[27]

19.1K 1.7K 63
                                    

RAZIEL MEMPERHATIKAN RUMAH TUA DI DEPANNYA. Rumah tua yang terbuat dari kayu itu tampak begitu rapuh. Membuat Raziel diam-diam bergidik ngeri melihatnya, berpikir kalau-kalau nanti saat ia masuk, rumah itu akan ambruk.

"Kau yakin ini tempat tinggalnya?"

Raziel tidak bermaksud meragukan Jack--yah setengah ragu sebenarnya, tetapi itu bukan salahnya. Bagaimana jika mereka dijebak?

"Aku yakin sekali. Kau tahu kita sudah menelusuri banyak hutan tanpa henti, bukan sebuah kebetulan ada rumah lapuk seperti ini, 'kan?"

Haruskah Raziel menimbang keputusan untuk mencekik Jack nantinya? Baiklah.

"Aku benar-benar akan menghabisimu jika kau membuat semuanya menjadi lebih buruk, Jack."

Jack menggerutu, "Silakan saja, Yang Mulia. Hambamu ini tidak keberatan."

"Kalau begitu, Ayahku juga pasti akan menghapus riwayatmu," tambah Raziel.

"Jika memang itu Yang Mulia inginkan," balas Jack.

Raziel mungkin akan menyemburkan api dari mulutnya jika ia bisa. Sayang sekali api bisa merubahnya menjadi abu.

"Kau kira aku bodoh, Raziel?" Jack mengomel. "Aku sangat paham bagaimana penyihir putih meninggalkan jejaknya."

Raziel mengerutkan kening, jadi sejak tadi mereka mengikuti jejak yang tersisa? Bagaimana jika itu hanya tipuan!?

"Penyihir putih selalu melingkupi tempat ia tinggal dengan sihirnya. Tidak ada tipuan, Meredith bukan penyihir gila itu. Lagipula, kau lihat ada banyak semak dengan bunga berwarna perak tadi?"

Raziel mengangguk.

"Itulah ciri khas mereka," jelas Jack. "Aku tidak bercanda! Kau tidak akan bisa masuk hutan ini jika memiliki niat buruk! Meredith akan menolakmu!"

Andai saja mereka tidak membutuhkan bantuannya dan Ayahnya tidak memaksa, Raziel mungkin tidak akan bersusah payah seperti ini.

"Sampai kapan kau mau diam di sana?!"

Raziel tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat mendapati Jack telah berada di teras rumah rapuh itu.

"Cepat kesini, Pangeran Bodoh!"

.

"Apa Meredith sudah tidak tinggal di sini?"

Sejak awal kedatangan mereka tadi, Jack sudah menekan bel beberapa kali. Namun, tak ada respon dari sang pemilik rumah. Dia juga mencoba untuk mengetuk pintu rumah sebagai implementasi atas adab yang ia pelajariㅡnamun gagal. Awalnya Jack sudah berusaha untuk sabar hingga akhirnya menggedor pintu kayu rumah tanpa henti. Hasilnya nihil. Pemilik rumah tak membukakan pintunya.

"Biarkan aku yang mengetuk," kata Raziel. Ia menarik mundur Jack ke belakang dan maju selangkah menuju pintu. Ia mengangkat tangannya, tepat saat ia akan mengetuk pintu, pintu kayu itu terbuka.

Jack berdecak kesal. "Sialan," umpatnya. "Kalau tahu begini, seharusnya sedari tadi aku menyuruhmu untuk mengetuk pintunya."

Kini, gantian rasa kesal Raziel yang memuncak pun tumpah. Ia meninju perut Jack agar membuat laki-laki banyak omong itu mengunci rapat bibirnya.

"Arghㅡ"

"Halo. Apakah kalian mencari Nona?" Seorang gadis berpakaian pelayan berdiri sembari tersenyum begitu pintu dibuka. Ia tersenyum sopan kepada Jack dan Raziel.

Chain LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang