DhirgaNada 3 - Time.

4.7K 264 12
                                    

"Waktu menjawab segalanya"

Anada tidak pernah tahu bahwa dirinya memiliki kekasih di Indonesia, dan dia tidak pernah menduga bahwa dirinya akan mengatakan sudah memiliki kekasih. Sebenarnya, Anada sangat dilarang pacaran oleh ibunya, dia tidak tahu-menahu alasannya.

Apa mungkin karena sesuatu yang terjadi di masalalu? Tapi, apa magsud lelaki yang datang kepadanya mengatakan bahwa mereka membuat kesalahan fatal?

"Nada ayo makan," titah Diana.

Anada mengangguk lalu berjalan dari ruang tamu menuju meja makan. Tapi, langkahnya terhenti, dia ingin menanyakan sesuatu yang kini menghantui kepalanya.

"Tante, Aku boleh bertanya?" Anada menampilkan wajah serius.

Tante Diana terkekeh, "mau nanya apa, Nad?"

"Jadi..., sebelum aku hilang ingatan, apa aku punya pacar?" tanya Anada dengan to the point. "Jadi, aku bertemu dengan seseorang yang bernama Dhirga... apa tante kenal dia?"

Wajah tante Diana langsung menegang seketika, bibirnya memucat menandakan bahwa dia memang tahu—banyak, tentang lelaki yang namanya disebut oleh Anada. Tapi, bukannya menjawab, tante Diana langsung berjalan menuju dapur.

"Tante, tante tahu sesuatu 'kan tentang Dhirga?" tanya Anada.

Tante Diana membalikan badannya menatap Anada dengan sendu, "tante mohon, jangan sebut nama dia Nada. Dan kamu juga jangan pernah dekat-dekat dengan dia, karena kalaupun kamu ingat, kamu akan sangat membenci orang itu!"

Satu hal yang tante Diana lupakan, bahwa kedatanagan Anada kesini akan membuat dia "jatuh" kembali kepada pelukan Dhirga. Seharusnya, Anada tidak pernah kembali lagi ke Indonesia, karena bila itu terjadi, bagaimanapun juga, selama orang itu masih hidup, dia akan tetap mengejar Anada.

Hanya Anada.

"Kenapa tante? Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat? Kenapa aku tidak boleh sebut namanya? Apa dia juga ada hubungannya dengan hilangnya ingatan aku?"

Tante Diana mengangguk, kemudian berjalan untuk memeluk Anada. Masih banyak tanya dalam kepala Anada, tapi dia hanya bisa diam dan menunggu jawaban itu datang dengan sendirinya.

"Kamu bertemu dengan lelaki itu di mana?" tanya Tante Diana.

"Bandara," jawab Anada.

Tante Diana memejamkan matanya sejenak, apa lelaki itu bisa melacak keberadaan? Karena bukan tidak mungkin dia tidak bisa melakukannya, Dhirga—lelaki itu—akan—melakukan—apapun—demi—mendapatkan—Anada.

"Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan jika bertemu lagi dengan Dhirga?"

"Apa?"

"Lari, bersembunyi, dan jangan pernah menunjukan jika kamu tinggal di sini. Mengerti?"

Anada mengangguk, dia tidak menyangka bahwa kepulangannya ke Indonesia, membuatnya begitu susah. Membuatnya harus berhati-hati. Lalu misi untuk memulihkan ingatannya bagaimana?

***

Anada terdiam di balkon kamar, matanya menatap sinar bulan yang kebetulan sedang penuh. Pikirannya, berputar tentang kejadian di bandara dan rumah sakit. Apa benar dia adalah pacarnya, dulu? Apa benar bahwa dia yang membuatnya hilang ingatan? Mengapa?

Tapi kenapa matanya sangat terluka ketika melihat Anada? Apa yang sebenarnya terjadi? Apa bila Anada mencari tahunya apa dia tidak akan menyesal? Apa rasa penasaran ini akan meyusahkannya?

Anada benci situasi yang menimbulkan banyak pertanyaan dalam kepanya, hingga dia pusing sendiri.

"Mbak Nada?" tanya seseorang di pintu masuk.

Anada menoleh, dia adalah Kiya, anaknya tante Diana. Anada tersenyum kepada Kiya, walau Anada tidak mengenalnya, mereka sudah sempat chat untuk mengakrabkan diri sesama sodara. Kiya berjalan menuju balkon, lalu bediri di samping Anada.

"Kiya?"

"Apa?"

"Menurut kamu, jika dua orang yang terpisah kemudian kembali dipertemukan. Apa mereka memang jodoh?" entahlah, pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Anada.

Kiya menatap Anada, "Magsud Mbak, Mas Dhirga ya? Gini loh, kadang ada juga mereka yang kembali dipertemukan karena ada sesuatu yang harus terselesaikan. Dua orang itu dipertemukan bukan tanpa alasan, Mbak!"

Anada tersenyum, benar. Bahwa dia tidak perlu menghindari Dhirga, karena Tuhan mempertemukan mereka untuk menyelesaikan sebuah masalah besar, mungkin sangat besar.

Masalah akan jatuh cinta atau apapun itu adalah urusan belakang, sekarang, Anada hanya perlu mengikuti takdir yang sudah digariskan kepadanya.

Ikuti saja alurnya, ikuti bahwa takdir akan membawa Anada kemana. Yang jelas, dia sudah tahu bahwa apapun yang Dhirga lakukan di masalalu, dengannya ataupun tidak, itu hanyalah masalalu dan itu sudah tergaris oleh takdir.

"Kamu benar, Kiya, Mbak harus bisa memulihkan ingatan Mbak. Supaya semuanya jelas, dan Mbak bisa kembali lagi ke San Francisco." Senyum Anada mengembang.

Kiya terkekeh, "aku yakin, kalau ingatan Mbak sampai pulih. Mbak enggak bakalan ingin kembali ke San Francisco."

Alis Anada mengerut, karena tidak mengerti. "Magsud kamu?"

Kiya hanya tersenyum lalu memejamkan matanya tanpa mau menjawab pertanyaan Anada. Kiya menikmati angin sepoi-sepoi malam yang manja dan rembulan yang terang.

"Biarkan waktu yang menjawabnya, Mbak!"

***

AMNESIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang