DhirgaNada1 - Shocked!

7.3K 374 33
                                    

Ini cerita Romance pertama aku. Semoga suka!

•••

Dhirga menyuapkan roti ke dalam mulutnya, sambil membaca artikel tentang kekalahan pemain bola kesayangannya, "Apaan nih, masa Barcelona kalah sama Madrid," racaunya dengan tidak terima.

"Apaan sih bang? Cari bini sono udah 28 tahun juga," goda Rena, adiknya.

Mendengar itu, Retno, mamanya langsung melototi Rena. Rena hanya menyengir, dia langsung melihat perubahan mimik wajah Dhirga yang menjadi gelisah.

"Udah jangan didengerin, Rena 'kan ceplas-ceplos. Mama terserah kamu aja, sih," kata Retno menenangkan putranya.

Dengan tatapan sinis, Dhirga mengatakan, "Gue bukan enggak mau nikah. Tapi, ada yang udah nunggu gue di surga."

"Udah, Ga, kamu mau jemput papa di bandara 'kan?" Retno mengalihkan perhatian Dhirga.

"Ya, udah. Aku pergi dulu." Dhirga mencium tangan mamanya kemudian berjalan keluar rumah, dia tahu dia memang sangat terobsesi dengan gadis itu, dia merasa bersalah, dan hidup dalam penyesalan.

Sementara, Retno menatap punggung anaknya, dia tahu bahwa dirinya juga bersalah ikut menyembunyikan keberadaan gadis itu, demi menebus rasa bersalahnya kepada keluarga gadis itu.

Satu keinginan Retno saat ini, semoga gadis itu tidak akan pernah datang pada kehidupan Dhirga. Karena, jika itu terjadi, maka semuanya akan menajadi rumit lagi.

***

Wanita berambut hitam yang segaja di-ombre hijau tosca, wanita itu memakai kaca mata yang disimpan di tengah-tengah rambutnya. Wanita itu, sudah seperti bule yang tidak pernah datang ke Indonesia, atau memang benar?

Ya, mungkin bagi wanita itu ini adalah pertama kalinya, setelah dia lupa semuanya. Baginya, Indonesia adalah hal baru.

"Aku harus ingat semuanya, dan kembali ke San Francisco, Aku enggak mau mimpi buruk lagi." Ah, meski wanita itu hilang ingatan, dia bisa berbahasa Indonesia karena ibunya selalu mengajarkannya. Bagaimanapun, bahasa adalah lambang kecitaan kita kepada Negara ini.

Wanita itu, mendorong kopernya lalu segera mencari alamat yang harus dia tuju. Syukurlah, kata ibunya, saudara di Jakarta ada beberapa. Meski tak tahu rupa dan wajah tantenya, dia tetap berjalan menuju taksi.

Ponsel berdering, memandakan ada seseorang yang memanggilnya. Dengan cepat dia mengangkatnya.

"Anada, where are you?" tanya seseorang di sebrang sana.

"Pakai bahasa Indonesia, aku mengerti kok," jawab Anada tidak suka diremehkan.

"Kamu sudah sampai?" tanya orang di sebrang sana.

"Ya, ini aku mau jalan ke rumah tante."

"Oke, baiklah tante tunggu!"

Dan sambungan telepon terputus. Anada langsung mengantongi ponselnya kemudian, kembali berjalan menuju taksi. Tapi, langkahnya terhenti ketika melihat sebuah kantin bandara. Dia lapar.

"Saya pesan... nasi goreng?" katanya dengan tidak yakin.

"Minumnya?" tanya pelayan itu.

"Jus jeruk," jawab Anada.

"Totalnya 60000 ribu rupiah." Pelayan itu tersenyum.

Anada langsung memberikan uangnya, untung saja Ibunya sudah memberi tahu jenis-jenis uang rupiah dan memberikannya beberapa lembar uang rupiah.

"Silakan memilih meja, dan menunggu." Pelayan itu memberikan struk pembayarannya kepada Anada.

Anada menerimanya, dalam hati dia berkata, tidak sesulit yang aku bayangkan. Anada memilih meja yang dekat dengan meja yang berdempet dengan tembok. Dan dia melihat seorang lelaki yang tengah memegang kepalanya mungkin sedang memikirkan sesuatu.

Anada menyimpan kacamatanya di atas meja, lalu membuka ponselnya yang isinya chat dari teman-temanya di San Francisco.

"Gue udah gila, gue udah gila, gue udah gila," racau pria itu.

"Gue?" tanya Anada kepada dirinya sendiri, dia memang tidak mengehatui apa itu "gue" karena Ibunya mengajari bahasa yang sedikit baku.

Entah sejak kapan, sadar atau tidak, Anada memperhatikan pria itu.

Sadar diperhatikan terus-menerus, pria itu langsung melirik ke arah wanita itu. Seketika, keringat dingin muncul di dahinya, Anada semakin mengerutkan keningnya. "ANADA?!"

Anada sontak kaget, dia memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan pria itu. Tapi, kini pria itu malah duduk di depannya dan memperhatikannya. "Anada?" tanyanya lebih lembut. "Gue kayaknya bener-bener udah gila."

"Ma... af, k-kamu siapa?" tanyanya dengan ketakutan.

"Tapi, kamu Anada 'kan?" pria itu menyakinkan.

"Maaf, saya enggak kenal. Maaf saya buru-buru." Anada langsung membawa kopernya dan berjalan keluar dari kantin itu.

Pria itu malah mengejarnya, "Hei, Anada, aku Dhiga. Anada aku seneng banget kamu masih hidup!" teriak pria itu dengan masih mengejarnya.

"Saya-" belum selesai Anada melenyelesaikan kalimatnya, pria itu sudah memeluknya erat sangat erat. Semacam, takut kehilangan. Dan tunggu, kenapa detak jantungnya sama dengannya? Dan kenapa dia diam saja ketika dipeluk orang yang tidak dia kenal?

Apa ini mimpi lagi? Atau bagaimana? Tapi ini terasa sangat nyata. Apa orang ini bisa membantu dia mengingatkannya? Atau malah membuatnya, semakin melupakan masalalunya?

Kenapa banyak sekali tanya dalam otak Anada saat ini? Dan sekarang..., kepalanya menjadi sangat pusing. Tubuhnya melemas, sedikit demi sedikit matanya mengabur.

Dia pingsan.

•••

Revisi : 22 Mei 2017

AMNESIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang