t w e n t y s i x

404 18 0
                                    

Alfa mencoba untuk fokus dengan permainannya. Dia memilih untuk tidak memikirkan masalah Athena-Arden lagi. Memikirkan hal itu selalu saja membuat Alfa kacau. Lagipula, apa yang perlu dikhawatirkan? Athena sayang pada Alfa. Athena juga tak menganggap Arden lebih dari sekadar teman.

Semua itu aman kan?

Alfa menoleh pada Athena. Dia tersenyum kecil melihat cewek itu yang begitu serius menatap jari-jari Alfa seolah berusaha menghafal kunci lagunya. Hal itu membuat Alfa lantas menghentikan permainannya, yang langsung ditatap bingung oleh Athena. "Agak dekatan. Akan kuajarkan kau untuk memainkan piano."

Athena mengerjap sesaat. "Nggak deh, gue gak bisa. Lanjutin latihannya aja," tolaknya.

Alfa menggeleng. "Kenapa kaubilang begitu sebelum mencoba? Hey, aku yakin otakmu tidak seminus itu jika hanya digunakan untuk mempelajari kunci piano, bukan?" Dia mengangkat alis. Athena memelototinya.

"Wah, lo nantangin gue nih?" kata Athena.

"Bisa jadi. Ternyata cara paling ampuh membuatmu melakukan sesuatu adalah dengan menantangmu."

Athena mengangkat alis, tak urung dia menggeser duduknya lebih dekat dengan posisi Alfa. Dia mengangkat bahu. "Bener, lo selalu tau tentang gue," Athena menoleh. "Tambahan, lo juga harus tau, gue bukan pengecut," seperti Ayahnya yang langsung mengusirnya, menitipkan dirinya pada Neneknya setelah Ibunya meninggal—batin Athena.

Alfa mulai menjelaskan dasar-dasarnya sementara Athena menyimak. Kemudian mencontohkan salah satu kunci dan membiarkan Athena mengikutinya. Karena masih terlihat ragu, refleks Alfa memegang tangan Athena, membimbingnya menekan tuts. Mati-matian dia menahan detak jantungnya yang berdentum tak karuan karena jaraknya dengan Athena yang dekat.

Padahal Alfa sering dekat-dekat dengan Athena. Bahkan memeluknya. Tapi kenapa dia masih saja deg-degan, sih? Kalau saja Athena dengar kan malu!

Namun di sisi lain Alfa menyadari satu hal; dia benar-benar sayang Athena. Dia akan melakukan semuanya asal Arden tidak mengambil Athena.

Tiba-tiba Athena melepaskan tangannya, Alfa terlonjak, kemudian Athena menekan tuts asal dengan raut kesal. "Udah ah, nyerah gue! Bener kata lo, otak gue terlalu minus buat belajar beginian."

Alfa memandanginya. Athena menyandarkan kepalanya di atas tuts-tuts, dia tampak lucu kalau sedang kesal begitu. Entah dorongan dari mana tangan Alfa bergerak mengusap puncak kepala Athena lembut, sedangkan Athena tampak terkejut namun dia diam dan balas menatap Alfa. "Aku cuma bercanda. Jangan menganggap dirimu sebodoh itu di awal-awal. Semua juga membutuhkan proses. Yang terpenting adalah niat sungguh-sungguh. Itu kunci dari segalanya."

Athena melihat seulas senyum tipis terbit dari bibir Alfa. Kemudian matanya yang menyiratkan keteduhan. Dalam keadaan apa pun Athena lebih suka melihat kedua hal itu dari wajah Alfa. Semua terlihat tulus. "Lo tau, gue suka sama mata lo yang nenangin. Juga senyum lo."

Sesuatu yang baru Alfa pahami dari Athena. Ternyata cewek itu terlalu blak-blakan hingga melontarkan hal seperti itu tanpa tahu kalau muka Alfa memanas sekarang ini. Mendadak Alfa menyesal pernah mengingatkan Athena untuk selalu terbuka dengannya yang notabenenya pacar cewek itu.

"Lo lucu kalau lagi blushing gitu," Athena duduk tegak. "Gue gak niat godain lo, serius. Itu jujur. Makanya gue minta sama lo buat tetep natap gue kayak gitu. Karena mata biru lo selalu nenangin gue. Dan terpenting, tepatin alasan lo buat musti ada buat gue."

Alfa tersenyum. "Pasti. Apa pun untukmu."

Beberapa saat kemudian Athena memutar tubuhnya, dia beranjak. "Eh, hape gue ketinggalan di kelas nih. Lo tunggu sini bentar, ya? Gue ambil dulu, abis itu balik," katanya yang dibalas anggukan oleh Alfa. Dengan langkah panjang Athena keluar dari Ruang Musik. Baru saja ingin berbelok menuju anak tangga, matanya menangkap dua orang di seberang koridor.

Arden mengobrol dengan Bianca di depan kelas cewek itu. Dahi Athena mengerut, mereka saling kenal?

Arden lalu berjalan pergi. Kebetulan dia melewati posisi Athena. Lantas dia menyunggingkan senyuman lebar. "Eh, Thena," sapanya.

"Iya," Athena balas senyum. "Omong-omong, lo kenal dia? Maksud gue, Bianca."

Arden menatap bingung. "Kenal. Dia temenku. Kenapa?"

Ah, Athena rasa banyak kebetulan yang akhir-akhir ini didengarnya. Kemarin dia baru tahu kalau Arden merupakan teman Alfa. Sekarang Arden teman Bianca yang merupakan teman Alfa juga. Ada apa ini? Athena menggeleng. "Nggak, sih. Cuma nanya."

"Oh, oke," kata Arden. "Eh, pensi nanti, kelas kamu nyumbang kreasi apa?"

Benar, belakangan ini banyak siswa-siswi membicarakan tentang pentas seni akhir semester tersebut. Ramai-ramai mereka membahas untuk menampilkan apa dan mengadakan bazar apa. Memang sih, setiap semester akhir selesai UN, sekolah Athena mengadakan pensi bergengsi seperti itu dengan tambahan mengundang artis-artis papan atas sebagai spesial guest. Pastinya banyak anak-anak sekolah lain ikut serta melihatnya.

"Dance kali," jawab Athena. Dia juga sering mendengar kelompok cewek di kelasnya membicarakan jadwal latihan.

"Kamu ikutan juga?"

Athena tertawa. "Gila, nggak lah! Gue gak bakat buat nari-nari gitu."

"Sayang, padahal keren banget kalau kamu ikutan."

"Gimana bisa lo bilang keren kalau lo aja belum pernah liat gue dance?"

"Haha, iya juga, ya?"

Mereka tertawa tanpa tahu seseorang sedang menatap mereka dengan sorot terluka. Alfa, yang tadinya ingin keluar ke toilet, menangkap pemandangan menyakitkan itu. Melihat Athena tertawa seperti itu dengan Arden membuat hatinya serasa diremas. Sakit.

Dua kali dia melihat mereka seperti itu. Yang berarti bukan lagi kebetulan.

Baru tadi Alfa baik-baik saja. Tersenyum bahagia dengan Athena di sebelahnya. Merasa Athena dekat, masih miliknya dengan penuturan cewek itu. Baru saja. Dan setelah beberapa menit lamanya dia merasa jatuh kembali. Jatuh dengan kenyataan pahit yang mendorongnya pada fakta sesungguhnya.

Alfa takkan bisa mempertahankan Athena lagi.

Detik itu juga, Alfa merasa hancur.

[]

Athena sudah kembali dari kelasnya dan membawa ponselnya. Dia membuka kenop pintu, dia bingung, sesaat saat matanya mengedar ke sepenjuru ruangan, dia tak menemukan Alfa di sana. Ke mana dia?

Arden.

Tidak tahu kenapa pikirannya menjurus ke sana. Apa tadi Alfa sempat melihatnya mengobrol bersama Arden? Masa iya dia marah gara-gara itu? Tapi, mengingat kejadian kemarin yang membuat Alfa seolah berubah pendiam. Sengaja dari tadi Athena menahan keinginannya untuk menyinggung topik itu pada Alfa. Takut membuatnya marah.

Athena menghembuskan napasnya lelah. Memang, mereka berdua ada masalah apa, sih? Dan Alfa sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak Athena ketahui sekarang.

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang