GELAP.
Hanya itu yang dirasakannya selain hampa dan kesedihan.
Elra menatap ke sekelilingnya. Ia tidak dapat melihat apapun kecuali kegelapan yang melingkupinya. Bahkan ia tidak bisa melihat tangannya sendiri. Ia mencoba untuk berbicara-sebatas memanggil-manggil siapapun yang mungkin akan datang membantunya-tetapi hal tersebut tidak memiliki hasil.
Elra memang dapat membuka mulutnya, tetapi ketika ia mengeluarkan suaranya, tak ada apapun yang terdengar. Ia mencoba berteriak. Namun sekuat apapun usahanya, pita suaranya tetap tidak menghasilkan apapun.
Dirinya hampir menitikkan air mata saat merasakan paparan cahaya yang begitu terang. Saking terangnya, Elra menyipitkan matanya dan seolah itu tidak cukup, ia memutuskan untuk memejamkan kedua matanya.
Begitu ia kembali membuka mata, semuanya tak lagi sama. Kegelapan tak ada lagi dan apa yang ia lihat adalah sebuah taman bunga yang memiliki bermacam-macam jenis terhampar luas dengan sebuah pohon besar yang rindang di bagian tengahnya. Seakan-akan, pohon itulah yang menjadi sumber kehidupan di sini. Cahaya matahari bersinar terik akan tetapi terasa hangat dan angin berembus lembut. Samar-samar, ia mendengar suara seruling yang dimainkan dengan merdu.
Entah apa yang membuatnya terdorong untuk berjalan menuju pohon itu. Melewati bunga-bunga yang bermekaran dengan cantiknya tanpa berniat untuk memetiknya. Dan tatkala ia sampai di tengah-tengah, sesuatu membuatnya terkejut. Mungkin sesuatu adalah kata yang salah, lebih tepatnya ialah seseorang.
Dari belakang, Elra melihat siluet wanita yang kemungkinan memiliki 'ukuran' tubuh yang sama dengan dirinya. Namun ia memiliki firasat jika wanita itu memiliki umur yang jauh lebih tua darinya. Wanita itu memiliki surai berwarna violet yang panjang, persis seperti iris mata Elra. Terlihat begitu halus dan lebat. Ia memakai gaun panjang yang tipis berwarna hitam. Di atas kepalanya, terdapat sebuah tiara perak dengan batu mulia yang menghiasinya sedemikian rupa. Dan ia menyadari, jika wanita itulah yang memainkan seruling.
"..." Elra terperanjat. Suaranya masih hilang. Ia kembali mencoba. Kemudian kembali menghadapi kenyataan jika apa yang ia usahakan tidak ada gunanya.
Suara seruling itu berhenti. Digantikan dengan suara lembut yang anehnya terdengar mencekam di telinga Elra.
"Kau tahu siapa dirimu?"
Elra ingin menjawab, tapi ia tahu ia tidak bisa.
"Kau tahu siapa aku?" Lalu wanita itu tertawa kecil. "Tentu saja kau tidak akan mengenalku."
Dengan langkah perlahan, Elra berjalan mendekati wanita itu. Namun langkahnya terhenti tidak sampai lima langkah di dekat wanita itu.
"Kau tidak bisa mendekatiku lebih dari itu, Elra," ucap wanita itu. "Aku selalu membuat jarak di antara kita, kau tahu?"
Elra terdiam. Tiba-tiba ia merasakan panas di pergelangan tangan dan kakinya.
"Perkenalkan," wanita itu berbalik. "Namaku Xavierra. Pernah mendengar namaku?" lanjutnya. Ia menjentikkan jarinya. "Kau bisa berbicara sekarang."
Xavierra? Elra mengulang nama itu dalam benaknya. Kenapa ia merasa tidak asing dengan nama itu?
"Kau tahu? Sebenarnya aku sedikit kecewa padamu, Elra," ucap Xavierra dengan iris emas yang menyala-nyala, melemparkan pandangan menilai ke arah Elra. "Tidak pernah aku mendapatkan raga dengan jiwa senaif dirimu. Dan sejujurnya itu membuatku sedikit ternganggu."
"Raga?'
Xavierra mendengus. "Hal begini saja kau tidak paham?" remehnya. "Inilah yang membuatku melihatmu dengan cara menggelikan, Elra. Kau pikir dunia sebaik itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chain Love
Werewolf[completed] Rasa sakit adalah separuh jiwanya. Selama 17 tahun hidupnya disiksa dan dirantai oleh seseorang yang ternyata adalah matenya sendiri tak lantas membuat ia membenci matenya. Hingga rantai yang membelit terlepas, bahagia menyelimutinya. Me...