15 | Awal dari Kebencian

11 3 0
                                    

“Anak laki-laki yang baik tidak pernah meneriaki wanita apalagi membuatnya sedih dan tersakiti.”

– Tere Liye

🎬

Vanilla masih nyenyak tidur dengan posisi terlentang di atas ranjang hotel. Mungkin ini efek lelah yang dia rasakan karena seharian berwisata dengan Lano mengelilingi pulau ini, walaupun masih banyak tempat yang ingin dia kunjungi.


Vanilla mengucek-ngucek matanya. Dia harus bergegas membersihkan badan karena jam sepuluh nanti syuting akan segera dimulai.

Vanilla melihat Diandra keluar dari kamar mandi dengan kimono serta handuk yang menggulung rambutnya yang basah. Tumben sekali dia sudah mandi, pikir Vanilla.

"Tumben udah mandi, biasanya juga masih mimpi yang jorok-jorok."

Diandra menoleh, "Vani ngomongnya kasar, Andra nggak suka."

"Jijik," cibir Vanilla menatap Diandra geli.

Vanilla mengambil handuk dan mandi. Di dalam kamar mandi, dia mendengar Diandra seperti menelpon seseorang sambil mengumpat kepada orang itu.

"Apaan sih, berisik banget sih lo," protes Vanilla begitu keluar dari kamar mandi.

Diandra yang sudah siap dengan pakaiannya menjawab, "Lo harus tau ya si Gilang sahabat lo itu benar-benar menyebalkan. Masa kemarin dia ngambil kamera SLR gue, terus belum dibalikin sampai sekarang. Bahkan tadi dia ngeledek gue gara-gara di dalam kamera itu ada foto..."

"Foto apa?"

Diandra melanjutkan kalimatnya dengan volume suara sepelan mungkin, "Foto aib gue ditambah ada foto bule selama gue jalan-jalan di Bali."

Vanilla tertawa sambil geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan objek yang difoto Diandra selama di Bali. "Terus lo harus tahu tadi kenapa gue sudah bangun? Dia nelpon jam lima pagi buat bangunin gue salat, kalau nggak bangun ancamannya kamera gue di-HM-in dia." [HM : Hak milik]

Vanilla tertawa sambil meminum sekotak susu cokelat yang dia bawa dari Jakarta. "Gue ngeship lo sama Gilang sampai kalian jadian!" tandas Vanilla.

"Enggak akan!"

"Ya udah. Iya. Hati-hati kemakan omongan sendiri ya, Ndra. Btw nanti gue bantuin ambilin kamera lo deh."

Diandra mengangguk senang seraya memeluk Vanilla riang. "Thanks Shania-kuu!!"

Tak lama kemudian ponsel Vanilla berdering singkat. "Ndra, lihatin HP gue dong. Chat dari siapa?"

Diandra mengambil ponsel Vanilla yang dekat dari jangkauannya. "Dari Lano," jawab cewek itu membuka pesan Vanilla. Lantas membuka pesan dan membacanya,  "Morgen, Vanilla. Nanti ke tempat syut mau bareng nggak? Kalau nggak mau, gapapa gue ngerti, tapi tetap profesional dalam pekerjaan ya. Gue tunggu jawaban lo besok."

"Tolong balesin 'Duluan aja, No'," balas Vanilla santai.

Setelah mengetikkan balasan kepada Lano, Diandra bertanya, "Lano nunggu jawaban lo. Emang dia nanya apa? Dia nembak lo?" tebak Diandra asal.

Vanilla langsung mengambil ponselnya santai, duduk di depan Diandra, "Iya nembak."

"DEMI APA? TERUS LO BAKALAN JAWAB APA?"

"Berisik, Nyet. Nggak usah teriak-teriak segala." Diandra menyengir mendengar gerutuan Vanilla. "Gue nggak tahu mau jawab apa."

"Kalau kata Nathan Januar, hati orang juga ada masa kadaluarsanya. Jangan sampai kisah lo kayak Salma yang baru nyadar dia mencintai Nathan setelah Nathan sudah berhenti mempertahankan hubungan mereka," ucap Diandra pelan dengan mengutip salah satu quote dari Film Dear Nathan.

A & STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang