t w e l v e

468 27 0
                                    

“Derry?”

Di depannya, Derry tersenyum. Dia meneteng tas. Hari ini dia mengenakan jaket pemberian Athena, membuat cewek itu terharu. Tak lama, Derry maju selangkah, memeluk Athena erat. Menjatuhkan dagunya ke pundak cewek itu.

“Gue nggak bisa tidur. Gue kepikiran lo terus. Gue bener-bener minta maaf soal waktu itu. Nggak seharusnya gue ngomong begitu tentang lo. Waktu itu gue emang labil banget. Tapi satu hal yang perlu lo tau, gue sayang lo, Then.

“Gue nggak mau kehilangan sahabat gue. Gue khawatir setelah datangnya Alfa, lo jadi lupain gue.”

Athena mengerjapkan matanya. Dia tidak tahu kalau di depannya benar-benar Derry. “Seriously, Der? Empat hari lo nyuekin gue! Gue kangen bangett sama loo!!”

Selama beberapa saat. Mereka menikmati waktu yang mereka ciptakan. Athena bahagia. Setidaknya, Derry sudah kembali padanya. Dan, satu lagi perkara; jangan lupakan perasaan Athena padanya.

[]

Esoknya, tak seperti biasa, kini dia berangkat bareng Derry. Semalam, Derry menginap, dan tidur di kamar tamu. Tak terhitung berapa kali cowok itu menginap di rumah Athena. Nenek Rahayu pun terlihat senang, sudah lama dia tak melihat Derry berkunjung.

Di sekolah, Derry juga nempel terus sama Athena. Duduk bareng—yang terpaksa Liora harus pindah di sebelah Ian. Dan membatasi waktu sehari saja. Ke kantin bareng. Seperti saat ini.

“Serius ah. Becanda mulu lo,” timpal Derry.

Athena tertawa. “Gue harus ngomong apa?”

Bahkan mereka semeja berdua. Sengaja tak mengajak ketiga temannya. Kata Derry, waktu khusus dengan Athena.

“Ya apa kek! Katanya kangen gue. Berhari-hari nggak ketemu kan harusnya lo tahu perubahan gue.”

“Gue kan gak pernah perhatiin lo. Oke gue coba, ya?” Athena memandangi tubuh Derry lekat-lekat. Baru saja mereka makan tiba-tiba Derry menyuruhnya menebak perubahan dari cowok itu. Mata Athena mencari-cari sisi bedanya. Akhirnya dia nyerah. “Nggak tau ah. Kenapa lo gak kasih tau aja sih? Tebak-tebakan segala.”

Derry cemberut. Dia menyendokkan mie ayam ke mulutnya. Setelah menelan mie tersebut, dia berkata. “Gak asik, ah, Then,” gerutunya. “Nih, poni gue baru gue potong. Nah keliatan pendeknya kan?”

Sesaat Athena memperhatikan. Memang benar, poni cowok itu memendek. Biasanya, poninya panjang sampai dia ribet kalau makan. Tapi sekarang, dia makannya santai-santai saja. Lagipula, mana terlihat kalau Derry menyibak rambutnya ke belakang.

Tapi astaga, ada apa ini? Tak biasanya dia mau memotong poni kesayangannya itu.

“Tumbenan lo potong,” mata Athena memicing. “Wah, ada sesuatu ya?”

Spontan Derry menjentikkan jarinya. Dia tersenyum puas. “Akhirnya lo peka! Gue mau ngomong sesuatu sama lo. Penting. Banget.”

Dari nadanya yang menggebu-gebu pastilah sesuatu itu sangat menyenangkan. Athena menatapnya penasaran. Derry mendekatkan wajahnya, menatap Athena serius. Sambil tersenyum, mati-matian dia menahan detak jantungnya karena posisi mereka yang terpaut sepuluh senti.

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang