o n e

3.4K 91 34
                                    

Game macam apa ini?” Perempuan berkucir kuda menatap galak pada teman-temannya. “Nggak, gue nggak terima! Game nggak seberapa aja hukumannya sedrama itu!”

Salah satu temannya yang berbando merah menyahut. “Payah. Bilang aja lo takut. Mana sifat lo yang katanya sok jagoan? Harusnya, hukuman beginian doang mah kecil.” Ucapannya diiringi oleh siulan setuju oleh yang lainnya.

Laki-laki berambut cepak ikut menimpali. “Terima kekalahan aja kenapa sih?”

“Atau, lo bisa mundur kalau lo mau.” Perempuan lainnya yang berwajah oriental berucap dengan menyeringai. Menatap merendahkan atau mencemooh—tidak terlalu jelas.

Gadis berkucir kuda tadi menggebrak meja. Mata bulatnya menatap tajam ke arah teman-temannya—Liora, gadis berbando merah. Ian, laki-laki berambut cepak. Rena, gadis berwajah oriental. “Denger, ya, Athena nggak bisa dianggep remeh kaya gitu. Gue nggak takut. So, tenang aja, gue bakal sportif kok!”

Derry, salah satu laki-laki yang bisa dibilang paling ganteng dengan rambut acak-acakan dan baju yang dikeluarkan—entah kenapa malah membuatnya semakin terlihat ganteng—menguap serta mengibaskan tangannya. “Hah, udahlah, jangan maksa kalau nggak sanggup. Lo boleh mundur kok. Setelah itu, kuy main lagi.”

Athena, gadis dengan kucir kuda, melayangkan pelototannya pada cowok itu. “Gue bilang jangan remehin gue!” Dia menoleh pada yang lainnya. “Kapan acaranya?”

Ian mengangkat tangan. “Kurang lebih dua puluh menit lagi bel bakal bunyi,” Ia menyeringai. “Kalau bisa sih sekarang.”

Athena menarik kerah seragamnya seolah dia merupakan manusia paling jagoan di antara mereka. “Oke, sekarang juga gue bakal ke perpustakaan. Dan sebentar lagi kalian akan mendengar kabar fenomenal yang gak pernah gue lakuin—yaitu nembak cowok.” Setelah mengucapkan itu, Athena berbalik ke luar kelas.

Samar-samar terdengar suara Rena mencibir. “Jangankan nembak, orang ditembak aja nggak pernah!”

Athena berjalan cepat, napasnya menggebu-gebu dengan tangan tergepal, pijakannya seolah terasa penuh sentakan. Athena terus merutuki kebodohannya untuk bergabung dalam permainan ular tangga aneh dengan hukuman yang tak kalah aneh di jam istirahat. Hingga menyebabkan dirinya menerima kekalahan dengan hukuman menembak cowok cupu di perpustakaan.

Konyol. Bahkan Athena jauh lebih konyol karena mau-mau saja menurutinya. Bagaimana lagi, Athena bukan gadis pengecut yang lari dari tanggungjawab. Dan teman-temannya itu ... Athena bakal jamin mereka akan menyesal nantinya. Perlu diketahui, mereka sebenarnya baik, ramah, penuh dengan humor, namun itu semua akan lenyap begitu lain keadaan. Seperti saat ini.

Athena sudah berada di perpustakaan. Matanya mengedar ke sekitar. Siswa-siswi sebagian duduk di meja besar tengah ruangan sambil membaca buku. Sebagiannya lagi berdiri di samping rak-rak seraya memilih-milih buku. Athena terus berjalan mengelilingi perpustakaan, jujur saja, dia tak suka membaca, itulah alasannya kenapa dia tak pernah ke sini.

Ruangannya menggunakan karpet biru tipis sebagai alas lantainya. Tak terlalu banyak murid. Aromanya tak terlalu menyengat seperti kebanyakan ruangan—mungkin aroma buku. Juga ber-AC. Dan point pentingnya, Athena menyangka kalau perpustakaan juga memiliki sambungan wifi yang menambah kenyamanan. Athena sepakat untuk datang ke sini dan menjadikannya tempat tidur paling nyaman.

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang