Epilog

140 6 0
                                    

Aku mencintainya. Entah sejak kapan perasaan ini tumbuh aku tidak pernah menyadarinya, perlahan perasaan cinta ini berubah menjadi rasa sayang, aku menyayanginya segenap hatiku, meski rasa sayangku mungkin tidak sebesar rasa sayangnya padaku. Dan entah sejak kapan rasa sayang ini berubah menjadi rasa ketergantungan dan takut kehilangan, rasa ini semacam kebutuhan. Dia seperti oksigen yang aku hirup, tanpanya aku akan kesulitan bernafas dan hidupku akan berjalan tidak normal.

Aku mencintai setiap candaan yang dia lontarkan. Aku mencintai setiap godoaan dan ejekan yang selalu dia tujukan padaku. Aku mencintai sikap dewasa dan bahkan sikap kekanakannya. Aku mencintai setiap senyumanya bahkan saat dia marah. Dan yang paling aku cintai dari dia adalah sikap apa adanya dan sifat terbukanya.

Aku bersyukur memiliki dia dalam hidupku, dia mengajarkan bagaimana mencintai dengan tulus tanpa menuntut balasan apapun, dia tetap mencintaiku walaupun aku mengecewakannya dan bahkan menyakiti hatinya.

"Ngelamun apaan sih" kenapa dia selalu datang ketika aku sedang memikirkannya sih dan dengan seenaknya dia langsung melingkarkan kedua tangannya di perutku sehingga punggung kecilku bertemu dengan dada bidangnya.

"Jam berapa ini baru dateng" aku menyentakan tangannya yang melingkari perutku "kebiasaan deh telat mulu"

"Jahat banget sih udah seminggu nggak ketemu, pas udah ketemu di jutekin aja sih yang"

"Salah siapa telat, aku di gigitin nyamuk nih"

"Sorry sorry" dia kembali memelukku, kali ini lebih erat "i miss you so much" dia berbisik di telingaku dan mencium pipiku singkat.

Aku melepas pelukannya lalu berbalik menghadap kearahnya, aku mengamati wajahnya yang seminggu ini tidak aku lihat, rambutnya memanjang dan berantakan, kumis tipis mulai tumbuh. Apa dia sesibuk itu sampai tidak bisa mengurus dirinya sendiri "miss you too"

Dia menarikku duduk di kursi di samping air mancur. "Kenapa sih ketemunya harus disini ? Nggak di rumah kamu apa di rumahku aja ?"

"Kalo di rumah aku pasti lucy ngerecoki kita, kalo di rumahmu kan ada kak vero sama kak niel yang nimbrung. Nah kalo di taman ini kan nggak yang ganggu kita dan nggak jauh dari rumah kita, sekalian aku pulang juga"

"Sekalian pulang ? Emang seminggu ini kamu nggak pulang ?"

Dia hanya tersenyum sebagai jawaban. Aku menghela nafas berat sembari merapikan rambutnya yang berantakan "kamu kalo lembur terus kayak gini nanti bisa sakit. Katanya mau jagain aku, gimana bisa jagain kalo kamu jaga diri sendiri aja nggak bisa"

Dia menarik tanganku yang berada di rambutnya dan menciumnya "aku baik-baik aja kok. Kan aku harus nyelesaian semua kerjaanku sebelum ambil cuti bulan depan"

Aku menarik tanganku dari genggamannya dan menghempaskan tubuhku ke sandaran kursi. Aku sudah terlalu lelah mengingatkan dia untuk tidak terlalu sibuk dengan pekerjaannya tapi dia tidak menghiraukan aku sama sekali.

Cup

"Ataaaaaaa" aku mendorong wajahnya menjauh.

"Jangan masang wajah jutek gitu nanti aku cium lagi loh"

Aku memukul tangannya yang hendak menyentuh pipiku "kamu nggak harus bekerja sekeras ini, kita bisa menjalani semuanya pelan-pelan. Kamu nggak pernah merhatiin kondisi kamu, makan nggak teratur tubuh nggak di urus, nggak pernah pulang, susah buat ketemu ak-"

Kata-kataku terhenti ketika ata membungkam bibirku dengan bibirnya dan kali ini bukan sekedar kecupan ringan seperti tadi. Aku mendorong pelan dadanya dan memasang wajah kesalku.

"Udah lama nggak ketemu bukannya di sayang-sayang malah di omelin aja sih" protesnya.

"Kayaknya rencana kita harus di undur deh"

"Itu bukan ide yang bagus yang" ata menatapku horror

"Nikah muda juga bukan ide yang bagus"

"Tapi kamu sudah setuju dan acaranya akan dilaksanakan bulan depan yang, kamu udah nggak bisa mundur"

"Kenapa sih kamu pengen cepet-cepet nikah, kita masih terlalu muda sayang"

"Karena aku nggak mau kehilangan kamu" ata menggenggam tanganku erat.

"Aku juga nggak mau kehilangan kamu" aku mengusap tangannya yang menggengam tanganku "tapi dengan kita menikah itu juga nggak bisa menjamin untuk tidak kehilangan yang, kita tidak bisa meramal masa depan"

"Maka dari itu sayang" ata menarikku mendekat dan kembali merangkulku dari belakang, membuat tubuhku memunggunginya sekarang "kita memang tidak bisa meramal masa depan. Jadi kita harus menikmati hari ini  dan menyiapkan serta mengambil keputusan yang terbaik utuk hari esok. Dan menikahimu adalah salah satu keputusan terbaikku"

"Tapi aku masih 23 tahun dan masih memulai karirku di dunia kerja" aku menggenggang tangannya yang terasa dingin di atas perutku.

"Kamu masih bisa berkarir sesuka kamu sayang"

Aku melepaskan pelukannya dan berbalik mengahadapnya. Aku mengamati setiap inci wajahnya dan aku hanya menemukan keyakinan dan kebahagiaan yang terpancar di sana, tanpa ada keraguan sedikitpun. "I love you" aku mengecup pipi kanannya.

"Love you more" ata menarikku mendekat, memberiku sebuah ciuman, kali ini lebih dalam tanpa ada tuntutan sedikitpun. Hanya ada ketulusan yang coba dia salurkan padaku. Aku mengelungkan tanganku ke lehernya mencoba menyalurkan rasa bahagia bercampur rindu yang aku rasakan.

Memang tidak ada yang tau apa yang akan terjadi dalam kehidupan kita di masa depan. Jadi aku akan melakukan yang terbaik di hari ini, menikahi athalaric anggata adalah pilihan terbaik yang bisa aku ambil sekarang dan aku sekarang sudah mantap untuk menjali hari-hari ini menuju masa depan bersamnya.

ADEEVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang