[17]

28.2K 2.4K 58
                                    

TIDAK PEDULI BERAPA BANYAK barang yang sudah ia rusakkan, hancurkan, dan musnahkan, Carius tetap tidak bisa mendapatkan kepuasan dalam melampiaskan amarahnya dengan baik sebagaimana dia dulu membuangnya kepada Elra meski perempuan itu tidak tahu apapun.

Amarahnya masih terasa begitu menggebu-gebu. Menggedor-gedor rongga dadanya, meminta untuk membalaskan dendam atas kematian keluarga yang teramat ia sayangi. Semenjak insiden Elra melarikan dirinya-yang tepatnya sudah berbulan-bulan lalu-tak sedikitpun apa yang ia rasakan kepada perempuan itu pudar walau setetes. Kebencian.

'Itu harga yang harus kau bayar, Carius.'

Carius meraung. Kondisi ruang kerjanya tidak lebih baik dibandingkan kamarnya. Tidak peduli seberapa sering ia berpindah kamar karena kamarnya yang sebelumnya hancur, hal yang sama akan terulang kembali. 'Diam!'

'Kau tahu aku tidak akan menutup mulutku sampai semua ini selesai.'

'Dan kau tahu bahwa aku tidak segan-segan akan memusnahkanmu.'

Ray mendengus di dalam kepalanya. Bagi Ray, tidak ada gunanya beradu argumen dengan pemilik tubuh manusianya karena Carius jelas-jelas salah satu spesies dengan sifat kekeras kepalaan tingkat akut.

Dengan kedua bahu yang naik turun akibat emosi, napasnya yang terengah-engah, dan pikiran yang berantakan, Carius mendaratkan bokongnya di kursi empuknya-yang untungnya tidak ia belah menjadi dua seperti benda lainnya. Diliriknya sebuah figura berisikan foto keluarganya. Dalam hati, ia mengumpat sementara benaknya mulai merangkai serangkaian kata yang berhubungan dengan 'seandainya'.

Seandainya saat itu ia berada di pack, karena pada saat itu ia tengah berlatih dengan Jenderal kepercayaan Ayahnya jauh di dalam hutan, di tepi tebing dekat sungai beraliran derasㅡtempat dimana Elra menghilang.

Seandainya saat itu Darius tidak turun terjun ke dalam pertempuran itu. Ia masih ingat dengan benar jika kala itu, sang Kakak bahkan sedang mengalami cidera di salah satu tangannya.

Seandainya, seandainya, dan segala kemungkinan yang jelas tidak mungkin lagi untuk terjadi.

Carius menghela napas kasar dan mengacak rambutnya sendiri-lebih seperti menjambak.

"Carius."

Tanpa perlu membuka kedua matanya, Carius tahu jika itu adalah suara Derrick.

"Sebaiknya apa yang hendak kau bicarakan adalah hal yang penting untukku, Derrick," ucap Carius langsung. "Aku tidak memiliki suasana hati yang baik dan kupikir lebam di seluruh wajahmu terdengar menarik."

Derrick meletakkan sebuah amplop di atas meja Carius, sama sekali tidak gentar karena ucapan sang Alpha.

"Aku menemukannya siang ini. Di dekat taman, aku tidak tahu siapa yang mengirimnya. Hanya ada nama yang tertuju untukmu dan tanda aneh yang tidak pernah kulihat dimanapun."

Carius menatap sejenak amplop kusam itu. Menarik sedikit rasa penasarannya, ia mengambil amplop itu tanpa pikir panjang dan membukanya lalu membaca kertas yang berada di dalamnya.

Kudengar kau kehilangan peliharaanmu. Aku juga tertarik padanya, berkenan mendapatkan bantuan? Tidak perlu malu ataupun ragu, karena aku akan memastikan kau mendapatkannya kembali.

"Apa-apaan ini?" Carius meletakkan kertas itu kembali di atas meja.

Derrick menggeleng tidak yakin. "Seperti yang sudah kubilang, tidak ada identitas yang disematkan."

"Apa ini sebuah lelucon?"

"Jika itu memang sebuah lelucon, kau seharusnya tahu kalau tak banyak orang yang mengetahui kau menyembunyikan seseorang."

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang