So guys, part nineteen itu flashback kejadian pas Jimin tahu kalo Hyejung suka sama dia. Dan part twenty ini, lanjutan dari part eighteen.
Selamat membaca!
●●●
Jimin memijat pelipisnya berkali-kali. Barangkali tidak lama lagi akan muncul kerutan di wajahnya. Bagaimana tidak? Sudah enam kali Bibi Shin—Ibu Hyejung menghubunginya. Bisa dihitung setiap sepuluh menit sekali. Alasan dan pertanyaannya selalu sama, yaitu memastikan kalau Hyejung aman.
Lelaki itu jelas tahu, sudah bukan hal yang aneh lagi jika seorang Ibu khawatir pada anaknya. Tapi, apa yang ini tidak terlalu berlebihan? Ini sudah ketiga kalinya dia menghela napas berat, berpikir bahwa inikah rasanya ketika Hyejung tidak pulang ke rumahnya?
"Jimin."
Lelaki itu lekas menoleh ketika suara lembut memanggil namanya. Sosok gadis yang sudah berganti pakaian dan handuk yang menggulung rambutnya tengah berjalan pelan ke arahnya. Bagi Jimin, gadis itu terlalu lucu.
"Ada masalah?" Tanya gadis itu, dia jelas melihat kalau Jimin sejak tadi tampak tidak tenang dan ada yang berbeda. Tapi dia hanya mendapat gelengan kepala dari pria itu. Sehingga dia kembali berkata, "Tapi wajahmu mengatakan begitu."
"Hanya masalah kecil." Balas Jimin.
"Ibuku membuatmu tertekan, ya?"
Jimin nyaris terjungkal. Apa Hyejung peramal? Bagaimana gadis itu bisa tahu kalau ia sedang stress karena Ibu gadis itu?
"Maaf, Jimin." Lirih Hyejung kemudian.
"Oh? Hei—Tidak apa-apa, Jung. Lagipula itu wajar, Ibumu hanya terlalu khawatir."
Hyejung terlihat mendekat dan duduk di sisi kanan Jimin, ikut bergabung menyaksikan ponselnya yang sedang mati. "Apa yang kau lihat?" Hyejung menajamkan pengelihatannya.
"Tidak ada."
Jimin menatap sebentar ke arah ponselnya, namun tidak lama kemudian memilih untuk meletakannya pada meja yang ada di hadapan. Dia pelan-pelan meraih Hyejung ke dalam rangkulan, entah kenapa hari ini ia ingin sekali memeluk gadis itu. Tapi Jimin khawatir Hyejung akan protes, sehingga dia mencoba untuk merangkulnya sebagai permulaan.
Memastikan terlebih dahulu kalau Hyejung tidak akan marah.
Senyum tipis mengembang di wajah Jimin ketika menyadari tidak ada perlawanan sama sekali dari Hyejung. Gadis itu hanya diam sambil menatap kosong ke sembarang arah.
"Jim, kau tahu—Seulgi tidak akan baik-baik saja jika dia melihat ini."
Ya, kau benar sekali, Jung.
Apa yang Hyejung lontarkan barusan adalah sebuah fakta, tapi gadia itu terdengar datar sekali namun tidak membuat Jimin terusik. Sebaliknya, lelaki itu mencoba untuk tersenyum sebelum mengalihkan pembicaraan, "Jung, kau sudah makan?"
Hyejung menggeleng, "Aku tidak ingat, tapi sepertinya belum."
"Mau aku buatkan ramyeon?"
Melihat Hyejung yang sekali lagi menggeleng membuat Jimin mengerutkan dahi. Gadis itu terlihat sekali sedang menahan lapar. "Kenapa? Kau ingin yang lain? Kau harus makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Still | PJM
Fanfiction[COMPLETED] Persahabatan antara seorang pria dan wanita tidak ada yang abadi, sama halnya dengan kisah mereka. Berjuang untuk sekedar bertahan, atau bahkan memilih untuk menyerah. Sikap Jimin yang sulit ditebak, sampai cinta sebelah pihak Hyejung y...