Part 9

27 2 0
                                    

Hari ini adalah hari Senin, hari terakhir Jung-woo untuk menginjakan kakinya di kota Seoul. Jung-woo akan terbang ke Tokyo sore ini. Sebagai salam perpisahan yang ke dua kalinya, aku menemaninya pagi ini. Untungnya, hari ini profesor Ahn sudah mengatakan bahwa beliau tidak dapat mengajar hari ini, sehingga aku bisa pergi menemui Jung-woo.

"Uh, katanya bertemu jam 10 di dekat sini. Kenapa dia belum tiba juga ya?" keluhku.

Aku melihat jam tangan berwarna hitam yang sedang aku pakai. Walau jam tangan itu sudah jelek, tetapi aku masih menyukainya. Seseorang mengirimkan jam ini untukku dan sampai sekarang tidak diketahui siapa pengirim aslinya.

"Halo," ucap Jung-woo.

"Jung-woo, kamu mengagetkanku saja!" ucapku.

"Sudah lama menunggu disini?" tanya Jung-woo.

"Ah, baru 10 menit saja," ucapku.

"Cuaca cerah ya! Menurut ramalan yang aku baca, hari ini musim dingin akan berganti menjadi musim semi," ucap Jung-woo.

"Oh ya? Wah, baguslah! Aku tidak akan merasa kedinginan lagi," ucapku.

"Lihat saja, hari ini sudah tidak ada salju lagi kan?" tanya Jung-woo.

"Iya, kamu benar juga!" ucapku.

Aku dan Jung-woo jalan kaki menikmati cerahnya hari ini. Hari ini, Jung-woo sudah tidak memakai pakaian tebal seperti beberapa hari lalu, sedangkan aku dengan bodohnya masih memakai pakaian tebal karena tidak mendengar berita tentang ramalan cuaca hari ini.

"Bagaimana kuliahmu?" tanya Jung-woo.

"Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan kuliahku? Aku baik-baik saja. Aku harus mempertahankan nilai aku agar mendapat beasiswa di semester depan. Setidaknya, aku tetap ingin mendapatkan beasiswa walau bukan beasiswa penuh. Yang penting, aku bisa meringankan uang ibuku," ucapku.

"Apakah aku tidak boleh bertanya apapun tentangmu?" tanya Jung-woo.

"Bukan begitu maksudku," jawabku.

Aku dan Jung-woo berjalan mengarah ke sebuah jalan raya yang menyimpan sebuah kenangan berharga. Jalan itu adalah jalan yang sering kami lewatkan di sore hari sambil naik sepeda milik Jung-woo. Pada jalan itu, kami melakukan banyak hal. Bercerita, bercanda, saling mengejar, dan sebagainya.

"Jalan ini tidak banyak berubah ya," ucap Jung-woo.

"Iya. Toko mainan yang sering kita kunjungi masih bertahan di tempat yang sama," jawabku.

"Mau masuk ke toko itu lagi?" tanya Jung-woo.

"Ish... memangnya aku anak kecil ya?" ucapku.

"Bukankah kamu masih menyukai boneka hello kitty?" tanya Jung-woo.

"Kamu... kamu tahu dari mana?" tanyaku.

"Kamu pasti belum membuang boneka hello kitty pemberian dariku kan?" tanya Jung-woo.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanyaku.

"Sudah ada kemajuan teknologi, kenapa aku tidak bisa tahu? Aku melihat fotomu di Internet dan ada fotomu yang sedang memegang boneka itu," ucap Jung-woo.

Jung-woo menarik lengan kananku dan membawaku untuk masuk ke toko mainan itu. Toko itu tidak hanya dikunjungi oleh anak-anak, tetapi banyak juga remaja dan orang dewasa yang mengunjunginya untuk membeli lego atau mobil yang dirakit sendiri.

"Pilihlah satu boneka hello kitty!" ucap Jung-woo.

"Apa maksudmu tiba-tiba ingin membelikanku boneka hello kitty?" tanyaku.

A Letter from My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang