DhirgaNada 22 - Why?

2.1K 133 4
                                    

"Aku ingin kamu, tidak ada seorangpun yang dapat menghalanginya."

•••

Anada mendengarnya, mendengar perjodohan antara dirinya dan anak teman ayahnya. Tolong, Anada tidak ingin bersama dengan orang tidak Anada ingini. Dia hanya ingin bersama Dhirga, bukan orang lain.

Setelah keluarga teman ayahnya pulang, Anada memberanikan diri untuk bertanya kepada ayahnya. Anada menghela napasnya sebelum dia membuka pembicaraan dengan ayahnya, "Ayah, Nada enggak mau, Yah," kata Anada.

Brama—ayahnya menengok ke arah putrinya. "Nggak mau apa maksud kamu? Ayah enggak ngerti." Brama menyipitkan matanya seolah bertanya apa yang putrinya inginkan.

"Anada enggak mau dijodohkan," kata Anada yang sudah duduk di sofa—tepat di sebelah ayahnya. "Aku sudah punya pacar ayah," tambah Anada.

"Maksud kamu si Dhirga? Kamu sadar enggak perusahan dia dan perusahan ayah itu saingan. Papanya sudah curang hingga membuat kita mengemis suntikan dana ke keluarga Calvin, dan sekarang kamu harus mau. Kalau kamu tidak mau, Ayah sendiri yang akan menyingkirkan Dhirga! Kamu itu bocah ingusan, nggak tahu apa-apa. Tugas anak itu, hanya nurut!"

Anada menggeleng, "tapi Yah aku ci—"

"Cinta?" tanya Brama dengan mata melotot, "Anak seusia kamu tahu apa tentang cinta?" tanya Brama.

Dada Anada sesak, detak jantung Anada berbunyi dan berdenyut sakit. Matanya mulai mengeluarkan air. Kenapa, cinta masa remaja itu selalu diremehkan?

"Dengar, usia kamu baru 17 tahun. Pacaran sudah seperti mau menikah besok, pacaran seusia kamu itu hanya sebuah motivasi belajar, karena jika yang serius dia akan datang ke rumah melamar kamu!" kata Brama. "Ayah masih memberikan kamu waktu untuk bisa berhubungan dengan Dhirga. Sudahlah, cepat masuk kamar!" titah Brama.

Anada langsung berjalan menuju kamar, dia melihat abangnya yang mengulurkan lidah seolah puas dengan keputusan ayahnya yang menjodohkannya. Anada hanya menghela napas saat melewati bang Bimo yang girang melihatnya sengsara.

"Kasihan, nggak bisa bersatu ya? Makanya, pacaran jangan sama musuh!" kalimat pedas itu keluar dari mulut abangnya yang sangat dia sayangi sejak kecil. Kebersamaan Dhirga dengannya seolah menjadikannya sebuah senjata yang menyerang dirinya sediri.

Ya, seolah senjata makan tuan itu, sangat melekat dengan kisah Anada dan Dhirga.

Anada harus secepatnya menemui Dhirga. Karena Anada tahu, nyawa Dhirga sekarang terancam bila hubungan yang dipandang sebelah mata ini, diteruskan.

***

Setelah pulang sekolah, Anada tersenyum melihat Dhirga yang sudah menjemputnya dengan mobil di depan sekolah. Anada harus siap, bahwa saat ini, adalah keputusan untuknya meninggalkan Dhirga.

"Ga... Abis lulus SMA ini, aku mau dijodohin," suara Anada dengan parau.

Seketika Dhirga menatap selidik ke arah Anada. Anada tidak tahu apa arti tatapan itu, yang dia tahu bahwa dia juga ikut terluka sebab dia yang melukai hati Dhirga. Anada mencoba untuk tersenyum, agar Dhirga bisa mengimbanginya.

Tapi, itu seakan menjadi mimpi ketika Dhirga angkat suara. "Memangnya kamu mau?" tanya Dhirga dengan tatapan heran.

"Ini bukan masalah mau Dhirga, tapi—"

"Tapi apa? Dia lebih kaya dari aku? Lebih tampan dari aku? Anada tolong, jangan pergi," kata Dhirga dengan memohon.

Anada juga tidak menginginkan bila itu sampai terjadi, hanya saja, di sisi lain dia juga melindungi Dhirga yang sebenarnya tidak perlu dilindungi.

***

Sudah seminggu semenjak pelulusan, Dhirga tidak muncul dalam kehidupannya. Bahkan, saat pelulusan pun yang datang adalah Calvin bukan Dhirga. Tentu saja, itu membuat Anada bertanya-tanya di mana keberadaan lelaki itu.

Tapi, tanya itu seolah menjadi pudar saat dia mendapati Dhirga di depan pintu rumahnya dengan wajah yang bisa ditebak babak belur dan sangat kacau. Anada langsung memeluknya, mecurahkan segala kerinduan yang sudah seminggu dia pendam.

Dhirga juga membalas pelukan Anada. Sama rindunya dengan Anada, hanya saja Dhirga memilih diam sementara Anada memakinya karena hilangnya dirinya yang menurut Anada entah kemana.

"Nada, aku mau kamu," kata Dhirga.

Anada mengangguk, dia paham apa yang Dhirga maksud. Dengan cepat, Dhirga menarik Anada menuju mobilnya seolah tidak ingin Anada berubah pikiran. Anada menurut saja saat Dhirga membawanya menuju kesalahan terbesar.

Dan seolah situasi mengizinkan mereka; ayah Anada tidak sedang berada di rumah.

Dhirga bahkan sampai dicubit ratusan kali oleh Anada, karena Dhirga yang tidak bisa fokus dengan menyetir.

Dhirga membawa Anada menuju rumahnya yang berada di daerah bekasi, karena tidak mungkin Dhirga melakukan hal "Itu" di rumahnya.

Setelah Anada dan Dhirga keluar dari mobil, Dhirga langsung menarik Anada menuju rumah dan mengunci rumah lalu segera menuju kamar yang juga tak lupa dia kunci. Tanpa menghela napas sejenak, Dhirga langsung memulainya dengan menempelkan bibirnya di bibir Anada. Membuat lumatan di sana, hingga mereka lupa bahwa hubungan ini sebenarnya tidak bisa diteruskan.

Dhirga meletakan Anada di ranjang miliknya, kemudian melakukan hal yang lebih dari sekedar ciuman.

"Aku mencintai kamu Anada," kata Dhirga kemudian mengecup pelan dahi Anada sebelum mereka berdua sudah melupakan dunia.

***

Anada merasakan pusing di bagian kepalanya. Tapi, kini matanya bisa melihat dengan jelas. Ada Dhirga, yang memperlihatkan wajah cemasnya.

"Kamu nggak apa-apa sayang?" tanya Dhirga.

"Ayah, Bang Bimo—" belum juga Anada menjelaskan semuanya kepalanya menjadi lebih pusing lagi seolah kejadian yang dia anggap mimpi terus berputar dalam otaknya.

Larangan—dosa—Dhirga—Perjodohan—ranjang—mobil—bang Bimo yang tertawa—wajah babak belur Dhirga. Semuanya seolah diulang-ulang hingga membuat Anada menjadi bingung apa yang sebenarnya terjadi kepada dia dan masalalu.

"aaaaaa," jerit Anada sambil memegang kepalanya.

Dhirga cemas lalu berlari menuju dokter, kecemasan Dhirga tentang datangnya ingatan Anada sepertinya benar-benar akan menjadi nyata. Dhirga harus bagaimana?

***

AMNESIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang