10 | De Javu

12 4 5
                                    

Hari ketiga di rumah sakit ...

Vanilla membuka pintu sebuah ruangan. Dari kejauhan dia melihat seorang laki-laki terbaring dengan mata tertutup. Usianya seumuran dengannya. Ia dipasang berbagai macam infus serta wajah yang diperban secara keseluruhan kecuali hidung dan mata. Vanilla tersenyum pahit memandang laki-laki itu.

Vanilla menaruh tas selempang miliknya di nakas dan duduk di pinggir ranjang rumah sakit, menumpukkan tangannya di atas tangan lelaki itu, "Hai. Apa kabar?" Vanilla tersenyum tipis, menahan air mata turun daei pelupuk matanya.

"Kok kamu lama banget tidurnya? Kamu nggak mau lihat aku apa?" mata Vanilla mulai berkaca-kaca. Dari kejauhan para kru mulai takjub dengan akting Vanilla yang begitu menghayati peran.

Vanilla berucap lagi, "Aldo marah ya sama Shania? Seharusnya kamu nggak datang kesana waktu itu. Seandainya waktu itu kamu nggak datang kesana. Seandainya kamu nggak turutin permintaan dia. Seandainya aja aku nggak datang di hidup kalian. Sekarang aku hanya bisa bilang seandainya ...."

Vanilla mulai menitikkan air mata. Keajaiban terjadi. Tangan lelaki yang dari tadi di genggamnya mulai menunjukkan gerakan lambat. Mata laki-laki itu pun juga mulai terbuka perlahan. Vanilla berdiri memandangi wajah itu.

Seharusnya Vanilla mulai berdialog lagi, tetapi matanya tak bisa lepas dari manik mata laki-laki itu. Dari kejauhan para kru mulai meneriaki Vanilla. Tetap saja Vanilla tak menengok sekalipun.

Mata itu ... mengingatkanku padanya.

"Cut!" Ladit menghentikan syuting. Vanilla menggelengkan kepala begitu sadar kemudian dia membetulkan posisi berdirinya menjadi normal.

"Gue kenapa sih tadi?" Vanilla bertanya-tanya dalam hati.

Ladit memberikan botol minum kepada Vanilla. "Lo kenapa natap Lano penuh cinta kayak tadi sih?" tanya Ladit heran.

Vanilla diam sebentar, kemudian menjawab "Hah? Penuh cinta? Vani cuman bengong, Bang. Maaf ya!"

Ladit menganggukkan kepalanya kemudian berdiri dari posisi, "Semuanya, kita istirahat ya! Kita lanjut take setelah makan siang."

🎬

Dan disinilah Vanilla berada sekarang. Dia bersama beberapa pemain sedang menuju ke kantin rumah sakit tersebut untuk memesan makanan.

Tadinya, Vanilla mengusulkan untuk makan nasi padang di rumah makan depan rumah sakit, tetap banyak yang tidak setuju karena harus berjalan cukup jauh dengan cuaca diluar yang panas menyengat kulit.

Unch, manja!

Baru memasuki wilayah kantin, seseorang menyenggol pundak Vanilla sehingga dia meringis. Dia sempat melihat siapa orang tersebut, tetapi orang itu memakai masker hitam sehingga hanya matanya saja yang mampu Vanilla lihat.

Kayak pernah lihat deh. Dimana ya? Vanilla membatin.

"Maaf-maaf ...," suara bariton khas laki-laki. Kemudian orang itu berjalan cepat meninggalkan kantin. Baru akan mengejar lelaki itu, Lano menyentuh pundaknya.

"Mau kemana?" tanyanya pelan setelah Vanilla menoleh menatapnya. Vanilla menggeleng.

Lano dan Vanilla berjalan beriringan dengan Lano membawa nampan yang berisi lima mangkuk soto ayam. Sedangkan Vanilla membawa dua gelas berisi jus jeruk, tiga gelas ice lemon tea, dan satu kaleng coke. Mereka bergabung bersama yang lain di meja pojok kantin. Kehadiran mereka di kantin menarik banyak perhatian orang-orang yang berada di kantin. Mungkin karena mereka artis.

A & STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang