Eighteen

4K 339 3
                                    

Aku sedang berada dalam konsentrasi tingkat tinggi sekarang. Di dukung dengan ketenangan ruang perawatanku dan tubuh besar Nathan yang berbaring di sampingku aku bisa mencapai target yang sempat tertinggal ketika aku pingsan beberapa waktu lalu.

Ketika pintu berderit terbuka, aku buru-buru meletakan laptopku di atas meja dalam keadaan tertutup dan menjatuhkan tubuhku menyamping di atas ranjang berhadapan dengan suamiku. Aku memejamkan mataku berpura-pura bahwa aku masih terlelap. Tidak biasanya dokter melakukan kontrol pada dini hari karena baru beberapa jam yang lalu orang yang hobi mengenakan jas rumah sakit itu memeriksaku.

"Sepertinya kalian baikan!" Cetus sebuah suara perempuan yang hangat dan bersahabat.
Mataku langsung terbuka lebar dan aku memposisikan bokongku duduk di samping Nathan. Aku semakin terbiasa dengan kunjungan-kunjungan dari tokoh sialan itu dalam hidupku. Lama kelamaan mereka terasa seperti teman. Kadang aku membuat sebuah alur cerita yang membuat mereka kesal hanya karena aku merindukan mereka, terutama Vicky.
"Kami sedang dalam gencatan senjata" jawabku.
"Kuharap kalian menarik kembali tuntutan perceraian itu" Vicky mengganti bunga di dalam vas dan duduk di samping ranjang. Posisi kami agak sedikit canggung karena Nathan berada di antara kami berdua. "Jane, kau membutuhkan orang lain untuk menemani sisa hidupmu. Dan suamimu adalah yang terbaik."
Aku menatapnya dengan sinis, yah aku sangat tidak suka diceramahi, "jadi, kau ke sini untuk menceramahiku tentang apa yang harus dan tidak harus kulakukan?" tanyaku.
"Tidak, itu terserah padamu" ia menatapku dengan dahi mengerut heran, "aku ingin tahu alasanmu membuat Lazzy berselingkuh di belakangku!"
"Lazzy hanya manusia dan ia butuh satu-dua kali pelepasan, Vicky. Lagi pula kau yang telah berselingkuh di belakang Lazzy sejak awal hubungan kalian dimulai" jawabku dengan mengiba.
Aku melihat gadis itu menunduk namun bukan sedih, tampaknya ia sedang menimbang perasaannya. "Lalu bagaimana denganku? Apa aku akan tampak seperti satu-satunya manusia bodoh di sini?"
Aku menghela nafas lelah, "ini adalah cerita tragedi, Vicky. Kau harus siap dengan apapun yang akan terjadi padamu"
"Aku tahu aku tidak dapat mengubah keputusanmu" ia berdiri dari bangkunya sambil menatap Nathan dengan wajah sendu. Aku harus menahan diri ketika gadis itu menyisirkan jemarinya di rambut Nathan yang menutupi sebagian dahinya. Aku terus memperhatikan gerakan menyebalkan itu dan tidak sadar bahwa Vicky sedang menatapku dengan senyum tipis di bibirnya.
"Apakah kau pernah berpikir bahwa suamimu juga pria yang membutuhkan pelepasan?" tanya Vicky dan aku merasakan wajahku panas, mungkin sekarang pipiku memerah. Aku tidak mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan yang dikembalikan padaku maka aku diam dan merenungkannya kembali.
Ketika sadar aku melihat gadis itu telah mencapai ambang pintu, ia tersenyum pada wajahku yang masih tercengang, "Lekas sembuh! Mungkin saja Nial akan kembali mendatangimu."
"Aku sudah terbiasa dengan kunjungan kalian, katakan padanya aku tidak sabar menanti kunjungannya."
Kepalaku tersentak ke arah Nathan ketika aku merasakan pria itu mengeluskan pipinya di telapak tanganku. Aku meringis heran, sejak kapan aku membelai pipi suamiku? Aku menarik tanganku seolah pipi Nathan memancarkan panas bara api.
"Aku suka belaian tanganmu, jangan berhenti, please!" gumam suamiku dengan mata terpejam.
Aku tersenyum dan kembali membelai pipinya perlahan, jantungku kembali berdebar kencang ketika bibirnya mengulas sebuah senyum manja.

***

Vicky baru saja selesai mandi, sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk ia melihat Lazzy masih tidur nyenyak di atas ranjang. Sepertinya pria itu ingin melewatkan sarapan pagi ini. Vicky tidak yakin kapan pria itu kembali ke kamar sebab setelah menangis semalaman ia tertidur pulas dengan mata perih dan bengkak. Begitu ia bangun pagi-pagi sekali ia mendapati Lazzy telah berbaring menelungkup nyaman di sebelahnya. Pria itu bahkan tidak merespon ciuman yang Vicky berikan di pipinya.

Setelah berpakaian ia turun untuk sarapan sendiri karena enggan melewatkan suasana pagi hari di atas kapal. Puas dengan sarapan ala Inggris dilengkapi dengan pemandangan langka ratusan burung terbang berputar di atas laut, ia memutuskan untuk membawa satu set sarapan untuk Lazzy.

Inside The BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang