Kini Hyejung sudah menapakan kedua kakinya di atap sekolah yang dingin itu. Melangkah hati-hati menuju sosok Jimin yang tengah tertidur di kursi panjang yang sejak dulu memang ada di sana. Meski lelah akibat sedikit berlari tadi, tidak membuatnya menyerah untuk menemui pria itu.
Hyejung berdeham, "Ehm."
Hal itu berhasil membuat pria itu membuka mata. Pandangannya tidak lepas dari sosok Hyejung yang masih berdiri di hadapannya. Menutupi sinar matahari yang sebelumnya begitu menyengat wajah kantuknya. Dia kemudian berkata, "Duduklah."
"Aku akan duduk, tapi melihat posisimu seperti ini bagaimana aku bisa—"
Jimin mengangkat kepalanya dan memperhatikan posisinya. Benar, Hyejung tidak akan bisa duduk karena tubuhnya sangat memakan tempat. Namun dengan sekali kedip, sepintas ide melewati pikirannya.
"Kemari." Mendengar perintahnya, gadis itu segera menurut saja. Tidak tahu apa yang akan Jimin lakukan tapi yang jelas Jimin menarik lengannya sekaligus setengah bangun dari posisi tidurnya.
Tidur di atas paha Hyejung. Itulah yang terjadi.
Sesuatu yang Jimin bahkan tidak ingat kapan terakhir kali dia dan Hyejung berada dalam posisi seperti ini. Dia tersenyum diam-diam sembari melanjutkan acara tidurnya.
Berbeda dengan gadis itu yang sedang mencerna situasi saat ini. Tapi jangan ditanya bagaimana perasaannya sekarang. Jelas sekali dia amat terkejut, mendadak jantungnya tidak bisa berdetak dengan normal. Rasanya berbeda saat kau tahu bahwa kau menyukainya.
"Jadi kau memintaku kemari hanya untuk ini?"
"Tidak." Ia menjawab masih dengan menutup matanya. "Omong-omong, apa kau membawa bekal hari ini?"
Fokus Hyejung saat ini hanya pada wajah Jimin yang terlihat tenang, membuatnya sejenak memikirkan sesuatu. Dia merindukan sosok Park Jimin yang seperti ini mengingat hubungannya dengan Jimin semakin ke sini semakin renggang. Bahkan sesuatu yang Jimin sering lakukan padanya dulu sekarang dapat memberi reaksi lebih cepat—semacam gugup dan sebagainya.
"Tidak, Ibuku tergesa-gesa karena bangun terlambat. Dia tidak sempat membuatnya."
Jimin membuka mata dan itu cukup membuat gadis itu kaget, "Sayang sekali. Padahal aku sedang lapar."
"Kalau begitu, mau kubelikan?"
Hyejung akan berdiri. Namun ketika merasa kepalanya terangkat karena Hyejung akan berdiri, Jimin menahannya dengan menekan kuat paha Hyejung dengan kepalanya. "Tidak perlu, tiba-tiba aku merasa kenyang. Tetaplah di sini."
Gadis itu tidak mengerti lagi dengan pikiran Jimin. Tingkah lakunya semakin sulit ditebak. Salah satu buktinya adalah sekarang, Jimin tiba-tiba bangun dan duduk dengan jarak begitu dekat di sebelah Hyejung. Bahunya dan bahu Jimin menempel sempurna, tidak berjarak. Seolah Park Jimin bisa saja memusnahkan jarak jika itu tercipta lagi.
"Jung," Dia mendesis menyebut nama gadis itu.
"Hm?"
"Boleh aku bicara?"
"Bukankah sejak tadi kau sudah bicara?"
Respon Hyejung membuatnya sedikit terkekeh. Jenaka sekali. Jimin mengambil jeda sebentar sebelum mengutarakan apa yang ingin ia katakan. Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat. Ia tidak bisa lagi menunda, sebelum terlambat untuk kesekian kalinya.
"Tolong jangan marah setelah aku mengatakannya." Pinta Jimin halus.
"Maksudmu?"
"Jangan marah—apapun yang akan aku katakan setelah ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Still | PJM
Fanfiction[COMPLETED] Persahabatan antara seorang pria dan wanita tidak ada yang abadi, sama halnya dengan kisah mereka. Berjuang untuk sekedar bertahan, atau bahkan memilih untuk menyerah. Sikap Jimin yang sulit ditebak, sampai cinta sebelah pihak Hyejung y...