Lomba-lomba diadakan sekitar 1 minggu lagi. Jadi anak-anak yang kepilih untuk mengikuti lomba sangat sibuk. Termasuk dirinya, setiap pulang sekolah latihan tari dengan Bu Fani, guru seni di sekolah ini.
Jam istrirahat kedua Livya pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan buku. Setelah selesai, Livya berpasan dengan kakaknya.
"Vy, bantuin kakak dong, ini gimana soalnya." Ucap Davin kepada Livya dengan memohon.
Akhir-akhir ini Davin memang selalu menanyakan tentang soal-soal latihan Ujian Nasional kepada Livya, yang akan diadakan senin depan. Davin sekarang di cap sebagai anak baik, tetapi menurut guru banyak nilai-nilai Davin yang kosong, karena waktu itu jarang masuk atau tidak mengerjakan PR.
"Kan aku kemarin udah jelasin, kak. Sekarang aku mau ke kantin, lapar."
"Plis, Vya. Kamu adik yang cantik, baik deh."
"Nggak-nggak."
"Ya udah, kamu makan sambil nanti bantuin aku. Oke?"
"Ya udah, iya-iya."
Akhirnya Livya pasrah, kasian juga kepada kakaknya yang akan menghadapi Ujian. Sesampainya di kantin, Livya memilih tempat duduk yang nyaman.
Setelah selesai memakan bakso, Livya dengan mudah menjelaskan soal-soal yang diajukan Davin. Tadi sempat Zaky menghampirinya, tetapi Davin mengusirnya, maksudnya untuk tidak mengganggu sementara waktu.
Jam kosong, inilah yang disukai murid-murid. Seperti biasa, sebagian cewek ada yang menggosip, baca buku, cowok ada yang nyanyi-nyanyi gak jelas, mukul-mukul meja. Kelas ini menjadi ricuh, lalu Livya memasang earphone dan mendengarkan lagu.
Tiba-tiba seseorang menarik earphone nya dengan kasar, sehingga membuat Livya mendengus kesal. Siapa lagi kalau bukan Azmy yang suka mengganggunya.
"Apa-apain sih lo?gue lagi gak mau ribut!" Ucap Livya dengan emosi.
"Justru gue mau ribut sama lo!" Kata Azmy sambil mendorong bahu Livya pelan.
Livya malah mendorong Azmy lebih kasar, sehingga membuat Azmy hampir terjatuh.
Azmy tersenyum miring. "Lo mau ikut lomba tari ya? Gue bisa aja buat lo gak bisa ikut!"
"Heh, lo mau apain temen gue, bangsat!" ucap Raisha tiba-tiba.
"Jangan ikut campur, deh. Ini urusan gue sama orang pembawa sial alias Livya." Azmy berkata itu dan tertawa puas.
Livya langsung menampar Azmy sehingga anak-anak lain berhenti melakukan aktivitasnya dan melihat aksi mereka.
"Sekali lagi gue bukan anak pembawa sial!" Kata Livya dengan penuh amarah.
"Anjing lo! seenaknya nampar gue!" ucap Azmy.
Azmy melayangkan tinjuannya ke muka Livya, sehingga membuat sudut bibir Livya mengeluarkan darah. Livya tidak segan-segan membalasnya.
"Sudah, sudah! Stop!" Agnes berusaha memberhentikan mereka berdua, tetapi sulit.
"STOP!"
Muka-muka mereka berdua pada luka, sekarang mereka masih di ruangan BK.
"Kenapa kalian berantem lagi?!" Tanya guru BK.
"Dia yang duluan," ucap Azmy menunjuk ke Livya.
"Eh, dia yang duluan ganggu saya, bu." ucap Livya dengan jujur.
"Sudah, ibu tidak mau mendengar alesan kalian lagi. Sekarang kalian obati dahulu luka kalian, lalu sapu semua halaman sekolah. Mengerti!" Bentak guru BK tersebut.
"Iya, bu." Ucap mereka berdua.
"Aww.. Pelan-pelan, Zak." Ringis Livya saat berada di dalam ruang kesehatan.
"Ck, ngapain sih kamu berantem sama dia." ucap Zaky.
"Ya kan dia yang mulai."
"Kalo aku sekelas sama kamu gak kayak gini deh, maaf ya disaat kamu tadi berantem aku gak ada disana buat berhentiin kalian berdua."
"Udah gak pa-pa. Makasih udah diobatin, kamu jago juga."
"Apa sih yang enggak buat kamu."
"Udah ah,"
Zaky berpesan kepada Livya untuk tidak berantem lagi. Sekarang pulang sekolah, dia dan Azmy dihukum membersihkan halaman sekolah. Keduanya tidak ada yang mulai percakapan. Mereka diawasi oleh ketua osis.
Setelah selesai, Livya segera berjalan ke arah parkiran. Zaky sudah menunggunya disana.
"Maaf lama,"
"Gak pa-pa, yuk!"
Sesampainya di rumah Livya, Zaky ditawarkan untuk masuk dulu, dan dia mau-mau aja.
"Mau minum apa?" tanya Livya.
"Bebas," jawabnya.
"Berarti air comberan juga gak apa-apa ya?" tanya Livya sambil tersenyum jahil.
"Lah, gak gitu juga kali." ucap Zaky.
Tiba-tiba papanya Livya datang dari arah pintu masuk.
"Eh, ada tamu ini?" tanya papa Livya kepada Zaky.
Zaky menyalimi tangan papa Livya. "Saya Zaky pacarnya Livya, om." ucap Zaky dengan sopan.
"Oh, kamu ya." papa Livya menatap Zaky dengan tatapan sulit diartikan.
Livya menyimpan minuman ke atas meja tamu. "Eh, Pa. Kenalin ini-" ucap Livya terpotong.
"Udah tau, papa belum bilang ya kalau kamu mau di jodohin di Amrik?" kata-kata papanya membuat Livya terdiam.
"Jadi kamu, Zaky jangan dekat-dekat dengan anak saya!" ucap papa Livya dengan tegas.
"Pah, kok gitu sih!" ketus Livya.
Livya menggeram kesal, ingin sekali melawannya lagi. Tapi sepertinya keputusan papanya itu selalu bulat. Susah lagi untuk membujuknya.
Di sisi lain, Zaky hanya terdiam. Benar-benar terdiam, karena tidak tahu harus gimana. Memang bodoh, tapi apa dia harus melawannya?itu tidak mungkin. Rasanya sakit memang, bagaimana jika Livya benar-benar dijodohkan?itulah yang ditakutkan Zaky saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
You And Me [Completed]
Teen FictionCover by @saturnusgrapihc Hidup ini kayak cuaca. Hari ini bisa hujan besok bisa cerah. Tapi, lo gak akan punya hujan selamanya, atau kemarau selamanya. Kita butuh pahit dan manis bersamaan, sebuah bentuk keseimbangan. -Remember When