VML14: Best Friend?

4.4K 293 43
                                    

"KALIAN cocok banget,"

Suara yang terdengar sinis dan bercampur dengan nada remeh, menghentikan Velin dan Devin yang sedang berjalan beriringan.

"Kayak orang pacaran."

Dahi Velin mengerut mendengar suara yang tak asing di gendang telinganya. Velin seperti kenal dengan suara ini. Bersamaan, memutar tubuh ke belakang. Velin dan Devin terkejut dengan orang berdiri tak jauh dari mereka.

Alfar, di sana sedang berdiri di belakang mereka sembari tersenyum. Tetapi saat matanya melihat Devin senyum itu berubah seolah mengejek Devin.

"Hai, Velin," sapa Alfar yang sudah berdiri dihadapan gadis itu. "Lo nggak takut dikira pacaran, kalo jalan berdua doang?"

Alis Velin tertaut mendengar pertanyaan aneh Alfar.

"Emang kenapa kalo kita dikira pacaran?"

Itu bukan Velin yang bertanya balik, melainkan Devin dengan wajah datarnya.

Alfar memutar matanya malas, "Gue nggak nanya lo!"

Alis sebelah Devin terangkat, menatap remeh lawan bicaranya. "Lo nanya hal yang berhubungan dengan gue. Jadi, nggak pa-pa dong kalo gue yang jawab."

Alfar mendengus, berusaha meredam emosi yang hampir tersulut. Melihat Devin yang biasa-biasa saja, tidak sama sekali terusik oleh kedatangannya.

"Apa perlu gue ingetin, kalo lo itu udah punya cewek?" cetus Alfar hampir emosi. "Emangnya lo mau ngeliat Velin dibully sama pacar lo itu."

Velin terperanjat, dia hampir lupa kalau Devin sudah punya pacar. Velin jadi merasa bersalah, seharusnya kan? Bukan dirinya yang diajak jalan oleh Devin tetapi pacarnya.

"Lo kenapa sih selalu ngusik hidup gue?" tanya Devin tenang seolah memang dia tidak terbakar emosi sama sekali. "Dengerin ya, gue sama cewek gue udah putus. Jadi gue boleh pergi sama siapa aja, termasuk sahabat gue."

Alfar tertawa sinis, "Oh, iya gue lupa kalian cuma sahabat. Kalian nggak mungkin—"

"Dev, mending kita pulang aja yuk!"

Dengan sengaja, Velin memotong ucapan Alfar. Dia tidak mau mendengar kelanjutan perkataan cowok itu.

"Kenapa?" tanya Devin mendengar penuturan Velin yang tiba-tiba. Tentu saja membuat Devin mengernyit, bingung.

"Nggak apa-apa, capek aja," jawab Velin. Cewek itu tidak mau melihat keributan hanya karena hal yang tidak penting. Memang itu alasannya atau ada hal lain yang mengganjal.

"Cuma karena capek, lo minta pulang?" Heran Alfar. "Atau—"

"Nggak, beneran aku capek." Velin kembali memotong ucapan Alfar.

Devin menghela napas lalu menggangguk, "Yaudah kita pulang aja."

Sebelum itu, Velin berpamitan pada Alfar untuk pulang terlebih dahulu, cowok itu pun hanya mengangguk meski wajahnya masih terlihat bingung. Devin pun tidak peduli pada Alfar, dan malah menggamit tangan Velin, menggenggamnya. Dan berjalan meninggalkan Alfar sendiri di sana.

●●●●

Suasana di dalam mobil yang lengang, tentu membuat Devin menautkan alisnya lalu menoleh ke samping. Devin hanya melihat Velin yang terus memerhatikan keadaan luar dari jendela mobil. Entah apa yang membuat Velin menjadi pendiam tanpa sama sekali menceloteh. Biasanya Velin paling berisik dan cerewet.

"Lo beneran nggak kenapa-napa, Vel?" tanya Devin, mulai khawatir.

Menoleh sekilas, Velin kembali menatap jendela mobil, "Beneran kok." Jawabnya singkat.

Velina My Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang