e l e v e n

484 24 0
                                    

Athena menatap lesu pagar hitam setinggi tiga setengah meter di depannya. Saat mengingat siapa pemilik rumah itu, pikirannya kembali melayang pada kejadian pagi tadi, sekitar jam sembilanan mungkin.

Saat itu, Athena baru keluar dari toilet setelah selesai mengganti pakaiannya olahraganya dengan seragam. Awalnya terasa biasa-biasa saja, berjalan santai melewati koridor sambil menatap pemandangan anak-anak lain yang sedang beraktivitas di bawah lewat pilar, namun semua itu berangsur lenyap begitu Ergi, teman sekelas Athena muncul.

Bertepatan dengan Alfa yang sedang menuju toilet.

Dengan itu Ergi mempercepat langkahnya, menghampiri Alfa. “Alfa tunggu!” Alfa berhenti. Menatap Ergi di depannya. Ergi mengambil napas beberapa saat kemudian menyerahkan dua lembar inti permasalahan Athena. “Lo cowoknya Thena kan? Tolong kasihin kertas ulangannya dong. Sumpah! Gue capek nyari-nyari dia.”

Alfa menatap kertas itu, lalu menaikkan pandangannya ke baju olahraga Ergi dengan kernyitan jelas di wajahnya. “Bukankah kelas kalian selesai pelajaran olahraga? Mungkin saja Athena sedang ganti.”

Ergi mengelap keringatnya dengan lengannya. “Intinya, gue gak mungkin nyamperin dia ke sana. Bisa mati gue dilempar gayung sama cewek-cewek! Selain itu, lo nggak mikir apa gimana kalau pamor gue turun di kalangan cewek?”

Athena mendecakkan lidah. Dasar mulut buaya! Sepaham Athena, Ergi merupakan ketua kelas Athena yang paling banyak sensasinya. Juga pemalas akut. Jadi untuk mengimbangi kedua sifat itu saat guru memberikan tugas membagikan hasil ulangan, Ergi menggunakan metode nimpalin-ke-orang-terdekat. Lalu menggunakan mulutnya untuk memuluskan rencananya.

Dan apa katanya? Pamor? Halo! Cuma cowok ceking dengan rambut gondrong klimis hasil polesan Gatsby saja belagu!

“Terus, sekalian bilangin ke Thena, dia dipanggil sama Mami Wen. Gitu aja, Athena udah ngerti kok, tenang aja. Makasih ya! Gue cabs dulu.” Setelah mengatakan itu Ergi melesat pergi.

Mami Wen alias Bu Wenda—begitu panggilan satu kelas pada beliau, wali kelas Athena. Astaga, nama itu membuat Athena merinding bukan main. Beliau tidak setipe dengan guru kejam lainnya, namun yang ini berbeda. Dengan caranya yang lembut, juga mengancam.

Athena menghilangkan pemikiran buruknya. Yang terpenting, dia harus berhasil mencegah Alfa untuk melihat hasil ulangannya. Athena lari pontang-panting. Tapi terlambat. Alfa sudah melihatnya.

Tatapannya adalah tatapan yang paling tidak ingin Athena lihat. Dia mengernyit. Kemudian menatap Athena tak percaya seolah Athena tak dapat mengerjakan soal penjumlahan TK sederhana.

Alfa menggeleng sambil mendecakkan lidahnya. “50 di dua mata pelajaran. Temui wali kelasmu dulu, baru nanti kita ketemu lagi. Kau perlu kuajarkan banyak hal tentang materi ini,” katanya. “Tidak menerima bantahan karena kau tahu sendiri akan ancaman tidak naik kelas saat dua mata pelajaran memiliki nilai rendah jika kau tak memperbaikinya.”

Perkataan Alfa sangat serius dan tak terbantahkan. Setelahnya dia berangsur pergi sembari membawa kertas ulangan Athena. Dan itu memang benar adanya. Bahkan saat Athena keluar dari ruang Bu Wen pun menceramahinya tentang hal itu.

Dan di sinilah Athena berada, di depan rumah Alfa. Tak ada harapan lain selain mengiyakan pertolongan cowok itu untuk mengajarinya. Huh, melihatnya aja bikin malas dan sekarang dia harus berhadapan lebih sering lagi dengan Alfa yang notabenenya guru les privat.

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang