07. Cold Night

8.1K 1K 15
                                    

Melupakan perasaan pada seseorang  mungkin terlihat sangat mudah, tapi ketika dilaksanakan rasanya terlalu sulit. Gadis itu sekarang paham, semestinya dia tidak membiarkan perasaannya tumbuh sejak awal. Semestinya dia segera menepis ketika perasaan itu mulai ada.

Pikiran gadis itu telah tercampur aduk. Tidak tahu keputusan mana yang paling tepat yang harus dia ambil sekarang. Ia tak jauh berbeda dari seekor anak kucing yang tersesat karena tertinggal oleh induknya saat ini. Ia linglung dengan keadaan sekitar.

Hari ini Hyejung pulang sedikit terlambat. Langit malam jelas-jelas sudah menyapa sejak tadi setelah langit sore mulai lenyap. Tadi ia sempat mengunjungi rumah Yeonhee sebentar, tapi tampaknya gadis itu sedang tidak ada di sana. Bahkan rumahnya terlihat gelap seperti tidak ada yang tinggal. Ia sudah berkali-kali menghubunginya, namun ponsel gadis tersebut tidak aktif.

Beberapa menit yang lalu, Hyejung mendapat pesan dari nomor yang tidak dikenal. Pesan tersebut rupanya berasal dari Yeonhee yang menggunakan ponsel kakak sepupunya. Yeonhee mengatakan bahwa ia akan menghubungi Hyejung nanti malam saat baterai ponselnya telah terisi penuh. Setelah membalas pesan tersebut, ia langsung enyah dari sana. Keinginannya saat itu adalah langsung kembali ke rumah.

Dan disinilah sekarang. Gadis itu memasuki rumahnya setelah memastikan bahwa dia sudah mengunci gerbang besar berwarna hitam yang menjadi pembatas sekaligus pelindung tempat tinggalnya. Tampaknya kedua orangtuanya sudah ada di rumah, sebab mobil mereka sudah terparkir rapi dan jendela di lantai atas pun terlihat terang yang menandakan bahwa orangtuanya sudah ada di kamar.

Pukul berapa sekarang? Kenapa mereka pulang sangat cepat?

Hyejung segera masuk ke dalam rumah hati-hati, melepas sepatunya dan mengganti dengan sandal rumah yang sudah disediakan seperti biasa. Ia mendapati Ibunya tengah duduk di ruang tengah sambil membaca majalah yang ada di pangkuannya.

Menyadari kedatangan putrinya, Shin Hyesun menoleh dan tersenyum, "Kau baru pulang? Lambat sekali?"

Hyejung menghempaskan tubuhnya di sofa, tepat di sebelah Ibunya duduk. Dia memainkan kuku jarinya sebelum menjawab dengan sebuah kebohongan, "Hm, aku ada kerja kelompok."

Ibunya mengangguk mengerti, "Kalau begitu sekarang lebih baik kau mandi lalu kita makan malam bersama. Ayahmu juga sedang mandi." Hyesun menepuk bahu putrinya pelan namun berkali-kali dengan tepukan teratur.

Hyejung menurut kemudian dengan berat mengangkat tubuhnya untuk berdiri dari posisinya yang terlanjur nyaman. Bahkan langkahnya terkesan malas dan lambat untuk menuju kamarnya. Seandainya dia punya lift di rumahnya, dia tidak perlu menguras energinya untuk naik ke atas 'kan?

***

Perpaduan sempurna antara suara piring yang beradu dengan sendok, dan garpu kini memenuhi ruang makan di kediaman keluarga Shin. Rasanya sudah lengkap sekali setelah sepuluh menit yang lalu mereka berkumpul untuk menikmati makan malam yang sudah disiapkan oleh Shin Hyesun dengan bantuan sang asisten rumah tangga.

Perpaduan suara itu menyebabkan seisi ruangan menjadi berisik. Terutama suara itu ditimbulkan oleh Hyejung dan Ayahnya. Berbeda dengan Ibunya yang menikmati makanannya bak ratu kerajaan yang terlihat sopan dan hati-hati.

Dalam hitungan detik, Hyesun baru mengingat sesuatu. Ia meletakkan sendok dan garpu yang ia pegang cukup keras. Hal itu membuat Hyejung dan Tuan Shin terkejut sebab sang wanita itu dikenal lemah lembut. Tak lama, Hyesun mengisyaratkan mereka untuk menghentikan aktivitas sejenak yang langsung dipatuhi oleh keduanya.

"Ibu baru ingat sesuatu."

Tuan Shin akan melanjutkan kembali kegiatan makannya, namun Istrinya dengan segera melarang dengan sebuah gelengan kepala. Jelas instruksi itu menandakan kalau dia tidak boleh makan sampai wanita itu selesai bicara. "Tidak sayang, kau harus mendengarkan aku juga."

Stay Still | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang