit rasa lega karena ternyata dirinya masih tidak diperbolehkan oleh sang Dewi Bulan meninggalkan dunia yang fana ini.

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang