Part 5

36 2 0
                                    

Aku yang masih menunggu. Aku menunggu kapan datangnya teman lamaku ke Seoul. Jika dia memang ditakdirkan untukku, suatu saat dia akan datang. Aku yakin hal itu pasti akan terjadi.

"Noona, noona sedang memikirkan apa? Kenapa noona menangis seperti itu?" tanya Jae-min saat sedang membersihkan kaca restoran.

"Ah, tidak sedang memikirkan apa-apa. Kamu tahu kan kalau mengupas bawang bombay bisa membuat mata kita berair?" ucapku sambil mengupas bawang di atas meja.

"Noona yakin tidak ada apa-apa?" tanya Jae-min sekali lagi.

"Tidak," jawabku.

"Noona hari ini tidak ada kuliah?" tanya Jae-min.

"Hari ini aku tidak ada kelas," jawabku.

"Bukankah noona akan melakukan sebuah penelitian hari ini?" tanya Jae-min.

"Penelitian kelompokku dipindah besok karena salah satu anggota kelompokku sedang sakit," ucapku.

Aku melanjutkan kegiatanku di restoran milik ibuku, yaitu membantu ibuku memotong bawang bombay untuk keperluan restoran seperti biasanya. Adikku membantu dalam hal bersih-bersih saja karena memasak bukanlah bidangnya.

Aku senang karena adikku bukan orang yang sombong dan mau membantu ibuku selama berada di dalam restoran. Pada zaman modern seperti ini, jarang sekali anak laki-laki mau membantu pekerjaan bersih-bersih seperti apa yang dilakukan oleh adikku itu. Untung saja Jae-min bukan tipe anak yang suka pergi bermain sepanjang hari. Lagi pula, dia belum punya teman di Seoul.

"Kamu tidak pergi jalan-jalan? Cuaca sedang cerah di luar sana," ucapku.

"Untuk apa? Aku kasihan melihat eomma bekerja terus. Aku ingin membantunya, walau hanya membersihkan tempat ini," jawab Jae-min. Jae-min kembali membersihkan kaca restoran satu demi satu hingga bersih.

"Sudahlah, kamu kan sudah lama sekali meninggalkan kota ini. Pergilah dan jalan-jalan saja! Lakukan apa yang kamu inginkan. Jangan terus bekerja sepanjang waktu," ucapku.

"Noona, aku sungguh tidak apa-apa," jawab Jae-min.

"Ambilah uang ini dan nikmatilah hari yang cerah ini," ucapku.

"Noona, dari mana noona mendapatkan uang sebanyak ini? Katanya dulu keluarga kita tidak punya banyak uang," tanya Jae-min.

"Itu adalah hasil kerja paruh waktu tahun lalu. Aku bekerja di salah satu butik dan membantu mereka membuat rancangan pakaian. Tolong jangan katakan sedikitpun mengenai hal ini kepada eomma. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa," ucapku.

"Baiklah, terima kasih noona! Kalau eomma sudah kembali dari pasar, katakan padanya kalau aku sudah selesai membersihkan kacanya," ucap Jae-min.

"Hati-hati ya!" ucapku.

"Iya!" jawab Jae-min.

***

"Hwangyong hamnida!" ucapku saat ada seorang pelanggan datang.

Seorang pria bertubuh kira-kira 180 cm, datang dengan gayanya yang casual memasuki restoran kami. Pria itu duduk pada salah satu kursi kosong dan membaca daftar menu yang ada di atas meja makan.

"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanyaku.

"Aku ingin memesan satu porsi tteokbokki ukuran sedang dan segelas kopi hangat," ucap pria itu.

"Baiklah. Satu porsi tteokbokki ukuran sedang dan satu gelas kopi hangat," ucapku sambil mencatat pesanan pria itu.

Aku mencopot selembar kertas yang bertuliskan daftar pesanan dari pria itu, lalu menjepit kertas itu pada penggantung kertas yang ada di depan lubang dapur agar koki dapat membaca pesanan itu dan langsung memasaknya.

A Letter from My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang