Sesuai pesan yang dikirimkan orang itu semalam, Vanilla menemui seseorang yang mengaku dirinya sebagai Bintang, sang mantan.
Vanilla memasuki Restoran 99 Seafood tersebut. Banyak pasang mata mulai melirik dirinya. Dia tokoh publik dan kapan lagi orang seperti dia datang ke restoran sederhana seperti ini. Gadis itu mulai melihat sekeliling restoran yang siang hari ini tampak ramai dikunjungi, lagipula sekarang kan sudah masuk jam makan siang.
Aha! Dia menemukan orang itu memakai jeans hitam yang sobek pada bagian lutut dan kaos hitam yang dibalut jaket jeans berwarna biru. Pakaian laki-laki itu senada dengan apa yang dipakai Vanilla saat ini.
Pagi hari tadi, sosok misterius itu mengirimkan sebuah pesan tentang warna baju yang dipakainya. Ia tak menyangka bahwa pakaian mereka senada, baik warna maupun model.
Vanilla menyapa laki-laki itu yang masih mengenakan kacamata hitam saat ia sudah berdiri di samping laki-laki itu. Laki-laki itu mengangguk.
Vanilla pun menggeser kursi ke belakang dan duduk di hadapan laki-laki itu.
"So... Anda yang mengaku sebagai Bintang?"
Laki-laki itu tertawa, "Mengaku? Kalau saya ini Bintang bagaimana? Apakah Anda ingin kembali bersama saya?"
Vanilla mendengus, "Tolong dipercepat, gue nggak ada waktu buat hal yang nggak penting." Vanilla mengubah gaya bahasa dari formal menjadi tidak baku.
"Jadi Shani. Atau Vanilla?" laki-laki yang berada di depannya membuka kacamatanya membuat Vanilla tercengang. Wajahnya memang mirip seperti apa yang laki-laki itu katakan.
"Kok lo... bi-bisa mirip...," tenggorokan Vanilla tercekat, suaranya terdengar bergetar. Dia tersenyum sumringah menatap Vanilla.
Vanilla menggelengkan kepalanya, "Gue mau lihat KTP lo dulu." Lelaki itu dengan sigap mengeluarkan KTP dari dalam dompetnya dan tertera sebuah nama yang sampai saat ini masih mengisi relung hatinya.
Devano Bintang Pradipta.
"Bagaimana bisa? Bukannya Bintang sudah..."
Cowok yang bernama Bintang itu langsung menggenggam jemari mungil Vanilla, "Tangan kamu masih sehalus dan semungil dulu. Aku disini. Ini aku, Shan."
Vanilla tersenyum seraya menggenggam tangan Bintang, "Kangen...," ucapnya malu-malu. "Kok kamu masih hidup? Menurut polisi beberapa tahun yang lalu bukannya kamu..."
"Nggak senang aku disini?"
Vanilla langsung menggelengkan kepalanya, "Maksud aku bukan gitu, tapi gimana ya-" Vanilla menggantung kalimatnya. Setelah mengambil napas dalam-dalam dia melanjutkan, "bagaimana bisa? Aku bersyukur kamu masih sehat. Maaf aku sempat nggak percaya sama kamu. Aku masih nggak nyangka aja kamu berdiri di hadapanku sekarang," ujar Vanilla terharu. Dia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
Bintang terkekeh, "Aku lagi duduk, Sayang."
Vanilla tampak malu-malu di hadapan Bintang. Mereka kemudian asyik mengobrol dan menikmati makan siang. Menceritakan banyak moment yang terlewatkan selama empat tahun terakhir. Banyak pengunjung berlalu lalang melihat mereka karena Bintang dan Vanilla merupakan pengunjung paling berisik di pojok restoran. Beberapa pengunjung restoran sempat berani menghampiri Vanilla untuk meminta foto. Dengan ramah Vanilla meng-iyakan ajakan mereka.
Tak terasa hari menjelang sore, sedangkan nanti malam Vanilla harus melakukan syuting film A & S Vanilla berpamitan dengan Bintang, "Aku pulang dulu ya! Nanti malam aku ada syuting."
"Aku antar," tawar Bintang.
"Aku sendiri aja."
"Nggak ada kata penolakan, Shani." Vanilla hanya mengangguk. Dia selalu suka saat cowok itu menyebutkan nama belakangnya. Menurutnya, suara Bintang sekarang terdengar lebih berat dan berwibawa. Sikap Bintang yang masih sering egois memang belum bisa hilang dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A & S
Teen FictionMenjadi idola setiap orang tentu menjadi hal yang menyenangkan dan diinginkan bagi semua kalangan. Tapi, bagaimana jika dibalik bersinarnya dia ternyata memiliki sisi gelap sebelum menjadi seorang bintang? Layaknya bayangan yang hadir ketika sebuah...