VML11: Tersadar

4.1K 304 42
                                    

MATANYA terus mengarah pada gadis yang sedang membersihkan luka di lututnya. Tadi Devin sempat terjatuh dari sepeda karena dia tidak hati-hati saat mengendarainya. Devin terus menatap Velin, senyumnya terukir saat Velin dengan telaten, memasang plester di lututnya. Devin sudah terbiasa dengan Velin yang selalu mengobatinya saat dia terluka.

Ketika Velin mendongak menatapnya, Devin merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Tapi Devin berusaha mengontrol diri, agar terlihat biasa saja di depan Velin.

"Udah selesai?" tanya Devin berusaha tidak gugup.

Gadis berusia 11 tahun itu, mengernyit melihatnya. Devin yakin Velin bingung melihat dirinya yang terlihat gugup. Meskipun Velin terlihat bingung, dia tetap menganggukan kepala.

"Udah," Jawab Velin.

Devin langsung membuka matanya saat sekelebat masa lalu, terbayang di pikirannya. Devin sempat memejamkan mata karena menahan sakit saat luka lebam di pipinya terkena ompresan air hangat, tetapi malah masa lalunya yang terlintas.

Devin melihat Velin yang berusaha mengompres luka lebamnya. Devin jadi merasa de javu, bayangan tadi hampir persis seperti sekarang.

Velin sahabat kecilnya. Perempuan pertama yang membuat Devin tertawa. Perempuan pertama yang membuat detak jantungnya berdetak tak karuan. Perempuan yang akan selalu mengisi hati Devin.

Disini di kamarnya, Devin masih setia memerhatikan Velin yang telaten mengobati luka lebamnya. Tepat saat pulang sekolah, Mommy kaget saat melihat wajah lebamnya dan berniat mengobatinya. Tetapi karena Mommy sedang sibuk mengurusi butiknya, akhirnya ibunya itu menelpon Velin agar mau mengobati luka-luka lebamnya.

Velin terkejut ketika Tante Lisa memintanya untuk mengobati luka Devin, sebenarnya Velin ingin menolak tetapi karena dia tidak tega dengan wajah Devin yang terdapat banyak luka, alhasil dia menurutinya.

"Selesai," ucap Velin seraya menaruh kain bekas ompresan ke dalam wadah--yang Velin sediakan tadi.

Kedua alis Velin tertaut melihat Devin yang terdiam. Lalu menggoyangkan tangan di depannya berupaya menyadarkan.

Mata Devin mengerjap beberapa kali, tersadar. Dengan dingin Devin bertanya. "Udah selesai? Kalo udah mending lo pulang."

Velin terhenyak mendengar ucapan Devin, tersirat sangat jelas dalam perkataan Devin kalau dia mengusirnya. Tetapi Velin berusaha bersikap seperti biasa, ceria.

"Tapi kan aku masih mau di sini, Dev," ucapnya, "lagian kata Tante Lisa, aku disuruh pulangnya nanti," tambahnya sembari tersenyum.

Devin mendengus, "Gue bukan anak kecil yang perlu dijagain."

Velin berusaha mencari akal agar dirinya bisa tetap di sini-di rumah Devin. Lagipula Velin masih ingat pesan Tante Lisa yang menyuruhnya untuk mengobati Devin sekaligus menjaganya, sebenarnya Velin sempat heran mengapa Tante Lisa menyuruhnya untuk menjaga Devin. Devin kan bukan anak kecil yang harus dijaga.

Velin beranjak dari sofa berniat mengambil minum di dapur. Baru sempat dia berdiri, pergelangan tangannya di tahan.

Bukannya melepas, Devin malah bertanya. "Lo mau kemana?"

Velin menatap Devin dengan heran, tadi bukannya Devin tidak ingin dirinya di sini, tetapi sekarang dia malah bertanya dia akan kemana.

"Aku haus, mau minum," jawab Velin sembari menarik tangannya untuk terlepas dari Devin.

"Gue juga mau turun," Velin semakin mengerutkan kening melihat sikap aneh Devin, sedari tadi sikap Devin benar-benar tidak jelas.

Mata Devin terus mengekori Velin yang sedang membuat hot chocolate. Devin sempat bingung dengan dirinya kenapa dia malah mengikuti perempuan itu ke dapur? Dan hanya duduk di depan meja bar sambil memerhatikannya.

Telah selesai membuat dua mug cokelat panas, Velin meletakkan satu mug tepat di depan Devin.

Velin meniup, sebelum meminum hot chocolatenya. Kemudian menatap Devin yang hanya diam melihat mug-nya. "Kenapa nggak di minum, Dev?"

Devin melihat Velin dan mug-nya bergantian. "Kenapa lo buatin ini? Gue kan nggak minta."

Velin berhenti meminum cokelat panas, tampak berpikir sebentar sebelum menjawab. "Ya, karena nggak mungkin aku cuma buat satu."

Kembali meminumnya, Velin mendongak melihat Devin yang akhirnya meneguk cokelat panasnya. Seketika membuat senyum Velin terbit.

"Kenapa kamu berantem sama Alfar, Dev?" Sebetulnya Velin ingin bertanya soal itu sedari tadi. Tetapi keberaniannya baru terkumpul sekarang.

"Bukan urusan, lo." Devin menjawab tanpa menatap Velin.

Velin menghela napas mencoba bersabar. "Aku tau, Dev. Tapi kan aku cuma mau tau kenapa kamu ber-"

"Gue bilang itu bukan urusan lo!" potong Devin cepat dan ketus.

Nada ketus itu lantas membuat Velin tersentak lalu menunduk. "Maaf, Dev. Aku nggak bermaksud buat kamu marah," Velin bangkit berdiri kemudian melanjutkan, "Mending aku pulang aja ya? Kayaknya aku ganggu kamu."

Untuk kedua kalinya, Devin menahan pergelangan Velin. Tanpa menatap matanya saat berucap. "Jangan, nanti malah gue diomelin mommy karena lo pulang."

Dengan ragu, Velin mengangguk lalu kembali duduk. Baru saja Velin mendaratkan dirinya di kursi, bunyi bel rumah Devin membuatnya kembali berdiri. Devin yang hendak berdiri dicegah oleh Velin. "Biar aku aja."

Velin berjalan menuju pintu utama rumah Devin. Saat Velin membuka pintunya, dirinya terkejut mendapati seorang perempuan tengah berdiri dengan dress bewarna putih tanpa lengan.

Sepertinya perempuan tersebut juga terkejut, matanya menyipit melihat Velin. "Lo siapa?"

Belum sempat Velin menjawab, tiba-tiba Devin sudah berdiri di sebelahnya.

"Ngapain lo di sini?" Devin bertanya dengan heran ketika melihat Nasha-pacar barunya-yang ternyata orang yang memencet bel tadi.

Nasha tidak menggubris pertanyaan Devin dan malah bergelayut manja di lengan Devin. "Aku kangen kamu, Dev. Emang kamu nggak kangen aku," ucapnya dengan manja.

Devin memutar matanya malas, lalu beralih pada Velin yang sedang menatap intens kalungan lengan Nasha di tangannya dengan heran.

"Dia siapa, Dev?" Tiba-tiba Velin menyuarakan pertanyaan yang bercongkol di pikiran. Nasha ikut menoleh padanya.

"Dia siapa, Dev? Aku juga nanya tadi." Nasha tiba-tiba ikut bertanya juga.

Devin terdiam bingung dengan situasi seperti ini. Berdeham, Devin berusaha terlihat biasa saja.

"Ohh iya, Vel. Kenalin ini Nasha-"

"Pacar Devin," Potong Nasha dengan cepat saat Devin terlihat hanya ingin memberitahu namanya saja.

Devin kontan menengok pada Nasha lalu kembali melihat Velin. Dia bisa menangkap raut Velin yang terkejut walaupun hanya sesaat.

"Sha, kenalin ini Velin, sa-" belum selesai Devin berbicara, Nasha kembali memutus perkataannya.

"Saudara, kamu?" tebaknya dengan senyum bertengger di wajah. Nasha mengulurkan tangan. "Nasha."

Velin menatap Devin dan tangan Nasha bergantian, Meski dengan perasaan pahit yang tiba-tiba menjarinya Velin tetap menjabat tangan Nasha. "Velin."

Perlahan, Velin melepaskan jabatan tangannya. Hatinya terasa bercampur aduk oleh rasa yang Velin tidak mengerti. Sekarang, dia sadar.

Mungkin dulu hanya dirinya perempuan yang selalu ada di sisi Devin. Tetapi seiring berjalannya waktu pasti semua berubah, terutama perempuan yang berada di sisi Devin.

To Be Continue
(01-April-2017)

●●●●

Jangan lupa Vomment!

Thank you
Aping

Velina My Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang