Ini terbilang terlalu larut bagi seorang gadis berjalan sendirian di tengah gelapnya malam. Biasanya mereka akan cemas saat menyusuri gang kecil di setiap jalan. Tapi tidak untuk Hyejung. Gadis itu hanya terus merutuki diri, mengumpat dan semacamnya setelah mengingat terakhir kali dia melihat jam di rumah Jimin menunjukan pukul sembilan.
Dia bimbang tentang kemana dia harus pergi sekarang? Hatinya tidak begitu baik untuk kembali ke rumah. Lagipula kedua orangtuanya tahu bahwa ia tidak akan pulang. Kembali ke rumah Jimin, itu tidak mungkin dan bukan pilihan yang tepat. Ia telah mengakhiri segalanya, walau secara hati-hati meminta agar pria itu tetap mau berteman dengannya meski dia sendiri tidak yakin Jimin bisa memenuhi permintaannya.
Bagaimana tidak? Ia telah menyakiti pria yang terbilang belum sepenuhnya dewasa itu. Sesungguhnya bukan hanya pria itu, dia sendiri pun belum. Mereka sama-sama masih terlalu muda untuk urusan seperti ini. Di saat yang seusianya sibuk dengan urusan sekolah dan lainnya, dia malah dihadang masalah hati.
Kakinya terus melangkah, tapi tidak jarang ia berhenti sebentar hanya untuk menendang kaleng-kaleng yang berserakan di tanah. Tujuannya hanya untuk melampiaskan amarah.
Gadis itu terus berpikir, kemana dia harus pergi? Ponselnya mati, dan ia lupa untuk meminjam charger pada Jimin. Bahkan dengan cerobohnya ia meninggalkan seragam sekolahnya di rumah Jimin, beruntung ia memakai kaus kebesaran milik Jimin dan celana pendek yang tidak sengaja ia bawa di tas. Dan beruntung pula, luka di kakinya mulai membaik setelah Seulgi mengobatinya.
Tapi angin malam terlalu dingin hingga menusuk kulitnya. Rasanya darahnya mendesir hebat, terpaksa membuatnya harus merengkuh diri sendiri. Dia hanya terus melangkah melawan terpaan angin. Tidak yang ia pikirkan, tapi ia harus mencari tempat untuk menginap sementara.
Jalanan mulai terlihat sepi, bahkan mobil yang berlalu lalang di sekitar mulai berkurang. Tapi ia tersenyum bahagia ketika sampai di tempat tujuannya. Menekan bel yang ada di pagar rumah besar di hadapannya secara hati-hati. Belum ada jawaban, hingga ia menekan kesekian kalinya.
Menunggu hingga jari telunjuknya hampir membeku, seseorang akhirnya keluar. Wajah terkejut bersamaan dengan cemas menyambut. Ia segera berlari menghampiri Hyejung yang hanya bisa tersenyum dan merengkuh diri sendiri dari luar pagar.
"Hyejung? Ada apa denganmu?" Dia tampak tergesa-gesa membuka pagar.
Setelah berhasil membukanya, ia langsung menarik Hyejung untuk masuk. Tatapannya terus menyelidik, hingga ia matanya tidak sengaja jatuh pada perban yang melilit di lutut gadis itu, dan juga—luka di lehernya.
Salahkan siapa? Tapi ia berpikir mungkin saja gadis itu jatuh dan tidak sengaja melukai lutut dan lehernya. Dan juga ia tahu bahwa dia harus menahan diri walau setumpuk pertanyaan siap dia layangkan. Hanya melihat keadaan gadis itu saja dia paham bahwa setidaknya ia harus membawa gadis itu masuk terlebih dahulu.
Ia menopang Hyejung dengan merengkuh bahunya sebelum Hyejung melepasnya dan menolaknya dengan nada halus, "Tidak apa-apa, Oppa. Aku masih bisa berjalan sendiri. Apa Yeonhee ada?"
"Tapi—" Jung Hoseok menatap lurus ke arah Hyejung. Gadis itu hanya mengangguk seolah megisyaratkan kalau dia memang baik-baik saja dengan mengulas senyuman. Hoseok yang tidak tahu harus berbuat apa akhirnya mengalah. Ia membiarkan Hyejung melangkah lebih dulu di depannya karena ia khawatir sewaktu-waktu gadis itu akan jatuh. Maka dari itu ia menyiapkan dirinya di belakang untuk melindungi gadis itu.
"Yeonhee ada di kamarnya, Jung. Aku tidak tahu kenapa sejak tadi anak itu berteriak tidak jelas. Coba kau ke sana dan bicara dengannya." Ujar Hoseok setelah mereka mencapai ruang tamu rumah besar itu.
"Di mana Bibi dan Paman Choi?" Hyejung melirik ke setiap sudut, tapi tidak menemukan siapa-siapa.
"Mereka baru saja pergi beberapa menit sebelum kau datang. Seharusnya mereka berangkat besok pagi, tapi bisnis di Jepang mengharuskan mereka pergi dengan penerbangan malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Still | PJM
Fanfiction[COMPLETED] Persahabatan antara seorang pria dan wanita tidak ada yang abadi, sama halnya dengan kisah mereka. Berjuang untuk sekedar bertahan, atau bahkan memilih untuk menyerah. Sikap Jimin yang sulit ditebak, sampai cinta sebelah pihak Hyejung y...