Suara berdenging panjang memekakan telinga. Kabut tebal menghalanginya pandangannya sehingga ia tidak bisa melihat jelas apa yang ada di depannya dan tidak bisa merasakan apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Gadis itu menutup telinganya rapat-rapat sembari meringkuk seolah ia dapat menghindar dari suara denging yang mungkin sudah membuatnya tuli. Ia bahkan tidak dapat mendengar suaranya sendiri.
"Victoria...!"
Dalam keputusasaannya mengusir suara itu samar-samar ia mendengar seseorang memanggil namanya, suaranya terdengar begitu jauh. Tidak terrdengar jelas hanya saja ia yakin suara itu meneriakan namanya.
"Victoria...!"
Vicky berusaha mengikuti arah sumber suara tersebut. Tangannya berusaha menggapai di tengah kabut tebal yang mengelilingi dirinya. Suara itu berlomba dengan dengung panjang tadi namun Vicky berusaha fokus pada suara yang meneriakan namanya."Victoria...!"
Kemudian ia merasakan sepasang tangan besar mencengkeram lengan telanjangnya dengan erat sembari mengguncang tubuhnya hingga gemeletuk geliginya terdengar memilukan. Ia menggeliat takut namun tak kuasa melepaskan diri dari tangan itu.
Sayup-sayup suara itu terdengar semakin jelas dan dengung panjang itu semakin lirih hingga sepenuhnya lenyap.
"Nial! Itu suara Nial. Dia memanggilku."Dirinya seolah dikirim kembali dari alam serba berkabut dan berdenging bising oleh kesadarannya pada tanah tempat kakinya berpijak. Suara Nial semakin jelas di telinganya. Perlahan ia membuka mata dan menurunkan tangannya dari telinga. Gadis itu mendongak cepat pada pria di hadapannya, serbuan air mata tumpah diiringi rasa syukur karena Nial berdiri tegap di hadapannya sekarang lengkap dengan tuksedo mewahnya tanpa noda darah sedikit pun. Pria itu tampak begitu sehat dan tampan seperti biasanya.
Vicky melompat dan melingkarkan lengannya di leher Nial kemudian ia mendaratkan ciuman dalam ke bibir kekasihnya. Nial merangkul pinggangnya dengan canggung dan Vicky menjauh mencoba memandang pria itu dengan sangat takjub.
"Ini kau" gumam Vicky.
"Ya, ini aku, Sayang!" ujar Nial antara bingung dan senang.
"Apa ini?" alis Vicky bertaut samar, ia mengelus tepi dahi Nial yang ditempeli plester tipis.
"Aku sangat terburu-buru berdiri ketika Jaden-perias- sedang menambahkan apapun di wajahku karena Dylan berkata kau sangat cemas atas keterlambatanku sontak aku membentur gigi Jaden, tapi ini bukan sesuatu yang serius." Nial mengulas senyum menawannya.
"Aku akan mencabut gigi Jaden untukmu" sahut Vicky benar-benar tulus. "Oh, Nial...aku hamil" bisik Vicky dengan suara bergetar senang.
Pria itu tak sanggup berkata-kata, mulutnya membuka dan menutup namun tak satu pun kata terlontar dari bibirnya. Sebagai gantinya ia menangkup pipi Vicky dan menciumnya dalam serta lama hingga terdengar beberapa orang bersorak girang dari samping mereka sembari bertepuk tangan.
"Kalian belum mengikrarkan janji, kau belum oleh mencium mempelaimu!" tegur seorang pria bertubuh pendek dan gempal yang sedang berdiri canggung di sisi mereka lengkap dengan jubah kebesarannya dan kitab di tangan.
Vicky tersentak mundur, wajahnya memerah ketika menoleh ke arah tamu undangan yang sedang menertawakan tingkah konyol mereka, dan wajahnya lebih memerah lagi ketika melirik pendeta yang menatap mereka dengan tatapan protes.Namun ketika ia menoleh pada pria tampan dihadapannya, wajahnya sanggup lebih merah lagi. Pria itu memberinya tatapan jahil dengan senyum miring dan satu alis terangkat ke arahnya. Seluruh diri Vicky seolah tersedot ke dalam pusaran mata pria itu. Tanpa menoleh ia berkata pada pendeta di sampingnya:
"Bapa, bisakah kita menyelesaikan ini sekarang?" pinta Vicky lirih penuh harap.Ketika pendeta memulai bagiannya ia bersumpah dalam hati, Aku tidak akan pernah menyiakan sisa waktu yang kita miliki. Setiap detik yang kulalui denganmu akan begitu berharga sekarang dan selamanya...
Dan ia menambahkan,
Thank's, Jane!TAMAT
Terimakasih semua yang sudah membaca hingga final chapter... Saya sangat menghargai segala bentuk apresiasi kalian.
Saya menerima KRITIK dan SARAN yang membangun dari kalian semua.Dan sekali lagi terimakasih banyak...
Akhirnya selesai juga cerita ini setelah bimbang beberapa hari, sekarang saya bisa mengerjakan yang lainnya.Oh, ya, Noah dan Dakota adalah cameo dari cerita saya yang lain tapi belum selesai. Mungkin setelah ini saya akan lanjutkan dulu #3 A Love to White Rose tentang Keenan. Ok, selesai curhatnya!
Salam, BeeStinson.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside The Book
RomansGadis yang sudah ia anggap sebagai adik diam - diam memujanya dengan tatapan itu. Dan ketika hasrat bergejolak dalam jiwa mudanya, ia tidak menyiakan kesempatan yang ada hanya untuk memuaskan rasa penasarannya.