Page 25

2K 188 20
                                    

Rahel keluar dari hutan dengan cepat dan tepat berkat bantuan peta. Dia tidak peduli lagi dengan harta karun sialan yang membuat dia bertemu dengan Pandu dalam awkward moment yang dia benci. Dilihatnya, Wikan dan Inka sudah sampai masing-masing membawa kalung dan tongkat emas.

    “Hei, dimana Azkiel? Kalo dia keluar, kita bisa menang.” Inka langsung menghampiri Rahel ketika melihat gadis itu keluar dari hutan diiringi teriakan dukungan teman sekelas mereka.

    “Dia nyari Anne...” balas Rahel tak terlalu peduli, kemudian meletakkan mahkota yang dia dapat di atas meja yang disediakan untuk meletakkan hasil. Sungguh kesal ditinggal teman satu tim begitu saja di hutan, lalu bertemu dengan mantan dan pacarnya yang baru. Sialan.

    Inka melipat kedua tangan dongkol. “Apa? Duh, nggak guna banget tuh anak.” Katanya terus mengoceh-oceh mengenail Azkel dan ketidakbergunaannya. Padahal Rahel sendiri tak tahu apakah Inka cukup berguna di dalam hutan tadi.

    “Dia ninggalin kamu sendiri?” kali ini Wikan mendekat setelah mendengarkan perkataan Rahel yang mengatakan bahwa Azkiel meninggalkan Rahel sendirian di dalam hutan. Sudah diduga lebih baik dia bersama Rahel daripada harus berdua dengan Inka yang sok-sok ketus padanya. Padahal dia sendiri jauh tidak ingin satu tim dengan Inka.

    “Dan aku berhasil keluar, nggak masalah kok.”

    Rahel terlihat tidak begitu senang, jawabannya juga terdengar dingin. Pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam sana. Apa gadis ini marah karena Azkiel meninggalkannya begitu saja? Belum sempat Wikan kembali melemparkan pertanyaan, Rahel sudah buru-buru pergi meninggalkan tim. Pergi menjauh, dan tanpa hendak berbalik dan itu membuat Wikan tak tenang.

    Tak lama setelah Rahel menghilang, Pandu dan sesosok kuntilanak (Lotta) keluar dari hutan bersama-sama. Itu membuat Wikan menebak apa yang menjadi penyebab Rahel begitu murung.

***

    Rahel membiarkan kakinya berjalan membawa tubuhnya kemana pun. Dia tidak peduli dan hanya sibuk dengan pikiran-pikiran yang memenuhi otaknya. Sampai akhirnya dia sadar bahwa dia sudah terlalu jauh berjalan. Dia berada di sisi lain hutan yang dijadikan arena pertandingan tadi. Pohon di sini jauh lebih jarang, sinar bulan juga lebih terang. Rahel melangkah beberapa langkah lagi dan menemukan sebuah tanah lapang. Dia memutuskan untuk duduk disitu sembari merenung. Mencoba menyadarkan diri sendiri bahwa semua sudah berlalu. Bahwa apa yang dilakukan Pandu bukanlah urusannya lagi. Dia tidak harus merasa tak enak, apalagi bersalah melihat mereka berdua.

    Dengan menggenggam kedua tangan erat, Rahel menghangatkan diri. Meski sudah malam, bulan purnama membuat malam menjadi tak terlalu menyeramkan, sinar perak memantul di daun-daun tumbuhan semak. Rahel bahkan tidak takut jika ada ular yang tiba-tiba keluar dari semak-semak yang ada di tanah lapang ini. Baginya, pemandangan indah ini tidak harus dilewatkan dengan rasa takut.

    “Rahel?”

    Mendengar suara itu, Rahel menoleh sejenak, lalu kembali memandang bulan yang bulat sempurna di angkasa. Sebenernya dia sudah sangat mengenal suara itu. dan Rahel membiarkan cowok itu duduk di sebelahnya.

    “Kamu ngapain?” kata Wikan setelah duduk di sebelah Rahel. Tak habis pikir dengan keberanian Rahel yang duduk sendirian di tengah hutan, saat bulan purnama pula. “Kamu nggak takut nyasar? Gimana kalo mereka nyari-nyariin kamu?”

    “Tenang, mereka nggak akan nyariin, aku bakal pulang setelah gamenya selesai.”

    “Tapi Mona dan Sonya bisa aja koar-koar bilang kamu hilang.”

    “Aku udah SMS mereka kok. Di sini sinyalnya nggak jelek-jelek amat. Azkiel aja bisa Whatsappan.”

    Mereka berdua sejenak berdiaman, mendengarkan suara serangga malam yang berisik namun asyik. Rumput bergoyang terkena angin malam, membuat tubuh keduanya agak menggigil. Untung saja mereka sudah memakai pakaian yang cukup hangat mengingat malam ini mereka akan menembus hutan mencari ‘harta’.

Rival in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang