Three

9.3K 658 1
                                    

Vicky berguling gelisah di atas ranjang sempitnya dan masih sulit tertidur walau telah berusaha memejamkan matanya sejak satu jam lalu. Ia memadamkan lampu kamar tanpa ada penerangan sama sekali kecuali seberkas sinar yang menerobos masuk dari celah gordennya. Berharap pikirannya termakan gelap malam sehingga ia sanggup melupakan bayangan wajah Nial yang begitu menghantuinya. Begitu menggelisahkan.

Ia menghabiskan satu jam terakhir dengan membiarkan pikirannya mengembara, tapi kemudian ia tersentak waspada oleh bunyi kenop pintu yang diputar. Vicky telah pamit untuk tidur kepada yang lainnya sekitar satu jam yang lalu dan seharusnya sekarang ia telah tertidur pulas.

Sulit untuk mempertahankan kelopak matanya agar tidak bergetar Vicky menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan menyembunyikan kepalanya di dalam sana. Ia merasakan degup jantungnya berubah dinamis begitu mendengar pintu kamarnya terbuka untuk beberapa saat. Ia dapat merasakan cahaya lampu dari luar menerobos masuk menembus selimutnya sehingga kamarnya menjadi temaram.

Itu Mom, pikirnya dalam hati. Stacy selalu memeriksa keadaan Vicky pada malam hari mencegah gadis itu tertidur dengan headset terpasang di telinganya atau tidur sambil membawa ponsel.

Dengan cukup sabar ia harus menahan gerakan sekecil apapun bahkan bernafas sekalipun. Beberapa detik berlalu, ia merasakan perlahan cahaya dalam kamarnya meredup lalu kembali gelap bersamaan dengan suara pintu kembali ditutup.

Vicky menurunkan selimutnya setinggi pinggang dengan tegesa-gesa karena pengap dan mendesah lega. Matanya masih belum terbiasa dngan perubahan intensitas cahaya yang begitu cepat. Ia meletakan punggung tangannya menutupi mata sembari menelan ludahnya begitu enggan menerima gangguan dalam bentuk apapun malam ini.

"Aku tahu kau belum tidur" ujar sebuah suara berat dari sudut kamarnya.
Seketika ia mengenal pemilik suara itu namun ia tetap terlonjak kaget di tempat tidurnya. Sosok Nial bergerak tanpa ia sadari dan kini berdiri menjulang di samping tempat tidur dan membuat tubuhnya lemas seketika. Ia mengusap tulang hidungnya sambil kembali memejamkan mata. Ia mengatur suaranya agar terdengar senormal mungkin.
"Kenapa kau kemari?" tanya Vicky lirih karena berpura-pura menahan kantuk.
"Aku ingin melihatmu dan mendengar ceritamu" jawabnya tegas menunjukan sikap keras kepalanya.

Vicky kembali tersentak ketika merasakan ranjangnya melesak ke dalam saat pria itu duduk di salah satu tepinya. Ia harus menahan diri untuk tidak melompat menjauh dari tubuh Nial yang memancarkan panas. Bagaimana pun mereka adalah saudara walau hubungannya sangat jauh sekali, mereka sudah akrab sejak kecil sehingga aneh jika Vicky menjauh ketika Nial hanya berusaha menunjukan perhatiannya.

"Cerita apa? Kau tahu aku sedang berusaha tidur" sahut Vicky ketus dan berusaha terdengar uring-uringan.
"Apa yang sedang terjadi antara kau dan kekasihmu?" tanya Nial dengan tenang, tangannya menjalar lembut di atas selimut yang menutupi paha gadis itu.
"Tidak ada, hanya masalah kecil. Bukan masalah!" jawab Vicky sekenanya. Ia benar-benar gugup dengan kedekatan jarak mereka.
Nial tidak kehabisan akal untuk memancing seorang gadis berbicara, "Hm. Bagaimana jika aku menebak? Tapi kau harus jujur." Suaranya begitu menenangkan. Darimana ia mendapatkan jenis suara tentram seperti itu?
"Coba saja!" jawab Vicky tanpa pikir panjang dan ia menyesalinya karena seharusnya ia mengusir pria itu keluar.
"Siapa nama kekasihmu?" tanya Nial seraya menatap wajah gadis itu samar-samar. Tangannya bergerak begitu perlahan menarik turun selimut gadis itu.
"Andrew Harrison." jawab Vicky cepat.
"Apakah paman Henry tahu kau berhubungan dengannya?" Nial menyipit curiga pada gadis itu.
"Kurasa begitu, ia sedikit...curiga" jawabnya setelah berpikir sejenak.
"Jadi kau berhubungan di belakangnya?" tuduh Nial.
"Apa kau akan memberitahu, Papa?" tanya Vicky waspada.
"Tidak, tenang saja" jawab Nial. Vicky merasa pria itu menarik nafas panjang. "Hm" ujar Nial, "ternyata begitu, ya!"
"Apanya yang begitu?" Vicky mengerutkan dahinya pada Nial. Setitik sinar dari luar jendela menjadi satu-satunya penerangan di kamar itu. Vicky dapat melihat satu sisi wajah Nial yang tampan dan satu sisinya lagi gelap tak terlihat. Nial merupakan perwujudan iblis yang lembut namun menjanjikan kengerian yang luar biasa.

Inside The BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang