DhirgaNada 29 - Dark

1.8K 99 2
                                    

Gelap. Itulah yang kini Anada lihat, ruangan gelap penuh hitam itu membuatnya agak pusing. Dia melihat seorang lelaki yang mengenakan pakaian serba hitam dengan pistol di tangan kanannya.

"Kamu siapa?" Anada mendongkak.

Ada satu lelaki yang mirip dengannya dan dia tersenyum ke arah Anada. "Kamu udah sadar dek?" tanya lelaki itu.

Anada memejamkan matanya sejenak untuk menetralisir rasa pusing di kepalanya. Anada kembali membukanya dan dilihat seorang lelaki berjalan menujunya. "Kamu, udah mendingan dek?" tanya lelaki itu. "Maaf ya, Bang Bimo harus bawa kamu dengan cara begitu, tapi kamu harus tahu satu hal," Bimo menggantungkan kalimatnya.

"H-hal apa?" tanya Anada yang masih duduk di kursi hitam itu.

"Kamu nggak boleh sama-sama dengan Dhirga." Bimo tersenyum lalu mengelus pelan puncak kepala Dhirga. Anada menyipitkan matanya seolah tidak percaya dengan orang di hadapannya.

"Kenapa?" Anada masih ketakutan dengan lelaki di depannya.

"Karena dia, keluarga kita hancur! Karena keluarganya, kita harus meminta suntikan dana dari keluarga Calvin. Karena dia, papa dan paman kita meninggal. Karena dia telah meregut mahkota kamu, dia membuat kamu kecelakaan, dia membuat kamu keguguran dan karena dia—"

Anada memegangi kepalanya seolah semua ingatan itu berputar dalam otak Anada. Anada mencengkram kuat rambutnya, menangis merintih tak kuat dengan pening yang menyerang dirinya.

Sementara lelaki laknat itu tersenyum ketika adiknya dalam kesakita. Karena hanya itu yang bisa membuat Anada mengingat semua kejadian yang tersimpan dalam memori kecil yang tak sengaja terlupakan.

Anada masih memegangi kepalanya. Semua itu terjadi sangat cepat seolah satu kejadian satu scane yang datang ke otak Anada. "Kamu pembohong!" Anada menunjuk Bimo seolah hatinya lebih memilih Dhirga dan otaknya berontak karena semua ingatan akan datang kepadanya.

"Abang sama sekali nggak bohong! Kamu sudah kelingan dua anak kamu Anada! Dan lelaki pengecut seperti Dhirga tidak pantas untuk kamu."

Anada kembali menjambaknya, dia menangis, dan hatinya membela Dhirga. Entah kadang kenyamanan dapat membuat semua luka hilang begitu saja.

Anada memaksa berdiri. "Kamu!" tunjuk Anada tepat pada kepala milik Bimo. "Hanya ingin mengambinghitamkan, aku dan Dhirga!"

Anada mecoba untuk lari dari ruangan hitam penuh misteri dengan kepala yang masih pening dan hati yang bergemuruh seolah meneriakan nama Dhirga.

"Anada kamu mau kemana?" tanya Bimo walau sebenarnya dia sangat senang melihat adiknya kesakitan menuju kembalinya ingatan.

Anada tetap berjalan, "Aku akan mengadukanmu kepada Dhirga!" kata Anada dengan percaya diri kemudian kembali berjalan menuju pintu, namun apalah dayanya dia masih lemas dan tiba-tiba saja terjatuh kepalanya benar-benar sudah tidak kuat dengan beban yang semakin lama semakin membuatnya bingung.

Sialnya, kini sepintas ingatan dari otak Anada mulai menuju titik terang. Anada melihat dirinya yang mengenakan pakaian biru menangis dan Dhirga yang diam sedingin es, dilengan Dhirga ada sebuah pistol yang bisa saja Dhirga tembakan kepadanya.

Ah, jangan lupa dengan perut Anada yang sedang Anada elus karena ada janin yang belum jadi di sana. Anada menangis, meminta mobil itu berhenti. Tapi, sang empunya tidak memiliki niat untuk menghentikan mobil itu. Dan malah mempercepatnya, terus mempercepatnya, terus mempercepatnya dan brakk!

Bersamaan dengan Anada yang pingsan. Bimo kembali tersenyum dan memerintah pengikutnya untuk membawa Anada kembali menuju sofa. Bimo sedang menyiksa Anada, dia menyiksa kepala Anada.

Bimo menatap wajah Anada, mereka sangat mirip. Hanya hidung Bimo saja yang kelewat mancung daripada Anada. Tidak ada sedikitpun untuk memberikan belas kasihan kepada Anada, karena bagi Bimo perjanjian delapan tahun silam itu memang harus terjadi.

"Maafkan kakakmu ini, Nada," bisik Bimo tepat di kuping Anada yang sedang pingsan. Bimo berpura-pura menunjukan belas kasihannya kepada Anada hingga membuat semua pengikutnya tertawa.

Kejam. Mungkin itulah yang terlintas ketika melihat Bimo. Bimo juga sadar akan dirinya, hanya saja dia tidak pernah menyesali terlibat dalam dunia gelap ini. Sudah terlanjur.

*** 

AMNESIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang