Semakin hari, Wikan semakin menunjukkan keengganan dalam mengikuti ulangan. Sering bolos, dan tidur di kelas sudah menjadi kebiasaan. Semua guru membiarkannya kecuali Bu Yani yang ternyata memilih untuk marah-marah pada Wikan karena tertidur di jam pelajarannya. Itu cukup adil bagi Rahel.
Beberapa dari guru memutuskan untuk membocorkan nilai ulangan dengan membagikan hasil pada mereka. Hari ini ulangan biologi diumumkan oleh Pak Yosef. Nama Rahel disebut Pak Yosef serta memberitahukan kepada murid-murid bahwa cewek itu berhasil mendapatkan nilai paling tinggi.
Rahel patut mempertanyakan ke plin-planannya karena tidak berbahagia akan nilai tertinggi yang di raih olehnya. Dari lima mata pelajaran yang sudah diumumkan, Rahel menyabet semua dengan nilai paling besar. Sedangkan Wikan, cowok itu berada di urutan bawah, rata-rata nilainya di bawah 50.
Kenapa? kenapa harus Wikan lagi yang dia pikirkan?
Siang ini Wikan juga tidak masuk di jam-jam pelajaran terakhir. Dia biasanya kembali setengah jam sebelum bel pulang atau tidak kembali sama sekali. Hari ini ternyata Wikan tidak muncul sampai pulang sekolah.
Rahel tahu, ya, Rahel tahu dimana persembunyian keparat itu. Rahel tidak bisa terhina lebih dari ini. Jadi, sepulang sekolah dia mencari cowok itu ke tempat persembunyian. Dan dia berhasil menemukan Wikan disana. Di atap sekolah dimana cowok itu pernah menciumnya – di pipi.
Atap sekolah tampak lengang, yang ada hanya bangku-bangku rusak dan kardus yang berisi map tidak terpakai. Rahel hampir saja pergi meninggalkan tempat itu sebelum sebuah suara memanggilnya.
"Rahel?"
Wikan melihat sosok Rahel yang berkacak pinggang ketika melihatnya. Rambutnya yang tertiup angin melambai-lambai mengganggu wajah manisnya. Rahel terlihat tak senang menatap Wikan.
"Kenapa semua nilai kamu kecil? Kemampuan kamu nggak secetek ini kan?" tanya Rahel to the point.
"Oh, jadi kamu sudah mengakui kalo aku itu pinter."
"Yah, kamu memang pinter tapi kamu males! Kamu nggak serius nantangin aku waktu itu? Apa gunanya kita bersaing kalo sainganku aja males-malesan!!"
"Terus kamu mau aku gimana?" tanya Wikan setelah mereka berdiri berhadap-hadapan.
"Kamu tepatin janji dong! Jangan egois, mentang-mentang punya masalah jadi kamu mau enak-enakan, males-malesan. Bagi aku, persaingan kita ini harga diri, tauk! Kalo aku menang gara-gara kamu ogah ngerjain soal. Kemenangan itu nggak bakalan ada harganya!"
Wikan mengangguk-angguk, lalu melemparkan tatapan misterius pada Rahel. "Kalo gitu kamu harus kasih dukungan moral ke aku."
"Kayak apa?"
"Gini."
Tangan Wikan menarik lengan Rahel dan memeluk cewek itu dalam sebuah pelukan ringan dan hangat.
Jantung Rahel serasa melompat ber*bungy jumping* sebelum kembali lagi kerongga dadanya. Dan, entah kenapa tangan Rahel tak mampu mendorong Wikan. Tangannya terasa kaku, begitu juga mulutnya. Dia seharusnya mendorong dan memaki Wikan. Namun, tubuhnya tak mau mendengar.
Rahel bisa merasakan Wikan meletakkan dagunya di pundak Rahel. "Rasanya aku bisa dapet oksigen kalo meluk kamu. Kalo nggak, semuanya bakal terasa sesak." Wikan mengeratkan pelukannya. "Aku nggak bisa konsentrasi ngerjain soal. Di kelas sesak, di luar bisa lebih enak. Aku pikir dengan ngehirup udara luar konsetrasiku bisa balik. Tapi ternyata nggak. Jadi, aku bukannya sengaja males-malesan." Wikan menunggu Rahel yang berada di dalam pelukannya untuk berbicara, namun hal itu tak kunjung terjadi. "Hel, ngomong dong..."
"Ja... jadi maksud kamu, kamu mau meluk aku sambil ngerjain soal?" Rahel tergagap di pelukan Wikan. Rahel baru tahu kalau cowok ini punya parfum yang lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival in Love
Teen FictionRahel Davinia adalah murid SMA yang terkenal pintar karena berhasil mendapat juara umum sekolah 4 kali berturut-turut. Meski pun begitu Rahel tak pernah merasa sombong. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Wikan Admiraharja si juara olimpiade sains, y...