VML13: Berbaikan

4.5K 296 48
                                    

MENDENGAR suara bel rumahnya, lantas membuat Velin yang sejak tadi hanya bermalasan-malasan di tempat tidur beranjak bangun berniat membuka pintu utama rumahnya yang berada di lantai bawah. Malam ini, Velin hanya sendirian di rumah, Kakak dan Bundanya seperti biasa, sedang ada di kantor.

Dengan langkah santai, Velin menuruni anak tangga. Velin hampir ke depan pintu utama rumahnya. Namun, langkahnya terhenti. Teringat sesuatu. Matanya melirik jam dinding yang berada di ruang tamu. Jam delapan.

Bukannya, Bunda bilang pulangnya, nanti jam sepuluh? batin Velin bertanya, Tapi kok, jam segini udah pulang.

Pikiran Velin melayang jauh. Membayangkan yang tidak-tidak. Bagaimana jika yang membunyikan bel, bukan kakak dan bundanya tapi seorang pencuri atau semacamnya. Pikirannya yang sangat aneh itu, membuatnya ketakutan setengah mati hampir saja ia kembali ke kamarnya.

Namun, otaknya mulai berpikir normal, tidak mungkin seorang pencuri memencet bel saat ingin mencuri kan? Lagipula gerbang rumah Velin yang tinggi kan terkunci hanya ada Pak Rahmat—satpam rumah Velin. Jadi semua pikiran negatif Velin berangsur hilang.

Terdengar suara besi beradu yang menandakan Velin telah membuka kunci pintu rumahnya. Saat pintu terbuka, Velin terperanjat melihat Devin yang berdiri di depannya.

"Hai," Devin menyapa, seperti tidak ada kehidupan di nada suara Devin.

Velin terdiam, terfokus ke penampilan Devin yang terlihat kacau. Velin tampak bingung, mata dan hidung Devin terlihat merah seperti sehabis menangis.

Devin... menangis.

Satu pikiran itu membuat Velin semakin terkejut, "Kamu nggak papa, Dev?" tanya Velin, panik.

Devin menatap lurus ke mata Velin. Velin bisa melihat sorot kesedihan di matanya. Dan kini seratus persen, Velin yakin kalau Devin sedang tidak baik-baik saja.

Menjawab pertanyaan Velin, Devin menggeleng. Velin tidak tahu itu jawaban yang menyatakan 'iya' atau 'tidak'. Tidak berkata apa-apa lagi, Velin hanya menuntun Devin ke sofa ruang tamu, mendudukannya di sana. Velin juga ikut duduk di sebelahnya. Devin merubah posisi duduknya agak menyamping, menghadap Velin.

Velin pun mengikuti kelakuan Devin, mengubah posisinya, "Kalau kamu ada masalah, Dev. Cerita—"

Ucapan Velin terputus karena dengan tiba-tiba Devin memeluknya. Membuat tubuh perempuan itu membeku di dalam pelukan.

"Gue nggak mau, Vel," ucap Devin lirih. Velin sampai merasa merinding, merasakan nada kegetiran di ucapan Devin. "Gue, nggak mau dia balik lagi kehidupan gue sama Mommy."

Velin tahu ke arah mana pembicaraan Devin. Tetapi, perempuan itu hanya bisa diam. Mendengarkan. Masih dengan posisi di pelukan Devin. Velin malah teringat Dengan permintaan Om Frans, tadi sore.

●●●●

Velin yang sedang asyik membaca buku Novel—yang kemarin baru dia beli di toko buku. Matanya langsung teralihkan saat ponselnya berbunyi. Velin mengernyit, melihat nomor yang tidak dikenalnya. Tetapi velin tetap menggeser layar ponselnya lalu menempelkannya di telinga.

"Halo," sapa Velin.

"Ini, Velin?" tanya orang disebrang telepon, suaranya terdengar tidak asing baginya Velin mengenali suara ini.

"Om Frans!" pekik Velin menjerit senang, "Apa kabar, Om?"

Terdengar kekehan dari Om Frans di sana, "Kabar Om baik, gimana kabar kamu, Princess?"

Velin tertegun sesaat, mendengar sebutan itu. Untung saja dia berbicara lewat telepon. Kalau tidak, pasti dirinya merasa malu di depan Om Frans, yang melihat wajahnya yang memerah. Mungkin dulu Velin terbiasa dengan panggilan tersebut dari ayahnya Devin itu, tapi tidak sekarang. "Jangan panggil Velin seperti itu, Om." Kata Velin, cemberut.

Velina My Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang