[Sebelumnya aku ingin berterimakasih, votes-nya udah 1k+ yeayy! Makasih, makasih, makasih😳]
Entah mengapa Anada seolah telah melupakan perjanjiannya bersama Dhirga, mungkin karena kenyamanan yang diberikan Dhirga mengalahkan segala keingintahuan Anada tentang semua hal bodoh yang seharusnya dia tahu.
Tapi, benar kata orang cinta dapat mengalahkan segalanya. Anada mungkin sudah buta, atau dia benar-benar sudah buta? Ya, mungkin itu lebih tepatnya. Dia benar-benar sudah buta dengan Dhirga.
"Ga, kamu hari ini pulang cepet kan?" tanya Anada.
Dhirga yang sedang menyeruput kopinya langsung menaikan sebelah alisnya, "Memangnya kenapa?" tanya Dhirga.
"Aku agak enggak enak badan," jawab Anada.
Dhirga langsung cemas, entah itu terdengar berlebih atau tidak tapi Dhirga selalu cemas bila sedikit saja Anada tergores. "kita ke dokter aja ya?" ajak Dhirga.
Anada segera menggeleng. "Aku enggak mau!" tolak Anada. "Udah enakkan kok badannya," tambah Anada agar Dhirga tidak memaksanya menuju dokter.
"Bohong! Ayo Anada, sebelum aku gendong kamu kayak waktu itu," ancam Dhirga.
Anada berbidik geli untuk membayangkannya saja. Anada mengangguk, "Ya, udah ayo, tapi gendong dulu di punggung kamu tapi," pinta Anada.
Dhirga berdecih tapi tidak punya pilihan lain selain mengiyakannya saja. Anada bersorak gembira langsung menaiki punggung Dhirga. Dhirga langsung membawa Anada menuju lantai bawah apartemen untuk membawa mobilnya.
***
"Selamat istri bapak hamil, usia kandungannya baru dua minggu," kata Dokter yang sepertinya usianya sudah memasuki kepala empat.
Tidak ada seorangpun yang tidak bahagia bila mendapat kabar bahwa mereka akan memiliki anak dengan hubungan yang tentunya sakral. Tapi, satu ketakutan Dhirga selalu menghantuinya, Dhirga terlalu trauma dan nelangsa bila mendengar kata hamil dan anak.
Hatinya selalu mencelos tentang janjin yang belum utuh yang sempat berada di perut Anada. Dan itu anak kandungnya, Dhirga selalu mengingatnya, itu juga termasuk paket dan kesalahan Dhirga di masalalu.
"Dhirga kamu nggak denger?" tanya Anada.
Dhirga langsung membuang semua pikirannya, "Iya kenapa Nada?"
"Kamu senang enggak sih kita punya anak?" tanya Anada.
"Ya tentu dong," kata Dhirga tapi aku masih trauma Nada. Tambah Dhirga dalam hati.
Anada langsung cemberut. "Kok gitu doang sih?" ekpresi Dhirga sangat tidak memasuki ekspetasinya, sama sekali tidak masuk. "Kalo enggak seneng ya udahlah kita gu-aw," Anada meringis ketika Dhirga menyentil dahinya. "Sakit Dhirga!" protes Anada.
"Kalo ngomong jangan sembarangan!" kata Dhirga.
"Abis kamu ngeselin tahu nggak?!" dengus Anada.
Dhirga hanya tersenyum malu kepada dokter dan tidak menanggapi apa yang Anada katakan. "Terima kasih Dok, kalau begitu saya permisi dulu," kata Dhirga yang langsung menarik Anada keluar dari ruangan dokter itu.
Anada hanya menurut ketika Dhirga menariknya, hanya kini pikirannya tentang Dhirga bahagia atau tidak memiliki anak seolah mendesak Anada hingga Anada terdiam tidak melanjutkan langkahnya.
Seisi rumah sakit sibuk memperhatikan mereka, termasuk Dokter kandungan yang baru saja menangani Anada karena pintunya belum ditutup.
"Apalagi Nada?" tanya Dhirga yang mulai terpancing.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMNESIA ✔
RomansaTelah diunpublish sebagian. Untuk versi lengkapnya boleh check Google play link dibio. [15+] "When meet you again" ••• Dhirga telah merebut segala kebahagiaan Anada, orang yang teramat dicintainya. Kemudian mereka...