Part 17

21 1 0
                                    

Hari ini aku dan Man-sik merasa lelah dan ingin pulang ke rumah kami masing-masing setelah melakukan berbagai aktivitas di dalam kampus. Hari ini kami juga menghadiri sebuah acara di kampus kami, yaitu pameran seni dari anak-anak jurusan seni. Semuanya dipamerkan, seperti seni rupa, seni lukis, seni fotografi, dan juga seni musik. Pameran seni tahunan ini sudah dikenal oleh banyak mahasiswa dari berbagai jurusan sehingga mampu menarik banyak pengunjung setiap tahunnya.

Pameran berlangsung dari sore hari sampai malam hari. Aku dan Man-sik datang ke pameran itu setelah aku menunggu Man-sik selesai mengikuti sebuah kelas di sore hari. Setelah aku duduk di kantin sambil menunggu Man-sik, aku dan Man0sik langsung masuk ke tempat pameran berlangsung.

"Wah, bagus sekali hasil karya mereka!" ucap aku.

"Iya ya, apalagi aku suk dengan hasil foto yang di sebelah sini," ucap Man-sik sambil menunjuk ke sebuah foto yang terpajang di ruang pameran.

"Kadang-kadang, aku suka bingung dengan hasil karya fotografer. Aku binung kalau ada pameran foto yang menampilkan foto yang terlihat abstrak. Aku tidak mengerti sebenarnya apa yang ingin fotografer itu sampaikan kepada pengunjung pameran," ucap aku.

"Justru itu yang membuat hasil foto mereka menjadi unik dan berkesan karena memiliki gaya yang khas di setiap hasil fotonya. Kalau semua foto terlihat jelas dan setiap fotografer mempunyai hasil foto yang mirip, rasanya membosankan dan tidak akan menarik perhatian banyak orang," ucap Man-sik.

Setelah aku melihat-lihat hasil pameran foto, aku dan Man-sik berdiri di hadapan sebuah panggung kecil. Di atas panggung itu ada seorang mahasiswa yang menjadi pembawa acara dan seorang mahasiswa yang menjadi penyanyi untuk meramaikan acara pameran seni.

"Annyeonghaseyo! Kali ini aku tidak akan bernyanyi sendirian. Aku punya teman untuk berduet," ucap mahasiswa yang akan bernyanyi.

Seorang mahasiswa lain datang ke atas panggung sambil memegang mic. "Annyeonghaseyo!" ucap teman dari mahasiswa tadi.

Kedua mahasiswa yang kini sudah berdiri bersama di atas panggung kecil itu menatap penonton sambil menunggu musik dinyalakan. Kedua mahasiswa itu menyanyikan lagu milik group BTS yang berjudul I Need U.

Aku dan Man-sik mengetahui lagu yang cukup terkenal itu. Kami mengikuti penonton lain untuk bernyanyi bersama di depan panggung.

"I need you girl, wae honja saranghago honjaseoman ibyeolhae. I need you girl, wae dachil geol almyeonseo jakku niga piryohae. I need you girl, neon areumdawo. I need you girl, neomu chagawo," ucap mereka berdua di atas panggung.

***

Setelah aku dan Man-sik selesai menghadiri acara pameran di kampus, kami berdua pulang dan aku diantar lagi oleh Man-sik. Man-sik tidak membiarkanku untuk menaiki bus kota sendirian. Man-sik selalu ingin mengantarku pulang.

"Eun-yeul, aku sudah menunggu-nunggu sejak tadi siang. Aku menunggu dan terus menunggu. Apakah kamu sudah lupa hari ini hari apa?" ucap Man-sik di dalam mobilnya.

"Hari apa? Ya hari senin!" ucap aku.

"Memangnya kamu lupa hari ini hari apa?" tanya Man-sik.

"Memangnya, hari ini ada apa?" tanyaku.

"Hari ini adalah peringatan satu bulan hari jadian kita. Apakah kamu sudah lupa tentang itu?" tanya Man-sik. Aku memegang ponselku dan melihat sesuatu agar aku tidak terlihat seperti benar-benar lupa tentang tanggal aku dan Man-sik pertama kali pacaran.

"Oh ya? Aku hampir lupa. Maaf," ucap aku.

Man-sik memarkirkan mobilnya di pinggir jalan yang terlihat sepi. Man-sik mematikan mesin mobilnya, membuka kunci pintunya, lalu mengajak aku untuk berdiri di luar mobil miliknya. Aku tidak mengerti kenapa dia seperti ini. Apakah dia sedang sangat marah padaku?

A Letter from My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang