LANGKAH KEDUANYA HANYA DITEMANI oleh keheningan selama melewati lorong-lorong kastil ini.
Cukup banyak pertanyaan yang muncul di benak Elra, tetapi ia menahan sebisa mungkin agar mulutnya tidak menyuarakan apa yang ia tanyakan.
Selain itu, ia juga merasakan sedikit tidak nyaman saat mendapati banyaknya tatapan-tatapan penuh arti yang dilemparkan oleh orang-orang yang mereka lewati.
"Ada apa?" Seolah menyadari ketidaknyamanan Elra, Raziel bertanya.
Elra menggeleng.
"Sungguh?" Raziel bertanya sekali lagi tetapi jawaban perempuan itu masih sama. "Kau lelah?"
Kali ini, Elra mengangguk. "Jika aku boleh mengetahuinya, kau hendak membawaku kemana?"
Raziel tersenyum tipis saat menyadari jika Elra meletakkan rasa segan dan hormat sebagai landasan kepada dirinya.
"Berhenti berbicara dengan bahasa seperti itu padaku, Elra," perintahnya. Aku sungguh-sungguh akan marah jika kau melakukannya lagi. Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Aku bukan Tuanmu dan kau adalah tamuku di sini."
Elra terdiam. Ia tahu jika Raziel berkata dengan lembut namun tegas. Tidak ada sarat kemarahan atau kemurkaan di dalam nada suaranya. Ia sangat tahu.
Namun Elra sama sekali tidak bisa menahan dirinya saat ia merasakan keringat dingin mengaliri punggungnya pun kedua tangannya yang bergetar tanpa alasan yang pasti.
"M-maaf," cicitnya. Ia menyembunyikan kedua tangannya di balik punggung. "Aku tidak akan mengulanginya."
Salah satu tangan Raziel terulur, mengusap pelan pucuk kepala Elra. "Aku tidak memarahimu, jadi kau tidak perlu takut."
"Aku memang tidak."
"Kalau begitu, jangan sembunyikan kedua tanganmu."
Elra menggigit bibir bawahnya. Lihat? Ia memang belum sembuh sepenuhnya. Bahkan saat ini kedua matanya telah berkaca-kaca, siap menumpahkan air matanya.
Raziel mengusap wajahnya-sedikit banyak merasa bingung apa yang harus diperbuatnya.
"K-kau," Elra berdeham untuk mengembalikan suaranya sebelum melanjutkan, "seperti pertanyaanku tadi, kau mau membawaku kemana?"
"Kita sudah sampai." Raziel menjawab.
Elra mengernyit saat mendapati dirinya tiba di sebuah ruangan besar, tetapi ia tidak yakin apa nama ruangan ini.
Kernyitannya semakin dalam tatkala melihat beberapa orang dalam seragam masing-masing berdiri dan berbaris di depannya. Lebih tepatnya di depan Raziel.
"Mereka siapa?" bisik Elra.
"Sebentar lagi kau akan mengenal mereka semua," jawab Raziel ringan sebelum memandang ke arah lain. Ia menatap beberapa orang yang ia perintahkan untuk menghadap padanya dengan tatapan menelisik. "Semuanya! Dengarkan aku!"
Keenam orang itu serentak langsung maju satu langkah lebih dekat dengan Raziel dan Elra. "Ya!" sahut mereka seperti teriakan di medan perang.
"Di sebelahku, ada seseorang yang harus kalian tahu mulai sekarang. Kalian bisa mengenalnya dengan nama Elra. Dia adalah tamu di sini-tidak, dia adalah seseorang di sini.
"Dia memiliki kedudukan yang sama denganku, maka dari itu jangan sekali-kali kalian berbuat semena-mena dengannya walau ia berbeda bangsa dengan kita. Paham kata-kataku?"
"Paham, Yang Mulia."
Raziel melirik Elra. "Nah, sekarang keberadaanmu di sini sudah pasti akan diakui semua orang, Elra. Dengan begini, kau sudah berada dalam naungan perlindunganku dan tak akan ada seorang pun yang berani mendekatimu-apalagi dengan niat yang buruk," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chain Love
Werewolf[completed] Rasa sakit adalah separuh jiwanya. Selama 17 tahun hidupnya disiksa dan dirantai oleh seseorang yang ternyata adalah matenya sendiri tak lantas membuat ia membenci matenya. Hingga rantai yang membelit terlepas, bahagia menyelimutinya. Me...