9 | Hari Pertama Syuting

9 4 1
                                    

Vanilla dan Gilang duduk di sofa panjang yang berada di rumah Vanilla dengan tatapan tajam yang mereka dapat dari Natasya dan Mami Gilang. Al sendiri hanya memainkan ponselnya sesekali melihat ke arah mereka dengan datar.

"Bisa kalian jelaskan kenapa kalian melakukan itu?" tanya Natasya yang menahan amarahnya yang sudah di ubun-ubun.

"Maaf, Ma." Hanya itu yang keluar dari mulut Vanilla.

Natasya beranjak dari sofa lalu bersiap menampar anaknya itu tetapi tangannya ditahan oleh Gilang, "Tante boleh marah sama kami, tapi Tante nggak berhak buat bertindak kasar sama Vanilla."

"GILANG!" bentak Mami Gilang.

Gilang menatap Maminya tanpa takut, "Mami, kalau menyangkut fisik Vanilla, Gilang harus turun tangan."

"Ma, udah ya. Sekarang duduk dan dengarkan penjelasan mereka." Al melingkarkan lengannya di pundak Natasya dan menuntunnya untuk duduk kembali.

Gilang menghembuskan napas panjang kemudian dia menjelaskan semua yang terjadi, "Maaf, Mami, Tante Natasya, dan Al buat masalah yang kami lakukan kesekian kali. Tapi ini semua salah Gilang. Gilang yang ngajak Vanilla ke Batu Raden dan Pangandaran buat hunting foto. Vanilla awalnya menolak tetapi Gilang terus memaksanya."

Vanilla sontak terkejut dan menoleh dengan tatapan bingung. Gilang pun menoleh lalu mengangguk kecil seakan meyakinkan cewek itu. Bukan seperti itu ceritanya, Vanilla membatin.

"Tentang balapan itu, itu Gilang juga yang nantangin Vanilla. Vanilla yang menyukai tantangan jelas menerima dan itulah yang terjadi seperti yang kalian lihat disana." Gilang tidak berbohong untuk kasus motor, tapi berbohong untuk kabur dua hari itu adalah rencana Vanilla. Yang memaksa bukan Gilang, tetapi Vanilla. Wajarkah seorang sahabat melakukan ini kepada sahabatnya?

Vanilla benci keadaan seperti ini. Dimana dia tidak berguna sama sekali.

"We're believe it. Tapi sebelum kalian bertindak, coba pikirkan apa akibat yang kalian lakukan. Al selama dua hari dihubungi semua ol-shop nagihin endorse barang mereka. Belum lagi pemotretan untuk Majalah Boy yang bisa diundur, bukan dibatalkan." Natasya menatap Vanilla yang sedang tertunduk dan di sampingnya Gilang menatap datar.

"Motor kalian kami sita. Jadi Gilang pakai mobil dan Vanilla diantar Al kalau mau pergi," tandas Mami Gilang. Terdengar seperti perintah yang tidak bisa diganggu gugat.

Tidak lama Mami Gilang pamit dengan anaknya untuk pulang. Natasya menaiki anak tangga pergi ke atas. "Kasihan Adik-ku sayang," ejek Al sebelum dia berbalik menuju kamarnya.

🎬

Kebesokkan harinya.

Lano berdiri di depan kaca, menyisir rambutnya ke belakang. Sekali lagi dia mengecek tampilannya yang hari ini memakai celana belel dan kaus putih susu dibalut kemeja kotak-kotak.

Ratu menyiapkan masing-masing sepiring nasi goreng untuknya dan adiknya kemudian di menarik kursi di samping Lano ke belakang lalu duduk menyantap sarapan tersebut.

Ratu menelan sesendok nasi di mulut lantas bertanya, "Lo ke lokasi jamber?"

Lano meliris sekilas, "Habis ini palingan," jawab Lano. "Lo ikut nggak?"

"Nggak deh. Hari ini gue sibuk banget di kampus," Ratu berujar. "Btw lo dari kemarin nggak ngampus apa kerjaannya main mulu," tanyanya dengan nada menyindir.

"Enak aja! Dosen gue sakit. Terus jadwal gue kebanyakan malam," tandas Lano dengan sengit. Ratu hanya membulatkan mulutnya saat mendengar balasan Lano terhadap pertanyaannya lalu kembali sibuk mengunyah sarapan masing-masing.

A & STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang