t w e n t y e i g h t

350 18 0
                                    

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Pentas seni yang diadakan hari ini akan dimulai beberapa menit lagi. Suasana riuh akan sorakan penonton yang antusias menantikan acara. Sebagian lagi masih asik berkeliling di bazar yang juga turut serta meramaikan suasana dengan menjual beragam makanan, minuman, aksesoris, dan lainnya.

Di belakang panggung megah setinggi 20 meter, Alfa berkali-kali menggosok-gosokkan tangannya yang mulai basah karena gugup. Dia mendapat nomor urut dua. Jadi, Alfa hanya punya waktu sepuluh atau lima belas menit lagi setelah pembukaan acara dan penampilan nomor dua selesai baru dia akan menunjukkan aksi pianonya.

Di sebelahnya, Athena menatap keriuhan sambil menggelengkan kepala. “Gila, gak heran tiap event Perwira banyak peminatnya, orang yang nonton bejibun gitu,” komentarnya. Dia menoleh pada Alfa. “Gausah gugup. Pede aja, oke? Anggap lo lagi latihan biasa. Dan sorakan penonton lo kacangin aja, anggap nyamuk yang suaranya nyaring ganggu latihan lo. Tapi guenya jangan lo kacangin juga kalo teriak. Gue beda. Bukan nyamuk. Tapi kupu-kupu.”

Alfa tahu Athena berkata seperti itu untuk menghibur dirinya, membuatnya berhenti berpikir buruk tentang penampilan pertama kalinya ini. Maka dari itu Alfa tersenyum. Dia sudah mempersiapkan segalanya sebelumnya. Athena mendukungnya dan banyak membantunya mewujudkan cita-citanya. Untuk permulaan ini, Alfa tak ingin mengecewakannya.

“Baiklah, kupu-kupu yang mengganggu.”

Athena melotot. “Oh, jadi lo keganggu nih?”

Alfa nyengir. “Aku hanya menuruti kata-katamu.”

“Gue beda, jangan lo kacangin. Gue bilang gitu tadi. Gak pake penggangu, tolong bedakan, ya,” kata Athena. Dia menatap penampilan Alfa dari ujung kepala sampai ujung kaki. Jujur saja dia terpesona dengan penampilan cowok itu. Dia mengenakan tuksedo cokelat dan polesan rambut lebih rapi dari sebelumnya. Dengan itu dia Alfa lebih tampak dewasa—dan didukung wajah imutnya.

Alfa mengacak-acak rambut Athena—yang merupakan kebiasaan barunya. “Jangan tersinggung begitu. Kau lucu tahu.”

“Hm? Makasih,” tukas Athena. “Serius, pokoknya, lo harus konsentrasi. Harus pede.”

“Iya,” jawab Alfa. Kemudian terdengar suara pembawa acara yang menandakan acara telah dimulai.

Athena menatapnya prihatin. “Mau gue temenin sampai giliran lo?” tawarnya yang dijawab tolakan halus oleh Alfa dengan alasan dia harus berani. Athena mengangguk, sebenarnya ada rasa tak tega padanya untuk meninggalkan Alfa, bagaimana pun juga Alfa benar. Dia harus berani. Maka dari itu Athena memajukan badannya, memberi Alfa pelukan singkat dan menepuk pundak cowok itu. “Percaya sama diri lo. Gue tau lo pasti bisa.”

[]

Athena menatap panggung di depannya harap-harap cemas dari daerah penonton. Berkali-kali dia berdoa untuk kemudahan Alfa. Athena tahu ini kali pertama cowok itu tampil di depan umum. Mengingat seberapa canggung Alfa saat Athena kenalkan dia dengan teman-temannya, membuatnya was-was seberapa canggungnya Alfa jika di depan panggung begitu.

Athena menggeleng keras-keras. Dia tahu Alfa bisa. Dia pasti bisa.

Tahu-tahu Rena menyenggolnya. “Eh, bentar lagi giliran Alfa, kan?” Athena mengangguk.

“Oke, beri tepuk tangan dulu dong buat Galaxy Dance Crew! Kece-kece, ya?” Terdengar suara MC. “Apalagi ada tuh gerakan senggol-senggolnya yang entah gue ngerasa ahoy banget,” katanya yang dihujani sorakan dari penonton. Sang MC menunjuk barisan cowok dengan sorakan terkeras. “Heh, sorak-sorak lo juga demen aja. Ngaku lo.”

Story of AthenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang