32

801 41 6
                                    

Beberapa jam yang lalu papahnya Livya di pindahkan ke ruang rawat. Livya dan Davin tadi sudah berbicara dengan papahnya walau sebentar. Dokter masih melarang untuk tidak banyak dulu mengobrol. Anehnya malam ini perasaan Livya tidak keruan.

"Livya? Kenapa kamu duduk di luar?" Zaky yang baru datang bertanya kepada Livya yang sedang duduk di bangku taman rumah sakit.

"Cari angin aja," jawab Livya, matanya masih menatap ke depan.

"Dingin, ayo masuk!"

"Kenapa kamu kesini? Kamu harusnya istirahat di rumah, Zak."

"Tadi Arkan bilang papah kamu udah sadar, jadinya aku kesini."

"Aku takut, Zak."

"Takut kenapa?"

Baru saja Livya mau menjawab pertanyaan Zaky, Davin memanggilnya.

"Livya!"

"Iya kak?"

"Papah mau bicara sama kamu."

Livya dan Zaky beranjak dari tempat duduknya dan berjalan membuntuti Davin. Di sana masih ada sahabatnya yang masih setia menunggu. Livya beruntung mempunyai sahabat seperti mereka. Dan Zaky yang selalu perhatian kepadanya.

"Livya, Davin." Andre memanggil dengan pelan, tapi masih terdengar oleh Livya dan Davin.

"Iya, Pah?" Davin menyaut, sedangkan Livya hanya diam dan menahan tangisannya.

"Papah minta maaf selama ini gak bener ngurus kalian. Papah terlalu sibuk sama kerjaan papah dan lupa sama kalian. Papah minta maaf banget." Andre memaksakan sebuah tersenyum.

"Maaf pah, Davin selama ini udah kecewain papah. Davin sekarang udah berubah kok, Davin mau bener sekarang."

"Livya gak tau harus bicara apa. Livya sayang sama papah. Papah cepet sembuh, Livya kangen kumpul bareng." ucap Livya, matanya sudah berkaca-kaca.

Tiba-tiba suara pintu terbuka, muncul Novita atau Tantenya Livya. Sedangkan yang lainnya hanya diam.

"Andre, maaf aku baru kesini soalnya di butik ramai. Andre kamu cepet sembuh ya." Nada bicara Novita sangat khawatir.

"Livya, Davin belajar yang bener ya. Davin kamu lanjutin kuliah di tempat yang kamu inginkan." Andre menatap Livya dan Davin lekat-lekat dengan mata sayunya.

"Vita, jaga anakku ya. Kalo mereka bandel marahi aja." Bibir Andre mulai gemeteran.

"Papah sayang kalian." Andre memaksakan sebuah senyuman. Livya dan Davin langsung memeluk papahnya. Andre mengelus-ngelus kepala mereka berdua. Setelah itu, mereka melepaskan pelukannya. Andre mengangkat tangannya, lalu mengelus-ngelus pipi Livya. Tangan Andre terjatuh begitu saja. Matanya menutup dengan perlahan hingga seluruhnya menutup, dan embusan napasnya sudah tidak terasa.

Dokter datang dan memeriksa denyut nadinya.

"Tuhan sudah menjemput beliau, semoga kalian bisa bersabar dan menerimanya dengan tabah." Dokter pun keluar.

Tangisan Livya semakin menjadi-jadi. Livya menggoyang-goyangkan tubuh papahnya, berharap papahnya bangun.

"Pah, bangun! Papah bilang tadi sayang Livya kan? Kenapa sekarang papah malah pergi?"

"Pahh!"

***

Sudah seminggu, Livya masih saja kelihatan murung. Livya masih tidak percaya kalau papahnya sudah tiada. Dia selalu berharap ini hanyalah mimpi, tapi kenyataan memang benar.

You And Me [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang