t w e n t y n i n e

306 20 0
                                    

[belum edit, ya. Kalau ada typo, komen aja. Enjoy!]

***

Athena tidak tahu apa yang membawanya kembali ke sekolah. Dia menginjakkan kakinya di Taman belakang, Taman yang belakangan ini jarang ia kunjungi. Entahlah, firasatnya mengatakan keberatan Alfa di sini. Mengingat Athena pernah memergokinya sedang berdiam diri di sana.

Beruntung, meskipun kondisi Taman belakang sangat jarang dikunjungi, di malam hari, lampunya masih menyala terang. Athena melangkah sementara matanya mengedar ke sekeliling. Seketika dia membeku melihat seseorang duduk di bawah dengan bersandar di batu besar. Posisinya membelakangi Athena.

Tanpa melihat pun Athena tahu dia Alfa. Selain karena postur tubuhnya yang Athena kenal, Athena juga tahu jas Alfa yang tergeletak di sebelah cowok itu. Dia mengenakan kaos oblong berwarna cokelat.

“Alf?” Saat Athena mendekat pun Alfa tak merespon, dia tetap menatap kosong apa yang dilihatnya tanpa menoleh. Kemudian Athena ikut duduk di sebelah Alfa, meletakkan tangannya di pundak cowok itu. “Lo kemana aja? Gue nyariin lo. Lo kenapa ninggalin panggung tadi?” tanyanya lembut.

“Athena,” gumamnya kemudian menoleh. Athena tercekat, raut cowok itu sekarang sama kacaunya dengan rambut berantakan dan matanya sembab, hidungnya memerah. “Kumohon mulai sekarang kau jangan mencariku lagi.”

Athena tertegun. “Maksud lo apa?”

“Kautahu maksudku apa. Aku benci kau. Dan aku ingin kau berhenti mendekatiku lagi. Kita berakhir di sini,” seloroh Alfa langsung. Selama beberapa saat Athena bergeming di tempatnya, berusaha mencerna kata-kata Alfa. Alfa lalu bangkit. “Aku harus pergi.”

Ucapan itu bagai sengatan listrik yang membuat Athena tersentak dan ikut bangkit. Dia berdiri menghadang jalannya Alfa. “Tunggu, gue masih gak ngerti kenapa lo tiba-tiba mutusin gue. Lo kenapa sih?”

Alfa menatapnya datar. “Aku harus pergi,” tandasnya, mengabaikan pertanyaan Athena.

Emosi Athena memuncak. Dia mendorong Alfa, meluapkan seluruh amarahnya. “Gue tanya sama lo. Apa sih yang membuat lo jadi sepecundang ini? Jangan bilang gue gak tau masalah lo sama Kak Arden, ya!” Perkataan itu sukses membuat Alfa tersentak. “Gue tahu semuanya. Gue heran sama lo, kenapa lo sepengecut ini. Yang mau-maunya diperbudak sama masa lalu lo sendiri. Gak malu?!”

“ITU KARENA KAU TAK TAHU APA-APA!” bentak Alfa, matanya Alfa berkilat amarah. “KAU TAK MENGERTI MASALAH INI! JADI BERHENTI LAH SOK TAHU DAN MENASIHATIKU!”

“GILA AJA LO!” sambar Athena, tangannya menunjuk Alfa. “Gue tahu, ya! Gue tahu lo pernah nyelakain Arden, lo jahat sama dia, lo bikin dia sakit, lo bikin orangtua lo kecewa, lo bikin semua orang ngejauhin elo karena keegoisan lo sendiri! Kurang tahu apa gue? Parahnya, lo mau ngorbanin apa aja buat nebus kesalahan lo ke Arden!” balas Athena dengan satu tarikan napas. “Termasuk gue.”

Alfa menunduk. Dalam diamnya, dia merasakan bulir bening jatuh dari pelupuk matanya. Kata-kata itu menohok jantungnya. Memang benar, hal yang sangat ia takuti dan sulit untuk merelakan adalah Athena. Bodohnya dia malah melakukannya tanpa bisa mencegahnya. Ini kesalahannya.

“Kenapa lo lakuin ini?” Athena bertanya lirih, dia sudah terisak di tempatnya. “Lo pikir gue apa? Barang yang seenaknya lo buang saat lo udah nggak ngebutuhin lagi? Apa gue sesampah itu sampai lo perlakuin begitu?”

Alfa mendongak, menggeleng pelan. “Kau bukan barang. Dan kau bukan sampah. Kau lebih berharga dari apa pun itu. Maka itu aku membuangmu di suatu tempat terbaik untukmu.”

“Lo gak tahu apa-apa. Lo bahkan gak mikirin perasaan gue. Apa lo mikir kalau gue nantinya bakalan senang sama Kak Arden? Apa lo tahu Kak Arden suka atau enggak sama gue?”

“Aku tahu.”

“Nggak. Lo hanya mengulangi peristiwa masa lalu lo. Lo gak bisa kayak gini, Alf! Lo gak boleh nyamain yang lalu sama sekarang. Mereka berbeda,” Athena merangsek maju memeluk Alfa, menyembunyikan wajahnya di balik dada bidang cowok itu. Di sana, ia menumpahkan tangisannya. “Gue mohon lo berubah. Jangan lihat masa lalu lagi.”

Alfa bergeming. Ia menatap nanar Athena, dia mengusap air matanya yang nyatanya sia-sia saja karena air matanya terus menetes. “Maaf.”

Dalam pelukannya, Athena mengguncangkan badan Alfa. “Gue gak cinta Kak Arden. Gue cintanya sama lo. Please jangan kayak gini, gue gak mau sama Kak Arden, Alf. Lo udah janji buat nemenin gue terus kan?”

“Kak Arden sayang kamu, Athena,” kata Alfa yang sengaja menggunakan aku-kamu, bermaksud membuat Athena tak suka. Tangan Alfa bergerak membalas pelukan Athena, menyembunyikan kepalanya di leher cewek itu. “Hei, dengar, lagipula, aku tak punya alasan lagi untuk menahanmu. Kamu bebas sekarang. Kamu bisa pergi dari aku.”

“Gue gak peduli! Alasan lo udah berapa? Tujuh kan? Biar gue yang lengkapin sampai sepuluh. Alasan nomor delapan; gue sayang lo, gue nyaman sama lo. Sembilan; karena lo segalanya buat gue. Karena lo, gue bisa mengerti banyak hal. Oke, gue emang kurang alasan nomor sepuluh, tapi gue janji bakalan nyatain alasan itu secepatnya. Dan keputusan akhir di gue kan? Gue nyatain kalau lo berhasil.”

Entah mengapa pernyataan itu terdengar pahit di telinga Alfa. Sangat menyakitkan. “Maaf,” Dia melepas pelukannya. Dia menghapus air mata Athena. Beberapa saat dia menatapnya lekat. “Bukan kah cara paling ampuh untuk membuatmu melakukan sesuatu adalah dengan menantangmu? Sekarang, aku tantang kamu buat pergi dariku. Aku harus pergi. Bahagia, ya,” katanya sambil mengambil jasnya sebelum beranjak.

Athena menatap sosok di depannya tak percaya. “Gue memang merasa pengecut kalau gak penuhi tantangan itu,” ucapannya seketika membuat Alfa berhenti berjalan. “Tapi, gue bakal merasa amat sangat tolol dengan menuruti tantangan itu yang berakhir penyesalan pada diri gue. Gue gak kayak elo, Alf.”

Alfa berusaha mengabaikan. Akhirnya, dia berjalan menjauh.

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang