VML12: Awal Kebencian

4.3K 302 47
                                    

SEBELUMNYA, Devin tidak pernah membayangkan jika dia akan membenci seseorang bahkan memiliki musuh. Tetapi itu pemikirannya sebelum dia kehilangan sahabatnya, mendengar perceraian orang tuanya. Dan terakhir sebelum dia bertemu dengan saudara tirinya... Alfar.

Awalnya Devin tidak membenci Alfar. Namun, saat dia tahu jika penyebab perceraian orangtuanya karena wanita, yang tak lain adalah Ibu dari Alfar. Entah kenapa rasa benci itu timbul dengan sendirinya.

Devin hanya memandangi pintu rumah yang sudah terbuka di depannya. Tidak ada niat untuk masuk. Rumah mewah yang membawa semua kenangan kecil Devin. Semuanya. Sampai satu suara membuatnya tersadar.

"Mari, Tuan Devin!" Devin menengok ke arah Pak Asep yang sedang berdiri di dekat pintu, menunggu Devin untuk masuk ke dalam rumah.

Devin mengangguk, melangkah masuk ke dalam rumah yang sekarang membawa kenangan buruk bagi dirinya. Baru beberapa langkah Devin memasuki rumah, sebuah suara yang tak asing lagi, menghentikan langkahnya.

"Gue kira, lo nggak bakalan nginjakin kaki lo lagi, di rumah ini." Devin hanya diam tidak merespon. Di balik saku celananya tangan Devin terkepal, menahan emosi yang akan meluap.

Karena tak terdengar sahutan dari Devin membuat orang itu memutar tubuh Devin menghadapnya.

Dengan sedikit menyentak, Devin menyingkirkan tangan cowok itu dari bahunya, "Lo nggak usah ngurusin hidup gue, Al!"

Cowok itu, Alfar tersenyum miring, menatap remeh Devin yang berdiri di depannya. Melihat senyum itu, Devin mengendalikan diri untuk tidak menonjok wajah cowok itu sekarang.

"Terus lo ngapain, ke sini?" Alfar bertanya, masih dengan senyum menyebalkannya.

Satu alis Devin terangkat, dengan wajah datarnya Devin menatap Alfar. "Gue bilang, itu bukan urusan lo!"

"Itu jadi urusan gue, karena lo datang ke rumah gue!" balas Alfar masih tidak mau kalah.

Devin berdecak, dengan tenang Devin membalas lagi. "Ini bukan rumah lo, tapi rumah Bokap gue. Lo cuma numpang, di sini!"

"Lo?!" Alfar, menarik kerah baju Devin. Alfar hampir menonjok wajah Devin kalau saja, Frans, Daddy-nya tidak mengintrupsi mereka berdua.

"Apa-apaan kalian berdua?!" Frans menatap tajam kedua anaknya.

Dengan kasar Devin menyingkirkan tangan kotor Alfar dari kerah bajunya. Sebelum dia menatap ayahnya, Devin membersihkan bajunya seolah Alfar telah mengotorkan pakaiannya.

"Kita harus bicara, Dad."

Frans menatap anak kandungnya, menghela napas lalu mengangguk, "Kita ke ruang kerja, Daddy."

Sekilas, Devin menoleh ke Alfar. Sebelum mengikuti langkah Frans menuju ruang kerjanya.

Menutup pintu di belakang, Devin ikut duduk di sofa yang terletak di pojok ruang kerja Frans. Frans pun sudah duduk di depannya.

"Kabar kamu, gimana, Dev?" Frans mencoba berbasa-basi.

"Nggak usah basa-basi, Dad, langsung ke intinya aja," balasnya. "Kenapa Daddy meminta Mommy untuk kembali ke Daddy?" tanya Devin langsung.

Frans terkejut tetapi dengan mudah merubah raut wajahnya kembali. "Memangnya kenapa? Kamu nggak setuju Daddy kembali ke Mommy kamu?"

Kemarin Devin tidak sengaja mendengar obrolan Mommy dengan Bunda—panggilan Devin untuk mama Velin. Kalau Mommy mau rujuk kembali dengan Daddy.

Jadi semua yang Devin dengarkan kemarin benar. Devin tertawa hambar memikirkan itu. "Setelah apa yang Daddy lakukan?"

"Daddy tau, kalau Daddy salah, Dev," ucap Daddy, "Tapi bukankah itu keinginan kamu, melihat keluarga kita kembali utuh."

"Devin tidak pernah menginginkan hal itu," balas Devin dengan nada sinis yang tersirat.

"Daddy tidak pernah memaksa Mommy untuk kembali ke Daddy, Dev," Devin kembali menatap Frans. "Mommy yang meminta."

Mendengar itu, Devin terkejut. Tak lama dia tertawa sinis seakan tidak percaya dengan ucapan Frans.

"Jangan memutarbalikkan keadaan, Dad. Seakan-akan yang salah di sini Mommy!" Devin hampir berteriak, jika dia tidak mengingat dirinya sedang berbicara dengan siapa sekarang.

"Bukan seperti itu, Dev," Frans menghela napas lalu melanjutkan, "Mommy ingin melihat kamu seperti dulu, Dev. Dan Daddy ingin kembali melihat keluarga kita yang utuh dan harmonis."

Terperangah dengan ucapan itu, Devin diam tak berkutik.

"Dan Alfar, akan tinggal bersama kita, bertiga," Mendengar itu, lantas membuat mata Devin melebar. "Alfar sekarang juga anak Daddy, kan? Dan Tante Rania sudah meninggal tujuh bulan lalu. Jadi, sekarang Alfar tanggung jawab Daddy."

Devin diam memikirkan itu semua, berada dalam satu atap dengan makhluk bernama Alfar membuat Devin yakin untuk tidak menyetujui itu semua, tetapi ini semua keinginan Mommy, lalu Devin harus apa?

●●●●

Alfardo Aronio, dulu ia tidak pernah menganggap Devin sebagai musuh. Bahkan saat dia tahu mamanya menikahi Frans, dia sangat senang karena ia tahu kalau Frans memiliki anak laki-laki yang mungkin bisa berteman dengannya.

Tetapi semua pemikiran itu hilang seketika. Saat Devin merebut orang yang dia cintai, Thalita. Mendengar namanya saja membuat Alfar merasa sakit.

Alfar tahu, Thalita sudah berteman dengan Devin dari kelas satu SMP. Yang Alfar tidak menyangka, jika Devin menerima pernyataan cinta Thalita. Dari situ, kebencian di diri Alfar mulai tumbuh.

Saat merasakan pintu tersebut akan terbuka. Alfar sesegera mungkin, menarik tubuhnya menjauh dari pintu ruang kerja Daddy-nya.

"Ngapain lo, di situ?" Devin memicingkan mata curiga melihat Alfar.

"Gue nggak ngapa-ngapain,"jawab Alfar dengan santai.

Sebenarnya dia tadi menguping pembicaraan anak dan ayahnya itu. Dia tidak terkejut lagi saat mendengarnya, karena dia sudah tahu kalau Daddy akan rujuk dengan Lisa—Mommy Devin. Membayangkan satu atap dengan Devin membuat perut Alfar terasa mual.

Devin masih menyipit memandanganya, Alfar mengabaikannya lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Lo mau kemana?" Alfar bertanya saat Devin melangkah hampir keluar rumah.

Devin menengok ke arahnya, menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya. "Emang kenapa? Terserah gue lah mau kemana."

Entah pemikiran dari mana Alfar menceletuk, "Misalkan, lo ke rumah Velin, gue titip salam ya buat dia."

Devin menghentikan langkahnya, kembali menatap Alfar dengan datar, lalu melenggang pergi mengabaikan perkataan Alfar yang tadi.

Alfar tahu di balik wajah datarnya Devin menahan amarah, terlihat dari cara dia mencengkram saku celananya. Sekali lagi, Alfar membuat emosi Devin naik ke permukaan.

"Velin, sahabat kecil, Devin?" pertanyaan tersebut membuat Alfar menengok, melihat Daddy-nya sudah keluar dari ruang kerja.

Alfar mengangguk, "Ya, Dad." Alfar menjawab sembari mengambil toples yang berisi cemilan.

Frans mengangguk mengerti, lalu melenggang kembali ke ruang kerja. Alfar mengernyit, melihat Daddy-nya senyam-senyum sebelum masuk ke ruang kerjanya.

Di ruang kerjanya, Frans menatap sebuah bingkai foto. Dalam foto, Devin kecil sedang merangkul Velin kecil yang berada di sebelahnya sambil tersenyum. Melihat foto tersebut sudut bibir Frans melengkung ke atas, membentuk sebuah senyuman.

To Be Continue
(07-April-2017)

●●●●

Jangan lupa di vote ya^^

Velina My Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang