*

264 11 1
                                    

"Tuh Gilang yang makan, dia pagi – pagi laperan dan dia ga bisa masak biar tinggal bakar doang, ya udah dia aja yang makan" ujar Arga pada Abi tapi matanya tak pernah tertuju pada mata lawan bicaranya.

"Trus lo ga makan dong?"

"Udah tapi gue makan dikit doang"

Abi hanya mengangguk seperti anak kecil saja. Abi melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Arga menulis sesuatu di pergelangan tangannya entah apa yang ia tulis.

"Lo nulis apa?"

"Peta" jawab Arga sangat to the point.

"Peta? Maksudnya?"

"Arah jalan buat nanti panitia mau observasi tempat buat besok.."

"Ooo"

"Oh ya? Mau skarang ke lautnya?"

"Boleh" jawab Abi tersenyum manis.

Arga dan Abi sama – sama berdiri. Namun Abi berdiri dengan perjuangan karena lututnya yang masih sakit itu. Saat Abi berjalan entah apa yang ia rasakan, rasanya kakinya sakit tapi ia juga senang sendiri karena bisa mendapat respon dari Arga walaupun dirinya yang memaksa Arga berbicara dengan bahan pembicaraan apa adanya. Abi berjalan dengan badannya yang terus sedikit membungkuk memegangi lutunya itu sementara Arga dengan coolnya berjalan santai tanpa peduli pada Abi yang ada di belakangnya itu.

"Eeehh" Abi refleks karena hampir terjatuh.

"Sorry sorry...gue lupa kaki lo masih sakit. Tangan lo rangkul leher gue aja"

Abi merangkulkan tangannya ke leher Arga dengan kesusahan diantara keduanya. First, Abi terlalu pendek sedangkan Arga terlalu tinggi membuat Abi sulit menjangkau leher Arga dan tangannya juga sakit. Secondly, Arga merasa kesusahan karena harus sedikit membungkuk dan dia berpikir takmungkin ia terus membungkuk seperti ini sepanjang jalan yang ada tulang punggungnya sakit.

Tak ada pemikiran lain yang lebih logis, Arga langsung berjongkok begitu saja.

"Gue rasa kita sama – sama susah jadi mendingan lo naik ke punggung gue" ujar Arga.

"Eee..........." suara yang Abi keluarkan sambil menggigit jari telunjuknya.

Arga mendongakkan kepalanya ke arah wajah Abi yang masih berdiri dan menyeringai kecil.

"Naik aja gapapa" ujar Arga lagi.

"Nanti lo berat...kata temen gue gue gendutan...."

Tiba – tiba Arga langsung menarik pelan kaki Abi tanpa membalikkan badannya, hal itu mudah ia lakukan karena tangannya yang memiliki tulang yang panjang. Abi tak bisa berbuat apa –apa lagi.

Di pagi hari dengan wajah – wajah suram dan mata – mata sipit bengkak, melihat secara tak sengaja Abi digendong Arga seperti pemandangan sarapan. Arga menggondeng Abi menuruni hutan itu walaupun dengan perjuangan karena agak sedikit curam sehingga mengharuskan Arga melepas alas kakinya. Sampai di pantai Raja Ampat dengan keindahan yang memuaskan hati membuat Arga merasa perjuangannya tadi tak sia – sia.

Arga menurunkan Abi dengan hati – hati tapi Abi malah tidak bisa berhati – hati. Langsung berlari begitu saja. Tapi Abi malah tidak kesakitan sedikitpun. Ia malah langsung duduk bersila. Tepat di atas pasir yang sangat halus itu.

COLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang