Part 36

14 1 0
                                    

Seoul , Desember 2018

Musim dingin di kota Seoul. Aku yang masih memakai tas di pundak kananku berjalan sendirian setelah pulang dari gedung kampusku. Di atas butiran salju yang menebal hari demi hari, aku berjalan menelusuri jalan ini.

Ayah, apakah ini adalah nasib yang pantas untuk aku? Apakah semua isi dari surat itu adalah salah? Aku ingin mengikuti kata hatiku sendiri, tetapi sebenarnya, bukan ini kata hatiku. Andai saja aku punya banyak uang dan aku bisa menyusul Jung-woo hingga ke konta Boston, sudah pasti aku akan melalui libur musim dinginku di sana.

Sudah berkali-kali aku memasukan ponselku ke dalam tasku dan mengambil ponselku dari dalam tas, lalu memasukan lagi ponselku ke dalam tas. Setidaknya, suah lima kali aku melakukan itu setelah aku meninggalkan gedung kuliahku untuk terakhir kalinya di tahun 2018. Ya, mulai sekarang, libur akhir tahun sudah tiba. Setidaknya, aku bisa benafas laega dari tugas-tugas kuliahku untuk sementara waktu sampai libur akhir tahun selesai.

"Ah, apakah dia benar-benar tidak ingin menghubungiku lagi?" desahku sambil berjalan menelusuri jalanan yang bersalju ini.

***

Hari ini adalah ulang tahun ayahku yang ke lima puluh lima. Karena ayahku sudah berada di surga, hari ini aku tidak bisa makan malam bersama ayahku.

Hari ini ibuku menyetir mobil milik restoran untuk pergi ke krematorium tempat abu ayahku berada. Kami ingin mengunjungi abu ayah karena hari ini adalah hari ulang tahun ayahku.

Setelah kami bertiga sampai di dalam krematorium, aku memberi salam kepada ayahku, juga Jae-min. Anak itu sangat bersemangat ketika ibuku mengajak Jae-min untuk pergi ke krematorium.

"Appa, apakah appa bahagia di surga? Aku sudah tidak sabar untuk bertemu appa lagi di surga. Tunggu aku ya!" ucap Jae-min.

"Appa, selamat hari ulang tahun ya! Ini, aku bawakan bunga untuk appa. Appa suka kan bunga ini? Semoga appa bisa melihat bunga itu dari surga sana dan menyukainya," ucapku.

"Sayang, selamat ulang tahun ya!" ucap ibuku.

Setelah kami bertiga selesai untuk menyapa ayahku, kami berdiri bersama di depan guci ayahku. Kami berdoa bersama untuk kebahagiaan ayahku.

Setelah kami selesai berdoa, kami pergi untuk makan bersama. Hari sudah malam. Ibuku mengajak kami bertiga untuk pergi makan ayam goreng di dekat krematorium.

"Hmmm, rasa ayamnya sangat enak! Mashita!" ucap Jae-min.

"Mashita!" sambung aku.

"Iya, memang enak rasa masakannya," ucap ibuku.

"Eun-yeul, Jae-min, apakah kalian ingin membeli mantel baru? Kelihatannya, mantel kalian sudah jelek dan kusam," tanya ibuku.

"Aku tidak masalah memakai mantel lama ini," jawabku.

"Ah, aku juga! Ini adalah mantel milik appa yang diberikan kepadaku. Sayang jika membeli yang baru," ucap Jae-min.

"Apakah kalian berudua ingin mendapatkan kado natal?" tanya ibuku.

"Tidak perlu. Aku tidak ingin merepotkan eomma," ucapku.

"Iya, aku juga," ucap Jae-min sambil menguyah ayam goreng.

"Eomma minta maaf karena sewaktu kalian berdua masih kecil, kalian jarang dibelikan barang baru. Baru belakangan ini keluarga kita punya cukup uang," ucap ibuku.

"Itu tidak masalah. Selama aku masih bisa bahagia dan selama eomma masih bisa bahagia, itu sudah cukup bagiku," ucapku.

***

A Letter from My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang