"BAGAIMANA HUBUNGANMU dengan kakakku?"
Gerakan Elra terhenti. Ia meletakkan benang dan jarum rajutnya, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
"Bagaimana ... apanya?"
Astrid terkekeh. "Kau memang sepolos ini atau bagaimana?" tanyanya. "Apa kalian menjalin hubungan asmara? Atau tidak? Jika iya, kuharap kalian akan menjalankannya dengan serius dan jangan sekalipun bermain-main. Kalau tidak, yah lebih baik jangan sampai perasaan salah satu dari kalian-baik kakakku maupun kau-tergali terlalu dalam."
Elra mendadak tergugu.
"Jadi?"
"... jadi?" Elra justru mengulang ucapan Astrid untuk kedua kalinya.
"Apa jawabanmu?" tanya Astrid yang diiringi tawanya.
"Aku tidak yakin," jawab Elra setelah berpikir cukup lama. "Maksudku, aku tahu jika hubungan di antara kami tidak pantas jika disebut hanya berteman. Orang-orang pasti tidak akan ada yang percaya. Namun untuk menyebutnya lebih dari itu, aku takut. Mungkin kau bisa menyimpulkannya sendiri?"
"Apa yang membuatmu tidak yakin?"
Elra terdiam cukup lama. Tidak yakin ia harus menceritakan kisah hidupnya yang dramatis. "Panjang ceritanya," ucap Elra setelah menimbang-nimbang. "Tapi apapun itu, aku hanya tidak yakin. Dalam banyak hal, tentu saja."
"Sayang sekali," keluh Astrid.
Elra menatap perempuan itu dengan tatapan bingung.
"Kakakku itu payah sekali dalam hal seperti ini," tutur Astrid, tetapi kala melihat raut wajah Elra yang masih menatapnya aneh ia kembali melanjutkan, "kau tahu? Kenapa jika dia memang mencintaimu dia tidak mengatakannya? Tidak akan yang menyalahkannya apalagi menghukumnya. Aku yakin kedua orangtua kami juga tidak masalah."
"Orangtua kalian?"
"Yup. Mereka tinggal cukup jauh dari sini. Sebagai Raja dan Ratu tentunya," jelas Astrid. "Raziel tinggal di kastil yang ini agar ia terbiasa mengurus segala hal yang berurusan dengan kerajaan mengingat dia adalah putra mahkota. Tak lama lagi kurasa ia akan menggantikan orangtua kami. Aku yakin mereka pun sudah lelah menghadapi intrik kerajaan lebih dari satu abad lamanya."
Elra hanya bisa mengangguk-angguk paham.
"Tenang saja, aku tahu sebentar lagi kakakku yang payah itu akan mengenalkanmu pada Ayah dan Ibu."
"Kenapa kau terus menyebut Raziel dengan kata payah?"
"Karena memang itu kenyataannya." Astrid melirik ke arah jendela di salah satu menara kastil yang tak jauh dari tempat mereka bercengkrama. "Lihat? Dia terus memerhatikan kita sejak awal dari jendela itu. Padahal aku tidak keberatan jika dia memang ingin berada di sini untuk menemanimu."
Elra menoleh ke arah yang Astrid tunjuk. Tidak ada siapapun di sana. Namun jika ia menghirup udara lebih dalam, ia tahu jika Raziel tadi memang berada di balik jendela.
"Apa kataku?"
"Lalu dimana kau tinggal? Bersama kedua orangtua kalian?" tanya Elra mengalihkan topik.
Astrid menggeleng, "Jelas tidak," jawabnya kemudian menunjukkan jari manis yang telah dihiasi sebuah cincin titanium. "Aku sudah menikah-aku tidak yakin apakah bangsa vampir cocok disebut dengan kata pernikahan, tapi ya begitulah. Jangan tanya kenapa aku lebih dulu meresmikannya sebelum Raziel. Lagipula, kurasa Raziel sudah menceritakan semuanya antara dia dan pasangannya."
"Benar."
"Yah, pria yang sedang jatuh cinta memang tidak pernah menyembunyikan apapun."
Elra tertawa kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chain Love
Werewolf[completed] Rasa sakit adalah separuh jiwanya. Selama 17 tahun hidupnya disiksa dan dirantai oleh seseorang yang ternyata adalah matenya sendiri tak lantas membuat ia membenci matenya. Hingga rantai yang membelit terlepas, bahagia menyelimutinya. Me...