26 - Destiny (a)

923 31 2
                                    

Dan hanya tuhan, hanya tuhan yang tahu tentang semuanya, percayalah tuhan adalah pemilik skenario paling indah.
                  
                                    ****
Bab 26

  Suara mesin pendeteksi detak jantung berbunyi konstan, pertanda bahwa ada makhluk hidup disini. Makhluk hidup yang bernapas,bernyawa,namun katup matanya tertutup. Entah kapan akan terbuka. Mungkin besok,lusa,bulan depan atau tahun depan.

Suara kadiograf memenuhi ruangan ICU, disini tempat di mana azka bertaruh nyawa. Alat alat ini semua adalah alat pembantu kehidupan azka selama dua bulan belakangan ini. Selang dimana mana,Hari ini, tepat dimana azka berusia delapan belas tahun. Tapi sejak malam itu, dua bulan yang lalu azka tidak pernah terbangun. Sampai sekarang.

Detik terasa begitu cepat berlalu, hari berganti dengan cepat. Azka tidak pernah terbangun. Dia hanya menyebut nyebut nama anaya dalam koma nya. Diva tahu itu.

Kini orang yang dia rindu datang, datang bersama semua kenyataanya. Azka tahu anaya hadir disini. Bersama semuanya. Azka rindu dia. Azka ingin memeluk dia. Azka rindu membuat nya kesal. Anaya nampak tidak percaya bahwa apa yang di hadapannya sekarang adalah. Azka. Azka yang dulu terlihat kuat  sekarang adalah azka yang rapuh yang sedang di ujung maut. Bertaruh nyawa dan menompang hidup pada oksigen,kardiograf, infus dan selang selang makanan.

Anaya tidak percaya. Tidak ini mimpi.

Sayangnya ini adalah mimpi yang nyata.

Suara detik jam dinding dan kardiograf adalah perpaduan hening yang mencekam. Anaya masuk ke ruangan ICU dengan menggunakan pakaian steril. Batas yang masuk ke dalam ruang ICU hanya empat orang. Lantas anaya,wirya,arka,dan diva pun masuk menggunakan pakaian hijau khas rumah sakit.

Semua berdiri di sisi ranjang tempat di mana seseorang itu tertidur pulas. Anaya tak kuasa menahan tangis. Arka pun begitu. Sedangkan diva dan wirya sudah tampak lebih tegar di banding kemarin kemarin.

Anaya menghampiri tubuh azka dan memegang tangan azka "azkaa" katanya lirih. Selirih angin.

"Az..ka, bangun aku disini" anaya berbicara lagi sambil sedikit terduduk di lantai sisi ranjang.

Tidak ada respon kecuali kardiograf yang terus berbunyi menunjukan garis garis percepatan detak jantung azka.

"Azka aku disini, aku mohon kamu bangun, aku disini sayang aku disini" sahut anaya sambil menekankan kata sayang pada azka.

Lagi lagi Tidak ada respon

"Azka, ade gue, lo mesti bangun, gue disini gue hadir disini, gue kangen lo" sahut arka di sisi kiri ranjang sambil mengelus kepala adiknya.

"Azka ayo bangun nak semua ada disini, papa,abang, adik dan anaya disini, kita semua sayang kamu nak" lanjut wirya sambil menangis.

"Azka aku mohon kamu bangun, setidaknya untuk aku" lanjut anaya sambil terus menangis di dada azka. "Please" anaya menciumi tangan azka yang pucat dan di lapisi perban infus.

Titt,titt,tiittt

Suara kardiograf menunjukan bahwa orang yang terbaring di ranjang detak jantungnya meningkat.

Anaya terus menggengam tangan azka. Sementara arka menangis, diva dan wirya pun berpelukan. Berharap sosok itu bangun dari tidur panjangnya dan berkumpul bersama lagi. Seperti dulu. Seperti sedia kala.

Perlahan sepasang katup mata terbuka, megerjap beradaptasi dengan cahaya ruangan. Cahaya yang tak pernah dilihatnya lagi selama dua bulan ini kini kembali masuk ke pengelihatannya.

AzkaNaya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang