SURAT TANPA NAMA

16 6 0
                                    

Sore ini cukup berawan, pertanda hujan akan turun. Cuaca dimana kebanyakan orang memilih untuk berdiam dirumah. Ramalan cuaca hari ini memang sangat tidak mendukung untuk melakukan aktivitas di luar sana.

Namun, berbeda dengan Inhye. Yeoja itu tengah berjalan sambil bersenandung. Sesekali dia berlari kecil dan berlompat-lompat diiringi dengan senyuman megahnya. Dari jauh saja sudah tercium aroma kebahagiaan dari dirinya.

"Wah,, kenapa langit cerah sekali?!" gumam Inhye sembari menatap langit dengan awan keabuan. Langit gelap saat ini terlihat cerah untuknya.

Tujuan Inhye adalah rumah Daerin, ia ingin menceritakan sesuatu yang membuatnya amat bahagia.

Setelah melewati sebuah supermarket, Inhye langsung mempercepat jalannya penuh semangat sebab rumah Daerin sudah mulai terlihat.

Tok Tok Tok, diketuknya pintu rumah keluarga Kim itu. Tak lama pintu itu terbuka dan terlihatlah wajah Daerin di balik pintu.

Setelah terdiam dan saling menatap, beberapa detik kemudian Inhye langsung memeluk Daerin antusias.

"Sepertinya ada kabar gembira." Terka Daerin masih di pelukan Inhye.

***

"Tidak ada nama pengirimnya?!" kejut Daerin setelah mendengar cerita Inhye.

Inhye begitu senang, ketika dia pulang ke rumah hari ini, di depan pintu rumahnya tergeletak sebucket bunga dengan amplop kecil berisikan puisi di antara tangkai-tangkai bunga itu. 

Puisi itu begitu romantis, sangat berhasil meluluhkan hati Inhye. Inhye langsung jatuh hati pada seseorang yang membuatnya. Apalagi ini adalah pernyataan cinta yang pertama kali dalam hidupnya. Namun sayang, tidak ada nama pengirim yang tertera disana.

Daerin cukup familiar dengan bucket bunga dan amplop itu. Tentu saja, Daerinlah yang menyuruh Gongchan untuk memberikannya pada Inhye.

"Apa yang ada dipikirannya." Batin Daerin. Yeoja itu sangat kesal.  

Yang membuat Daerin tak habis pikir, kenapa Gongchan tidak memberikannya langsung, atau setidaknya mencantumkan namanya. Bahkan namja itu tidak meninggalkan jejak identitasnya sedikitpun.

"Kira-kira siapa yang mengirimkannya?" oceh Inhye. Senyuman malu-malunya terus terlukis di wajahnya. Dia mulai membayangkan pangeran impian yang mengirimkannya puisi romantis itu.

"Ah, benar. Aku harus pulang. Aku pamit Daerin-ah." Sentak Inhye saat melihat jam dinding di kamar Daerin itu. Dia baru teringat jika adiknya sedang sendirian di rumah, tidak seharusnya dia berlama-lama di rumah Daerin.

"Mwo?! Sudah mau pulang?" heran Daerin. Cepat sekali Inhye berpamitan padahal belum lama dia sampai.

"Oo,, Aku datang hanya untuk menceritakan itu saja. Gomawo sudah mendengarkan aku." Ucap Inhye masih dengan senyumannya.

Daerin pun mengantarkan temannya itu keluar. Kemudian segera diraih ponsel putih miliknya. Tatapannya menajam seperti ingin menerkam mangsanya.

 Tatapannya menajam seperti ingin menerkam mangsanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Complicated LoveWhere stories live. Discover now