t w e n t y t w o

363 20 0
                                    

Alfa memejamkan matanya. Menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, menerbangkan helaian kecil rambutnya. Berada di tempat favorit Athena memang membuatnya tenang, meskipun hanya sedikit. Sudah kesekian kalinya dia mengunjungi tempat ini, berharap ia bisa bertemu Athena. Nyatanya nihil. Sudah setengah jam istirahat dia habiskan untuk menunggu cewek itu.

Berkali-kali Alfa mengunjungi kelas Athena, namun tak kunjung menemukannya. Juga di rumahnya, Athena seperti tak ada di rumah. Sebenarnya Alfa tahu, teman-teman Athena beserta Neneknya menutupi keberadaan Athena. Alfa menghargai itu. Tapi Athena, sebegitu benci kah dia dengan Alfa hingga sekarang ini menjauhinya. Jika disuruh memilih, Alfa akan memilih saat-saat pertama kalinya dia bersama Athena.

Athena yang kerap kali memarahinya, membentaknya, tak jarang juga mengusirnya—meskipun Alfa kadang menyesali dirinya yang terlihat berbeda di mata Athena karena cewek itu selalu menganggap Alfa pengganggu, tidak seperti lainnya. Setidaknya Athena tidak menghindarinya seperti ini.

Baru saja Alfa merasa senang karena Athena menerimanya. Kini cewek itu kembali lagi seperti dulu, jauh untuk digapai, bahkan sangat jauh. Dia teringat pada kemarahan Athena dengan menyebut fakta kalau dia menyukai Alfa, dengan ekspresi kekecewaan di wajahnya. Bukan itu yang Alfa inginkan.

Semua salah. Alfa tak ada niatan untuk mempermainkan Athena. Dia tulus. Memang ini kesalahannya. Jika saja dia berbicara alih-alih diam karena terkejut dengan apa yang Athena katakan, seharusnya Athena takkan menjauhinya. Seharusnya Athena masih di sini bersamanya.

Di sisi lain, Athena hampir ingin menitikkan air matanya. Dia menatap nanar punggung yang berdiri membelakanginya, kemudian menurunkan pandangannya pada kertas yang dibawanya. Seminggu setelah ujian, dan akhirnya hasil ulangan tersebut dibagikan. Entah apa yang membawanya ke sini, mungkin secara narulinya.

Awalnya tanpa sadar Athena pergi ke Taman belakang dan berharap menemukan Alfa lalu memeluknya seraya menunjukkan kesenangannya lewat kertas bernilai 95 di Matematika dan 90 Biologi. Sekarang dia sadar, dia salah mengikuti kata hatinya. Taman belakang bukan lagi tempat baginya.

Athena berbalik, berjalan menjauhi tempat itu seraya menyeka air matanya yang mau tumpah. Tanpa sengaja dia menginjak botol hingga menimbulkan suara. Dia tidak peduli, Athena secepatnya pergi dari tempat itu.

Sedangkan Alfa yang kaget kontan membuka matanya. Segera dia menghampiri sumber suara. Tak ada siapa-siapa di sana. Saat pandangannya menurun, dia menemukan sebuah gelang tergeletak di tanah. Alfa mengambil benda itu, hatinya menghangat, tanpa sadar dia tersenyum.

Setidaknya, dia masih memiliki kesempatan untuk memperbaikinya.

[]

Seolah belum cukup penderitaannya, Athena mendapati Satria di depannya saat melewati UKS sedang berbincang dengan anak kelas dua belas lainnya. Dia menyesal telah memilih jalan ini. Tahu-tahu Satria berbalik saat Athena ingin memutarbalikkan tubuhnya.

“Athena tunggu! Please, sebentar aja.” Satria sudah berada di depan Athena. Makin lama Athena makin muak saja. “Apa kabar?” tanyanya basa-basi.

Athena memutar bola matanya. “Nggak ada waktu buat basa-basi. Jadi cepetan mau ngomong apa,” sambarnya ketus. Melihatnya, Satria hanya tersenyum maklum.

“Gue mau minta maaf sama lo soal tempo hari,” ucap Satria langsung, Athena menoleh. “Gue sadar, gak seharusnya gue maksain perasaan lo. Gue udah ikhlasin kok. Lagian lo kan sukanya sama Alfa. Maafin gue, ya? Gue janji gak akan kayak gitu lagi.”

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang