Part 2

51 2 0
                                    

Hari ini adalah hari Rabu. Hari ini tidak ada yang spesial untukku, selain pembagian hasil nilai ujian tengah semester di sekolah. Ibu guru yang menjadi wali kelasku sangat bangga padaku yang tetap mempertahankan peringkat satu di kelas hingga semester ini. Aku yakin, begitu aku menunjukan hasil nilai ujian tengah semester aku kepada ibuku, ibuku akan merasa sangat bangga padaku.

Hari ini aku pulang sekolah dengan berjalan kaki seperti hari-hari biasanya. Aku tidak seperti kebanyakan murid di sekolahku yang setiap pulang atau berangkat ke sekolah bisa dijemput oleh ibu mereka atau supirnya pribadi keluarga mereka dengan mobil mewah milik kedua orang tua mereka. Aku selalu jalan kaki karena rumahku yang terletak tidak terlalu jauh dari sekolah dan ibuku tidak bisa menyetir mobil. Aku juga tidak punya sepeda karena aku tidak ingin menaiki sepeda dan aku takut untuk menyetir sepeda. Aku pernah terjatuh dari sepeda sewaktu meminjam sepeda milik tetanggaku beberapa tahun yang lalu dan rasanya sungguh menyakitkan. Membuatku untuk tidak ingin belajar bersepeda lagi.

"Sun-mi, ayo kita pergi makan es krim! Hari ini hari ulang tahunku yang ke sebelas," ucap Rye-na dengan kencang di samping mejanya.

"Siapa saja yang akan kamu undang ke acara ulang tahunmu?" tanya Sun-mi.

"Semua murid perempuan di kelas kita boleh datang!" ucap Rye-na dengan senang.

"Apakah kamu juga mengundang Park Eun-yeul?" tanya Sun-mi penasaran.

"Aku tidak yakin apakah si gadis lugu itu bisa datang atau tidak. Dia kan harus pergi bersih-bersih dengan ibunya di rumah Jung-woo. Kalau saja ibuku kenal dengan ibunya dia, aku juga mau rumahku dibersihkan oleh dia. Dia lebih pantas melakukan hal seperti itu setiap hari!" ucap Rye-na.

"Sejak kapan ibunya Eun-yeul bekerja sebagai asisten rumah tangga? Bukannya ibunya dia pintar memasak tteokbokki? Aku pikir, ibunya akan berjualan kue beras pedas ala korea," tanya Sun-mi.

"OOPS! Tidak banyak yang mengetahui tentang keahlian memasak ibunya. Buktinya saja, tidak banyak orang yang pernah memesan masakan ibunya dan kurang laku," ucap Rye-na.

"Hei, apakah karena keluargaku jatuh miskin, kalian bisa seenaknya menertawai aku seperti itu?" tanyaku. Aku bangkit berdiri dari posisi duduk dan menatap Rye-na dan Sun-mi dengan sangat kesal.

"Kenapa tiba-tiba kamu marah? Bukannya selama ini kamu selalu diam saja?" ejek Rye-na sekali lagi.

Sudah setiap hari aku mendengar ejekan seperti itu. Bahkan, terkadang aku menjadi bahan bully yang dilakukan oleh Rye-na dan Sun-mi. Aku sudah terbiasa dan sudah tidak takut lagi bila aku mendapat ejekan seperti itu.

"Jung-woo, maukah kamu ikut makan es krim? Aku mengundangmu sebagai satu-satunya murid laki-laki di kelas ini yang aku kagumi. Ayo datang nanti sore!" ucap Rye-na.

"Maaf, aku tidak butuh semangkuk es krim mahal darimu. Lebih baik aku bermain dengan Eun-yeul di rumahku saja," ucap Jung-woo.

"Sejak kapan kamu berteman dengan dia? Kamu satu-satunya murid di kelas ini yang mau berteman dengannya kan? Aku baru kali ini mendengar bahwa orang kaya mau berteman dengan orang miskin," balas Rye-na.

"Rye-na, tentu saja dia tidak butuh es krim darimu! Dia masih bisa membeli semangkuk es krim yang harganya lebih mahal dari pada es krim yang sanggup kamu beli," ucap Sun-mi sambil tertawa di hadapan Rye-na.

"Park Eun-yeul!" panggil Jung-woo sambil menarik diriku.

Jung-woo menarik lenganku yang baru saja meletakan sapu di sudut ruang kelas. Jung-woo membawaku menuruni tangga menuju lantai satu, lalu mengambil sepedanya di tempat parkir sepeda, dan berjalan dengan menggiring sepedanya. Aku dan dia berjalan bersama karena jam pelajaran sudah berakhir.

A Letter from My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang