13. Answer : Her

7K 987 56
                                    

Shin Hyejung.

Aku tidak percaya, lembar kertas putih dengan puluhan bahkan ratusan kata di dalamnya yang wajib dijawab setelah membacanya sudah terpampang indah di depan mata. Entah sudah keberapa kalinya aku mengulang kembali karena kurang memahami, tapi mataku bisa juling rasanya.

Kalau sejak tadi aku terus mendapat pertanyaan yang membuat mual dan pening, sekarang bolehkah aku yang bertanya?  Pertanyaanku hanya satu dan sangat simple sekali, kalian bahkan tidak perlu berpikir. Bagi kalian yang mungkin seusia denganku akan amat satu pikiran denganku. Tolong, kali ini kalian harus berada di pihakku.

My one and only question is ...

Mengapa soal-soal ujian terkadang lebih sulit dua kali lipat dari latihan yang telah diberikan oleh guru?

That's it.

Hanya satu, dan sangat simple 'kan?

Kembali ke kisahku, ujian kelulusan ini rasanya terlalu cepat bagiku. Aku cukup tersiksa ketika memahami materi pelajaran yang akan diuji. Tapi terimakasih pada author yang telah membuatku memiliki otak yang cukup kuat untuk menampung memori. Hampir delapan puluh lima persen aku bisa menjawab soal. Sisanya aku tidak yakin.

Sesekali aku mencuri pandang pada Taehyung, berharap dia bisa membantu. Tapi parah sekali, pria itu hanya memandang kertasnya sejak tadi. Apa dia sedang mengerjakan atau hanya memandangi kertasnya—aku tidak mengerti.

Aku menoleh ke belakang untuk melihat siswa lain. Puluhan ekspresi menyambutku. Kalian mungkin bisa menebaknya ketika sedang menghadapi ujian.

Pandanganku terhenti padanya, dirinya—dan hanya dia, pria yang menjadi temanku beberapa tahun ini. Maafkan ucapanku yang cukup berbelit untuk kalian pahami.

Jantungku hampir lompat ketika dia mengalihkan pandangannya dari kertas menjadi ke arahku. Tidak,  bagaimana ini? Aku seperti pencuri yang tertangkap basah sekarang. Panik. Ingin membuang tatapan ke arah lain, tapi rasanya bola mataku mendadak tidak bisa bergerak detik itu juga.

Apa yang harus aku lakukan?

"Taehyung."

Mungkin memanggilnya cukup membantu. Aku memanggil dengan volume suara yang sangat kecil. Sehingga memungkinkan hanya Taehyung yang dapat mendengarnya.

"Yah, Kim Taehyung." Untuk kedua kalinya, aku tidak menerima respon sama sekali. Bodoh, apa yang dia lakukan sampai tidak mendengar panggilanku? Apa dia tuli?

"Kim Tae—"

Astaga, Park Jimin. Aku tidak bisa diperlakukan seperti ini. Aku—bisa—gila.

Dia baru saja mengedipkan sebelah matanya ke arahku, terlihat genit sekali. Dia mengucapkan sesuatu tanpa suara. Namun, siapapun yang melihatnya, meski orang itu tuli pun dia bisa menyimpulkan apa yang Jimin ucapkan.

Kau cantik hari ini.

Katanya begitu, aku cantik. Mataku membesar. Terkejut bukan main. Sepertinya kali ini jantungku sudah tidak di tempatnya lagi. Aku kehilangan akal, tubuhku melemas. Pipi ini seketika terasa panas, ingin sekali berteriak kalau saja aku tidak bisa menahannya.

Park Jimin sukses membuatku semakin sulit melupakannya.

Namun di saat aku berada di ambang jurang kebahagiaan yang Jimin ciptakan tadi, mata sialanku menangkap presensi gadis di seberang sana yang tidak semestinya aku lihat. Dia menjadi batasan antara jarakku dengan Jimin.

Stay Still | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang