VML3: Sekolah Baru

6.1K 518 133
                                    

MELIHAT bayangan dirinya di cermin, Velin merapikan rambutnya sebelum disatukan lalu diikat. Saat telah selesai mengikat rambutnya, Velin tersenyum kemudian melangkah keluar kamar, berjalan menuju ruang makan untuk sarapan.

"Pagi Kak, pagi Bun," sapa Velin setelah sampai di meja makan, lalu mencium pipi Bunda dan kakaknya bergantian.

"Pagi sayang." Sahut Bunda sembari tersenyum.

"Pagi." Vier membalas sapaan Velin tanpa mengalihkan tatapannya dari dokumen yang berada di tangan.

Menarik kursi, Velin duduk memperhatikan intens kakaknya yang telah memakai baju formal. Dahinya mengerut, untuk apa kakaknya memakai baju seperti itu? Berpikir sejenak, dan tak lama Velin ingat jika Vier akan bekerja menggantikan posisi papa di perusahaan di usianya yang masih muda.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, Papa memberikan surat kepada Vier, isi suratnya, Papa meminta Vier untuk meneruskan perusahaannya. Awalnya Vier menolak sampai Bunda terus membujuknya barulah ia menerimanya. Papa Meninggal dunia saat Velin berusia tujuh tahun. Dan Velin sangat merindukan Papanya itu.

"Udah selesai belum?" Pertanyaan Kak Vier membuat Velin menyingkirkan memori masa kecilnya saat bersama Papa.

"Bentar, Kak." Velin memasukan roti yang masih setengah ke dalam mulutnya, membuat pipinya menggembung.

Vier terkejut melihat Velin yang langsung memasukan roti yang masih setengah ke dalam mulutnya. Sedangkan Velin masa bodo dengan wajah Vier yang jadi terlihat bodoh.

"Cepetan keburu telat," kata Vier seraya pamit kepada Bunda, mencium tangannya.

Velin mengangguk lalu mengikuti kelakuan Kak Vier. "Velin jalan dulu ya Bunda."

Shinta tersenyum, mengusap kepala Velin. "Hati-hati, sayang."

●●●●

Mobil Suv berwarna putih milik Devin, memasuki halaman sekolah SMA Nusa Garaksa melaju menuju tempat parkir untuk para siswa. Lantas setelah memakirkan mobilnya, Devin turun berjalan keluar parkiran. Tetapi dirinya langsung dikejutkan oleh para perempuan yang mengerubunginya.

'Kak Devin tambah ganteng aja sih'

'Devin kamu mau jalan sama aku nggak?'

'Eh Kak minta id line dong!'

'Sekali-kali ke kelas aku dong, Kak!'

Kasak-kusuk dan juga lontaran frontal para perempuan itu membuat Devin memutar matanya malas. Kenapa para perempuan ini selalu saja mengganggunya? Membuat hidup Devin tidak pernah tenang. Devin bosan dan juga malas dengan perempuan kecentilan yang sering mengerubunginya seperti semut.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya, refleks membuatnya menoleh ke belakang. Ternyata ketiga sahabatnya.

"Udah nggak usah diladenin mereka, mending kita ke kelas," bisik Eza di telinga Devin.

Devin mengangguk, mengiyakan usul Eza. Lantas ke-empat cowok itu langsung bergerak keluar dari kerumunan itu, yang membuat mereka berseru kecewa karena tidak mendapat respon Devin sama sekali.

Baru saja keluar dari kerumunan itu, mendadak Devin berhenti berjalan saat matanya melihat mobil hitam yang memasuki halaman sekolah. Ketiga teman Devin pun jadi ikut berhenti memperhatikan hal yang jadi sorotan Devin.

Mata Devin mengarah pada perempuan yang baru saja keluar dari pintu mobil penumpang sebelah pengemudi. Matanya masih lekat memandang gadis itu, tak lama sudut bibirnya sedikit terangkat saat sang gadis berdebat dengan lelaki berbaju formal itu.

Velina My Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang