[15]

31.5K 2.7K 57
                                    

lama, ya?😅

.

UNTUK KESEKIAN KALINYA, Raziel dilanda rasa takut dan khawatir yang sama, diakibatkan oleh orang yang sama. Andaikan Raziel mampu untuk bernapas, ia yakin deru napasnya sudah terengah-engah. Menunggu perempuan yang ia kasihi membuat dirinya tak bisa menguasai dirinya. Tidak ia pedulikan sengatan perih yang berasal dari tangannya.

Raziel terkejut bukan main tatkala mendengar jeritan yang amat keras dari dalam ruang kerjanya. Terlebih saat ia sadari jeritan itu merupakan suara Elra. Bergegas ia meninggalkan semua hal yang harus ia kerjakan dan tanpa perlu melewati pintu, Raziel melompat dari jendela lalu melesat secepat yang ia bisa.

Jalan menuju danau tidaklah jauh, tetapi semua pikiran buruk itu membuat langkah kedua kakinya terasa berat. Ditambah lagi jeritan Elra tak hanya satu-dua kali ia dengar, walau sisanya terdengar samar-samar. Ia ingin menambah kecepatan langkahnya saat ia mendengar suara rintihan–tak jauh dari posisi ia berhenti.

Keterkejutan Raziel tak berhenti sampai disitu, ia menemukan kondisi Jack yang memiliki luka sayatan mengerikan di bagian dadanya–merobek pakaian dan kulitnya. Dan dengan satu kali melihat, ia tahu benar jika luka itu disebabkan oleh senjata yang mengandung perak karena Jack yang tak kunjung menyembuhkan diri.

Raziel berjalan mendekati Jack dan kembali merasakan sensasi yang sama. Di sebuah pohon, adikknya–Astrid–terikat kuat. Darah menggenang di bawah kakinya. Tentu saja Raziel yakin jika perak pasti melumuri tali itu.

Susah payah Raziel melepaskan ikatan itu, mengakibatkan telapak tangannya melepuh. Ia memberikan pesan pada Maryln untuk menyusulnya, membawa sejumlah pasukan untuk membawa Jack dan Astrid. Pikiran-pikiran buruk yang bercokol di benaknya jelas membuat perasaannya semakin terasa mengganggu.

Selepas Jack dan Astrid selesai dibawa oleh para prajurit, Raziel bersama Maryln pergi mencari dimana Elra berada dengan mengandalkan aroma Elra yang perlahan-lahan mulai memudar. Ketakutan jelas menjalari sekujur tubuh Raziel, ia takut apa yang ia pikirkan akan terjadi. Karena baginya, ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya apabila Elra turut meninggalkannya.

Andaikan vampir masih memiliki air mata untuk menangis, pastilah Raziel sudah menangis detik itu. Menemukan Elra dengan keadaan yang tidak jauh lebih baik daripada Jack dan Astrid.

Elra tak sadarkan diri di atas lumpur. Dikelilingi oleh darah yang Raziel sendiri tidak yakin darimana darah itu berasal. Rambut saljunya basah dan kotor, pun dengan pakaiannya yang tak berbeda dengan warna tanah. Raziel meringis melihat kedua tangan Elra yang memiliki bekas tusukan dan garis lebam. Raziel mengendus, dan menggeram penuh amarah ketika mendapati aroma wolfsbane.

"Yang Mulia–"

Brak!

Johannes menghindar secepat mungkin. Ia tahu jika Tuannya sedang dalam keadaan yang tidak baik, maka ia sudah pasti tidak sadar jika baru saja dirinya melayangkan tinjuan ke arahnya.

"Maafkan aku," ucap Raziel setelah menyadari perbuatannya. Pikirannya terbagi-bagi. Laki-laki itu kalut. Jack, Astrid, dan Elra. Ketiga orang itu memiliki tiang penting dalam kehidupannya.

Namun Johannes tidak memiliki masalah dengan itu. "Lupakan saja, Yang Mulia. Anda bisa menghabisi saya jika kemarahan itu perlu dilampiaskan."

"Tidak. Apa yang ingin kau sampaikan?"

Johannes membungkuk. "Luka yang Jack dapatkan sudah tertutup. Namun ia masih belum sadarkan diri. Sementara Astrid baik-baik saja. Tali-tali itu memang dilumuri perak, tetapi tidak berakibat buruk pada tubuhnya. Genangan darah yang Anda lihat itu berasal dari telapak kakinya yang sempat menginjak cairan perak."

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang